Jakarta Globe, halaman 3
Kebijakan baru pemerintah, yang membongkar kurikulum sekolah 2013 yang kontroversial itu telah menuai kritik dari pemangku kepentingan pendidikan. Mereka menyatakan kementerian pendidikan telah tergesa-gesa mengambil keputusan.
Gubernur Bengkulu Junaidi Hamsyah mengatakan kurikulum yang ditangguhkan, yang juga dikenal sebagai K-13, dan juga dikembalikannya Kurikulum 2006, telah menimbulkan kebingungan, terutama di antara para guru di daerah. Pihaknya menuntut penjelasan dari menteri tentang pelaksanaan ulang kurikulum 2006. Hal ini mengingat, kementerian telah tiba-tiba membatalkan kurikulum, tetapi tanpa memberi solusi yang jelas.
Namun, Kepala Dinas Pendidikan Kota Semarang, Jawa Tengah, Bunyamin, mengatakan, 45 sekolah negeri dan swasta di Semarang, akan melanjutkan Kurikulum 2013, dan sedang menunggu instruksi tertulis dari kementerian.
Mengenai instruksi penangguhan kurikulum 2013, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan mengatakan, intinya, pihaknya masih ingin mengembangkan kurikulum, tetapi tidak ingin memasukkan semua sekolah di Indonesia di dalam proyek percontohan.
Akan tetapi, mantan Menteri Pendidikan Mohammad Nuh membela Kurikulum 2013 sebagai warisannya. Nuh mengkritik keras keputusan Anies dan menyebutnya sebagai kemunduran bagi sektor pendidikan Indonesia, karena terdapat banyak kekurangan dalam kurilulum lama (2006). Terkait hal tersebut, Anies merespon dengan mengatakan tidak pernah ada penjelasan mengapa kurikulum 2006 harus dihentikan.
Totok Amien Soegijanto, Wakil Presiden Universitas Paramadina mengatakan, salah satu yang terbaik (dilakukan) untuk menilai apakah sebuah kebijakan itu tepat atau tidak adalah untuk pertama-tama meluncurkannya melalui percobaan terbuka/publik. Hal tersebut belum pernah dilakukan pada kurikulum tersebut. Pelaksanaan lanjutan dari kurikulum 2013 pada 6.326 sekolah adalah “percobaan yang dibutuhkan” untuk melihat bagian mana yang lebih baik dan bagian mana yang harus dihilangkan.
Mohamad Abduhzen dari Institute for Education Reform mengatakan, revisi seharusnya tidak hanya tentang buku atau bagaimana meningkatkan kualitas pengajaran, namun juga untuk meningkatkan substansinya, operasional dan implementasi, dan bebas dari kepentingan politik apa pun serta dari praktek-praktek korupsi.