The Jakarta Post, halaman 4
Pakar pendidikan mengatakan bahwa keterampilan sosial dan psikologi anak merupakan sebuah hal yang wajib dalam sebuah pelatihan guru. Hal itu mengingat ketidakhadiran guru akan membuat standar kualitas guru dan pendidikan menjadi rendah.
Kepala Penelitian dan Pengembangan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), M Abduh Zen, mengatakan bahwa saat ini guru hanya dilatih untuk mendikte siswa daripada menciptakan atmosfir yang mendorong pembelajaran. Abduh Zen mengatakan, penting bagi guru dilatih untuk mengenal kebutuhan siswa yang berbeda-beda dan memberikan pemahaman bahwa tidak ada metode universal yang dapat diterapkan untuk semua siswa. Rutinitas harian yang monoton di dalam kelas dapat mematahkan semangat siswa untuk berperan dalam kegiatan di kelas.
Menurut data dari Bank Dunia, jumlah peminat program pelatihan guru bertambah dari 200.000 pada tahun 2005 menjadi satu juta orang pada 2010, dan diprediksi hal itu akan terus bertambah di masa mendatang.
Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) menyatakan, secara nasional terdapat 2,7 juta guru pegawai negeri sipil (PNS) dan non-PNS selama tahun pelajaran 2012-2013.
Peningkatan drastis jumlah peminat telah memberi kontribusi pada sebagian besar lembaga pelatihan guru, karena Indonesia saat ini memiliki sebanyak 32 lembaga pelatihan guru yang berasal dari pemerintah dan 342 lembaga pelatihan guru dari pihak swasta.
Namun, menurut konsultan Education Sector Analytical and Capacity Development Partnership (ACDP) Totok Amin Soefijanto, masalah birokrasi telah menghambat program untuk meningkatkan kualitas guru. Komunikasi antara kementerian dan lembaga pelatihan guru, yang sebagian besar berjalan secara independen, sangat minim.
Totok mengatakan, banyak lembaga pelatihan guru yang berskala kecil dan berjalan tanpa pengawasan, di mana hal itu dapat mengarah ke proses penerimaan mahasiswa dengan kemampuan yang biasa-biasa saja dan memberikan kualitas pelatihan yang rendah. Kurikulum, buku pelajaran, atau teknologi apapun tidak akan bisa memperbaiki kualitas pendidikan anak bila guru itu sendiri kemampuannya kurang.
Sementara itu, Kepala Program Pendidikan Guru Universitas Atma Jaya Ivan Stephanus mengakui, bahwa nilai yang baik adalah kunci untuk meningkatkan kualitas guru. Dia mengatakan, wawancara dengan calon mahasiswa perlu dilakukan dalam pelatihan guru di perguruan tinggi. Hal itu untuk menilai apakah calon tersebut memiliki potensi keterampilan sosial yang dibutuhkan untuk menjadi seorang guru.
Ivan menambahkan, lembaga pelatihan guru juga harus membuat waktu ikatan wajib atau kegiatan kelompok – seperti klub ekstrakurikuler dan kelompok relawan – karena hal itu akan mengasah kemampuan peserta untuk berinteraksi dengan orang-orang dari berbagai usia dan latar belakang.