The Jakarta Post, halaman 4
Setelah penolakan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) atas permohonan uji materi pertama terkait Wajib Belajar 12 tahun bagi semua warga negara, Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) berencana mengajukan permohonan uji materi kedua terhadap Undang-Undang No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Pengacara JPPI, Ridwan Darmawan, mengatakan, ketika Mahkamah Konstitusi (MK) telah menetapkan keputusannya, yang disampaikan awal bulan ini, secara hukum “sah dan mengikat”, beberapa ahli hukum mengatakan masih ada kesempatan bagi pemohon untuk mengajukan uji materi kedua.
Koalisi awalnya mengajukan uji materi terhadap Pasal 6 Ayat 1 kepada MK pada 5 September tahun lalu. Hal ini menegaskan bahwa pasal yang menetapkan pendidikan dasar adalah wajib bagi semua warga negara yang berusia tujuh sampai 15 tersebut sudah ketinggalan jaman.
Namun, MK menolak permohonan uji materi tersebut setahun kemudian, dengan menetapkan keputusan tanpa mengumpulkan bukti atau kesaksian dari para saksi.
Ridwan menjelaskan bahwa undang-undang itu bertentangan dengan Pasal 31 UUD 1945, yang menyatakan bahwa semua warga negara memiliki hak atas pendidikan dasar, dengan biaya ditanggung oleh pemerintah. Joko “Jokowi” Widodo ketika berkampanye memprakarsai gagasan revolusi mental, dengan menggulirkan Wajib Belajar 12 tahun. Ridwan ingin mengingatkan [MK] betapa pentingnya masalah ini, karena pendidikan adalah hak asasi manusia dan negara harus bertanggung jawab untuk hal itu.
Kepala Balitbang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Gatot Subroto menjelaskan, meskipun Kemendikbud berkomitmen untuk menyelenggarakan Wajib Belajar 12 tahun bagi semua warga negara, namun memiliki hambatan untuk dilaksanakan karena terkendala anggaran tahunan.
Gatot mengatakan, meskipun sektor pendidikan memperoleh anggaran 20 persen dari total APBN, namun alokasi anggarannya dibagi antara Kementerian Agama (Kemenag), Kementerian Riset dan Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti) dan Kemendikbud, yang dijadwalkan menerima anggaran sebesar Rp 49.2 triliun (US $ 3.5 billion) dalam RAPBN 2016.
Reni Marlinawati, anggota parlemen dan anggota DPR Komisi X yang membidangi masalah pendidikan, kepemudaan, olah raga, pariwisata, seni dan budaya, mengatakan, saat ini Undang-Undang No 20/2003 telah dimasukkan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) untuk periode 2015-2019, dan membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk direvisi dan dilaksanakan.
Reni berpendapat bahwa akan jauh lebih cepat dan lebih efektif jika MK melakukan revisi hukum, karena hal itu akan memberikan tekanan pada pemerintah untuk memenuhi tugas-tugas konstitusionalnya. Dia juga menyatakan keprihatinannya atas komitmen pemerintah dalam sektor pendidikan dengan adanya penurunan alokasi anggaran di Kemendikbud dari semula Rp53.27 triliun pada 2015 menjadi Rp 42.9 triliun dalam RAPBN tahun depan.