Kurikulum 2013 Dilaksanakan Bertahap

Media Indonesia, halaman 25

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan memastikan Kurikulum 2013 diterapkan secara bertahap dalam empat tahun. Tahapan tersebut dibuat berdasarkan estimasi tim evaluasi. Saat ini sudah diterapkan di 3% sekolah, setelah itu 15% tahapan ketiga sekitar 44%, kemudian 70%, lalu sudah bisa diterapkan secara nasional.

Terkait dengan tudingan bahwa mekanisme penerapan Kurikulum 2013 secara terbatas bisa melanggar hukum, Anies berkilah mekanismenya sudah sesuai dengan PP Nomor 32 Tahun 2013 yang menjadi payung hukum. PP itu mengatakan bahwa Kurikulum 2013 diterapkan secara bertahap selama tujuh tahun.

Dalam menanggapi kabar tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan menyelidiki Kurikulum 2013, Anies menyambut baik niatan tersebut. KPK adalah aparat penegak hukum. Kalau KPK melihat ada indikasi dan ingin melakukan tindakan hukum, Anies mendukung langkah tersebut hingga tuntas. Dirinya ingin mendukung adanya pendidikan bebas korupsi.

 

Curriculum 2013 Implemented in Stages

Media Indonesia, page 25

Minister of Education and Culture (Mendikbud) Anies Baswedan ascertained Curriculum 2013 is implemented gradually within four years.  The stages are made based on evaluation team estimation.   To date it has been applied in 3% of schools, afterwards it would be 15%, the third stage would be around 44%, then 70%, afterwards it could be implemented nationwide.

Regarding the accusation that the mechanism of limited Curriculum 2013 implementation could violate the law, Anies argued the mechanism is in compliance with Government Regulation Number 32 Year 2013 which is the umbrella law.   The regulation states that Curriculum 2013 is applied gradually over seven years.

In response to news concerning the Corruption Eradication Commission (KPK) to investigate Curriculum 2013, Anies welcomes such intention. KPK is a law enforcement apparatus. If KPK sees any indication and wishes to take legal action, Anies supports the measure to its conclusion. He supports the existence of corruption-free education.

Curriculum 2013 Gradually Implemented

Curriculum 2013 Implemented in Stages

Kurikulum 2013 Tetap Wajib

Republika, halaman 5

Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh menegaskan bahwa Permendikbud Nomor 160/2014 yang ditandatangani Mendikbud Anies Baswedan pada 11 Desember 2014, mewajibkan pemberlakuan Kurikulum 2013. Pemberlakuan itu paling lama hingga tahun ajaran (TA) 2019/2020.

Dalam permendikbud itu, pemerintah menyebut sekolah yang sudah tiga semester melaksanakan Kurikulum 2013, wajib melaksanakan mulai sekarang. Bagi sekolah yang keberatan, bisa mengajukan untuk kembali ke Kurikulum 2006 (KTSP 2006).

Bagi sekolah yang masih satu semester melaksanakan Kurikulum 2013, kembali ke Kurikulum 2006. Tapi sekolah yang belum melaksanakan Kurikulum 2013, akan disiapkan pelatihan dan pendampingan Kurikulum 2013.

Nuh mengatakan, pelatihan dan pendampingan Kurikulum 2013 itu mulai TA 2015/2016 hingga TA 2018/2019, karena Kurikulum 2013 sudah wajib dilaksanakan paling lama TA 2019/2020. Bahkan, dalam Permendikbud menyebutkan pemerintah akan menyiapkan pelatihan dan pendampingan untuk kepala sekolah, guru, tenaga administrasi, dan pengawas.

Pengamat pendidikan yang juga direktur eksekutif Institute for Education Reform Mohammad Abduhzen mengatakan, Permendikbud yang membolehkan sekolah menerapkan Kurikulum 2013 juga ada yang kembali ke KTSP 2006, memunculkan dualisme pembelajaran. Dan jika implementasinya dilakukan cukup lama akan ada kesenjangan kualitatif. Abduhzen mengusulkan pemerintah menempuh jalan tengah, yaitu mengompilasi unsur yang bagus di Kurikulum 2006 dan Kurikulum 2013, dan bisa dibuat jadi panduan sementera untuk masa transisi.

Curriculum 2013 Still Mandatory

Republika, page 5

Former Minister of Education and Culture (Mendikbud) Mohammad Nuh affirmed that the Education Minister Regulation (Permendikbud) Number 160/2014 signed by Mendikbud Anies Baswedan on 11 December 2014, requires the implementation of Curriculum 2013. Such implementation is by the latest 2019/2020 school year.

In the Permendikbud, the government mentions schools that have implemented Curriculum 2013 for three semesters must it carry out starting now. For schools that object, they could apply to revert to Curriculum 2006 (KTSP 2006).

Schools that have only implemented Curriculum 2013 for one semester, revert to Curriculum 2006. But for schools that have not implemented Curriculum 2013, training and assistance would be provided on Curriculum 2013.

Nuh said the training and assistance/mentoring of Curriculum 2013 starts in school year 2015/2016 to the 2018/2019 school year, because Curriculum 2013 would already be mandatory by the latest in the 2019/2020 school year.   The Permendikbud even mentions the government would prepare training and assistance/mentoring for principals, teachers, administration personnel, and supervisors.

Education observer cum executive director of Institute for Education Reform Mohammad Abduhzen said, the Permendikbud that allows schools to implement Curriculum 2013 also those that revert to KTSP 2006, gives rise to dualism in learning.   And should implementation run for quite a long time, there would be a qualitative gap.   Abduhzen proposed the government take a middle road, namely by compiling the good elements in Curriculum 2006 and Curriculum 2013, and could be made into a temporary guide for the transition period.

Curriculum 2013 Still Mandatory

Curriculum 2013 Still Mandatory

Kurikulum 2013 Diberlakukan Total pada 2019

Koran Tempo, halaman 6

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan menargetkan Kurikulum 2013 bisa diterapkan di seluruh sekolah pada 2019. Tiap tahun selama lima tahun ke depan, kurikulum 2013 diberlakukan secara bertahap di sejumlah sekolah. Anies menargetkan, tahun pertama tiga persen sekolah yang menerapkan Kurikulum 2013, tahun berikutnya menjadi 15 persen. Lalu, tahun selanjutnya 45 persen, lalu 70 persen, setelah itu selesai.

Anies mengatakan pemberlakuan kurikulum secara bertahap sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2003 tentang Standar Nasional Pendidikan.

Sementara itu, beberapa daerah berkukuh menerapkan Kurikulum 2013, seperti yang dilakukan Dinas Pendidikan Jawa Timur. Kepala Bidang Pendidikan Menengah Dinas Pendidikan Banyuwangi Suratno menilai, penghentian Kurikulum 2013 bakal berdampa begatif. Ia mencontohkan, saat ini buku pelajaran semester gena mendatang telah didistribusikan. Seluruh daerah juga sudah meneken kontrak pengadaan buku. Kalau kembali ke Kurikulum 2006 buku-buku tersebut akan mangkrak.

Menurut Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Jawa Timur Ichwan Sumadi, Kurikulum 2013 memiliki kelebihan yang tak dimiliki Kurikulum 2006. Antara lain menitikberatkan pada pendidikan karakter melalui pembelajaran yang terintegrasi. Kekurangannya, sistem penilaian atau rapor siswa menyulitkan guru.

Ketua Tim Evaluasi Kurikulum 2013 Suyanto menilai, kebijakan Mendikbud keliru. Ia mengatakan Kementerian seharusnya membatalkan kontrak pengadaan buku bagi sekolah yang tidak menerapkan Kurikulum 2013. Poin pembatalan kontrak sudah masuk rekomendasi evaluasi kurikulum yang telah diserahkan ke Mendikbud.

Curriculum 2013 Totally Enforced in 2019

Koran Tempo, page 6

Minister of Education and Culture (Mendikbud) Anies Baswedan targets Curriculum 2013 could be applied in all schools in 2019. Every year for the next five years, curriculum 2013 is enforced in stages/gradually in a number of schools. Anies targets, the first year three percent of schools implement Curriculum 2013, the following year to become 15 percent.   Then, the following year 45 percent, then 70 percent, afterwards completed.

Anies said the gradual curriculum implementation is in accordance with Government Regulation Number 32 Year 2013 concerning Amendment to Government Regulation Number 19 Year 2003 on Education National Standard.

Meanwhile, several regions insist on implementating Curriculum 2013, such as conducted by East Java Education Agency.   Head of Secondary Education Banyuwangi Education Agency Suratno deems the termination of Curriculum 2013 would impact negatively. He gave an example, to date next semester two textbooks have been distributed.   All regions have also signed book procurement contracts.   If reverting to Curriculum 2006 the books would be wasted.

According to Chairman of the Indonesian Teachers’ Association (PGRI) of East Java Ichwan Sumadi, Curriculum 2013 has advantages not possessed by Curriculum 2006. Among others is the emphasis on character education through integrated learning. The drawback is the assessment system or student report card makes it difficult for teachers.

Curriculum 2013 Evaluation Team Chairman Suyanto deems Mendikbud’s policy is mistaken.  He said the Ministry should cancel the book procurement contracts for schools that do not implement Curriculum 2013. The point on contract cancellation has been entered into the curriculum evaluation recommendation which has been submitted to Mendikbud.

Curriculum 2013 Totally Enforced in 2019

Curriculum 2013 Totally Enforced in 2019

Momentum Revisi Serius Kurikulum 2013

Kompas, halaman 1

Penundaan penerapan Kurikulum 2013 menjadi momentum untuk merevisi sungguh-sungguh kurikulum itu. Kekurangan dalam Kurikulum 2013 (K-13) menunjukkan penyusunan yang terburu-buru dan paralel demi menyingkat waktu. Idealnya, butuh waktu tiga bulan hingga lima tahun untuk menggodok, mengevaluasi, dan memberlakukan sebuah kurikulum.

Dalam diskusi pendidikan harian Kompas, “Mendudukan Persoalan dan Mencari Solusi Kurikulum 2013”, Jumat (12/12), di Jakarta, Direktur Jenderal Pendidikan Dasar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) Hamid Muhammad mengatakan, dalam hal ide dan konsep, K-13 sudah tepat karena hendak menyiapkan generasi bangsa dengan penekanan pada penguatan pendidikan karakter. Kekurangannya adalah pada penerapan yang terlalu cepat dan paralel. Padahal, tidak semua tahapan perumusan kurikulum dapat diparalelkan.

Pemerhati pendidikan berpandangan pandangan filosofis K-13 sudah tepat sehingga tidak perlu lagi merombak visi K-13. Hal yang perlu ditata ulang ialah penerjemahan visi ke dalam silabus lalu ke materi atau mata pelajaran.

Menurut Weilin Han, konsultan dan anggota tim revisi K-13, letak persoalan K-13 adalah kerangka dasar dan struktur isinya. Kurikulum tak bisa dibuat parsial, tetapi mesti berkelanjutan dari kelas rendah hingga kelas tinggi. Sebaiknya ditetapkan dulu generasi seperti apa yang mau dicetak, lalu ditentukan tahapan yang harus dijalani murid di setiap tingkatan.

Direktur Pendidikan Karakter Education Consulting Doni Koesoema berpandangan, masalah dalam K-13 antara lain pendekatan spiritualisme yang kurang tepat. Penyatuan mata pelajaran Agama dan Budi Pekerti juga kurang tepat. Pendidikan agama bersifat eksklusif, unik, dogmatis, dan ritual. Sebaliknya, budi pekeri terkait nilai-nilai moral bersifat universal. Jika tiap-tiap agama mendefinisikan budi pekerti menurut agamanya, pendidikan karakter dalam K-13 bukan mempersatukan siswa, melainkan memisahkan.

Para pembicara berharap K-13 dihentikan di semua sekolah. Namun, Hamid mengatakan, keputusan sudah final di Kemdikbud. Revisi akan dilaksanakan sambil K-13 “berjalan” di sekolah uji coba.

Momentum to Seriously Revise Curriculum 2013

Kompas, page 1

Postponement of Curriculum 2013 implementation becomes a momentum to revise the curriculum in earnest. The shortcomings in Curriculum 2013 (K-13) show rushed preparations and in parallel for the sake of saving time. Ideally, it takes three months to five years to devise, evaluate, and implement a curriculum.

In a Kompas daily education discussion, “Placing the Problem in Perspective and Seeking a Solution to Curriculum 2013” or “Mendudukan Persoalan dan Mencari Solusi Kurikulum 2013,” Friday (12/12), in Jakarta, Director General Basic Education Ministry of Education and Culture (Kemdikbud) Hamid Muhammad said, in terms of idea and concept, K-13 is already appropriate because it aims to prepare the nation’s generation with emphasis on strengthening character education.   Its shortcoming is in the implementation, which was rushed and parallel.  In fact, not all stages of curriculum formulation could be parallelized.

Educational observers sighted the K-13 philosophical view was appropriate so there was no need to remodel the K-13 vision.  What needs to be reorganized is the translation of the vision into the syllabus and then to the materials or subjects.

According to Weilin Han, consultant and K-13 revision team member, the K-13 problem lies in its basic framework and content structure. The curriculum cannot be made partially, but must be continuous from lower grade to higher grade. It should be first established what kind of generation to be turned out, then the stages that students must undergo in every level is determined.

Director of Character Education Education Consulting Doni Koesoema holds that the problem in K-13 among others is the lack of proper approach to spiritualism.  The unification of the subjects of Religion and Morals & Manners/Budi Pekerti is also inappropriate. Religion education is exclusive, unique, dogmatic, and ritual in nature.   In contrast, manners/budi pekerti related to moral values is universal in nature. If every religion defines budi pekerti according to their religion, character education in K-13 does not unite students, instead segregates them.

The speakers expected K-13 be terminated in all schools. However, Hamid said, the decision was final in Kemdikbud. Revision would be conducted while K-13 “runs” in the pilot schools.

Momentum to Seriously Revise Curriculum 2013

Momentum to Seriously Revise Curriculum 2013

Revisi Kurikulum Hal Biasa

Kompas, halaman 11, Sabtu 13 Desember

Jika dilihat dari sejarahnya, sejak 1945, dunia pendidikan Indonesia mengalami 11 kali perubahan kurikulum. Proses perubahan ini lumrah mengikuti perkembangan zaman. Namun, perubahan kali ini, yakni dari Kurikulum 2013 kembali ke Kurikulum 2006 dinilai mengagetkan karena dilakukan di tengah tahun pelajaran.

Keputusan penundaan kurikulum yang mulai efektif Januari 2015 ini menimbulkan kepanikan, terutama guru dan sekolah, karena dilakukan di tengah semester. Persoalan-persoalan di dalam Kurikulum 2013 itu dibahas dalam diskusi pendidikan harian Kompas yang bertema “Mendudukan Persoalan dan Mencari Solusi Kurikulum 2013”, Jumat (12/12).

Direktur Jenderal Pendidikan Dasar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) Hamid Muhammad yang hadir sebagai pembicara mengatakan, keputusan menunda pelaksanaan Kurikulum 2013 (K-13) dan kembali ke Kurikulum 2006 adalah keputusan yang sangat berat dan memiliki komplikasi luar biasa di lapangan. Komplikasi yang dimaksud antara lain soal buku teks dan pengaturan guru.

Dalam diskusi tersebut para pembicara menyepakati bahwa proses revisi kurikulum lumrah dilakukan sebuah bangsa. Namun, mereka juga menyepakati proses perubahan kali ini mendadak dan di tengah jalan. Praktisi pendidikan Doni Koesoema, yang juga sebagai pembicara, mengusulkan agar K-13 dihentikan di semua sekolah tanpa kecuali. Evaluasi K-13 sambil jalan tidak mungkin mendapat hasil maksimal karena masih ada 6.221 sekolah yang menjalankan K-13.

Sementara, pelatih guru Itje Chodijah, yang turut hadir dalam diskusi, mengatakan, karena sudah ada keputusan resmi dari Kemdikbud mengenai K-13 dan Kurikulum 2006, yang penting untuk dilakukan saat ini adalah memberi pemahaman pada masyarakat. Pemahaman bahwa proses yang saat ini sedang terjadi bukan hanya revisi K-13, melainkan penyempurnaan kurikulum pendidikan nasional.

Di akhir diskusi, Hamid kembali menegaskan hanya ada 6.221 sekolah yang menjalankan K-13. Sekolah ini yang dikawal secara ketat agar jadi contoh sekolah lain. Jika ada daerah yng bersikeras jalan terus, ia menyerahkannya kepada kabupaten/kota.

Curriculum Revision is Common

Kompas, page 11, Saturday 13 December

Viewed from its history, since 1945, Indonesia has experienced 11 education curriculum changes.   This process of change is normal following development of the times.   However, the change this time, i.e. from Curriculum 2013 reverting to Curriculum 2006 is deemed surprising because it is done in the middle of the school year.

The decision to postpone the curriculum to be effective this January 2015 created panic, especially teachers and schools, because it is done in the middle of the semester.   The problems in Curriculum 2013 were addressed in an education discussion of Kompas daily titled “Placing the Issue in Perspective and Seeking a Solution to Curriculum 2013” or “Mendudukkan Persoalan dan Mencari Solusi Kurikulum 2013”, Friday (12/12).

Director General of Basic Education Ministry of Education and Culture (Kemdikbud) Hamid Muhammad who was present as a speaker said, the decision to postpone Curriculum 2013 (K-13) implementation and to revert to Curriculum 2006 was a very heavy decision and has remarkable complications on the ground.   The said complications are among others on the textbooks and teacher arrangements.

In the discussion, the speakers agreed that the process of curriculum revision was normal to be done by a nation. However, they also agreed the process of change this time was sudden and in the middle of (the school year).   Education practitioner Doni Koesoema, who was also a speaker, proposed that the K-13 be terminated in all schools without exception.   K-13 evaluation as we go would not be possible to obtain optimum results because there are still 6,221 schools running K-13.

Meanwhile, teacher trainer Itje Chodijah, who was also present during the discussion, said, since there is already an official decision from Kemdikbud regarding K-13 and Curriculum 2006, what is important to do now is to provide understanding to the public.   The understanding that the process currently occurring is not only K-13 revision, yet instead perfecting the national education curriculum.

At the end of the discussion,Hamid reaffirmed that only 6,221 schools are implementing K-13.  These schools are strictly escorted in order to be examples for other schools. If there are regions that insist on continuing to (use K-13), he left it up to the regency/city.

Curriculum Revision is Common

Curriculum Revision is Common