Kompas, halaman 12, Sabtu 28 Juni
Visi dan misi calon presiden dan wakil presiden 2014, Prabowo Subianto – Hatta Rajasa dan Joko Widodo – Jusuf Kalla belum menyentuh inti permasalahan pendidikan di Indonesia. Pasangan capres-cawapres hanya reaktif terhadap persoalan yang muncul sehingga arah kebijakannya bersifat populis.
Hal tersebut merupakan kesimpulan pendapat para pengamat dan aktivis pendidikan di Sekolah Tanpa Batas dan Indonesia Corruption Watch (ICW) yang tergabung dalam Koalisi Pendidikan. Mereka melihat kedua capres belum mempunyai visi dan misi yang menawarkan reformasi fundamental. Para capres belum jeli melihat sumber penyakit pendidikan di Indonesia.
Aktivis pendidikan Jimmy Paat mengatakan, kedua capres belum terlihat membenahi pendidikan. Visi dan misi Prabowo – Hatta misalnya, akan menaikkan tunjangan profesi guru menjadi rata-rata Rp. 4 juta per bulan. Janji menaikkan tunjangan profesi itu bersifat populis dan tidak menyentuh persoalan penyediaan guru berkualitas.
Menurut Jimmy, peningkatan insentif tidak akan memperbaiki mutu pendidikan, justru akan menambah beban anggaran negara. Indonesia perlu mengembalikan martabat guru yang sejahtera, punya pengetahuan luas, dan memiliki otoritas dalam menjalankan profesinya.
Peneliti Divisi Monitoring Pelayanan Publik ICW Siti Juliantari memaparkan, visi-misi kedua capres masih memaparkan masalah kuantitas, belum kualitas. Ada beberapa kesamaan, misalnya, soal wajib belajar sembilan tahun yang belum lagi tuntas, tetapi akan mereka ubah menjadi 12 tahun. Beberapa program seperti bantuan sekolah dan beasiswa anak miskin juga ada yang tumpang tindih dengan kebijakan yang ada saat ini. Menurut Siti, capres Jokowi sering mengatakan Kartu Jakarta Pintar, yang sebenarnya sudah ada dalam program beasiswa siswa miskin pemerintah saat ini.
Penggiat Sekolah Tanpa Batas Bambang W, mengatakan, sistem penyeragaman pendidikan, baik melalui kurikulum maupun penilaian telah mengabaikan keberagaman dan hak anak untuk tumbuh dan berkembang sesuai kodrat alamnya. Bambang menambahkan, ujia nasional adalah contoh pendidikan penyeragaman. Soal visi-misi Jokowi-Jusuf Kalla misalnya, tidak konsisten tentang evaluasi ujian nasional, apakah akan menghapuskan atau mempertahankan UN.