The Jakarta Post, halaman 2
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyerukan larangan terhadap video game yang mengandung unsur kekerasan, pornografi dan minuman beralkohol, karena telah menjadi penyebab perilaku kekerasan di kalangan siswa di Tanah Air.
Ketua KPAI Asrorun Ni’am Sholeh pada hari Rabu mengatakan, ada kecenderungan siswa menampilkan perilaku kekerasan terhadap siswa lainya. KPAI menerima lebih banyak laporan pada tahun 2015 untuk kasus bullying dan perkelahian dibandingkan tahun lalu. Asrorun mengatakan pornografi dan game berpengaruh terhadap perilaku kekerasan. Dia mengatakan bahwa anak-anak memiliki kecenderungan untuk meniru apa yang mereka lihat, sehingga video game dapat berbahaya bagi mereka.
Ketika ditanya tentang contoh nyata dari kasus video game yang mengandung unsur kekerasan yag dapat memicu perilaku kekerasan di kalangan siswa, Asrorun mengutip serangkaian kasus pada tahun 2006 dimana tindak kekerasan diduga dipicu oleh acara gulat Smackdown di TV. Hal serupa juga terjadi pada kasus bunuh diri siswa berumur 16 tahun yang diduga dipengaruhi oleh film animasi.
Menurut laporan akhir tahun dari KPAI, jumlah anak yang dilaporkan menjadi korban praktik bullying di sekolah pada tahun 2015,meningkat menjadi 79 kasus dibanding tahun 2014, yaitu 67 kasus. Adapun insiden tawuran pelajar jumlahnya meningkat lebih dari dua kali lipat pada tahun 2015 menjadi 103 kasus, dibanding tahun 2014 yang berjumlah 46 kasus.
Sementara itu, jumlah anak-anak yang melakukan tindakan kekerasan fisik di luar sekolah jumlahnya menurun pada tahun 2015 menjadi 76 kasus dibanding tahun 2014, yaitu 105 kasus. Jumlah anak yang diduga telah melakukan pelecehan verbal, seperti ancaman dan intimidasi, pada tahun 2015 juga menurun menjadi 16 kasus dibanding tahun 2014, yaitu 27 kasus.
Asrorun mengatakan insiden di luar sekolah tersebut telah menurun jumlahnya dikarenakan lingkungan luar sekolah telah berubah menjadi lebih baik. Oleh karena itu, para pembuat kebijakan di bidang pendidikan dituntut untuk menciptakan lingkungan sekolah yang ramah untuk anak-anak dan tenaga kependidikan lainnya, seperti pustakawan, guru BP dan guru pendidikan jasmani.
Penurunan juga terjadi dalam hal jumlah anak-anak yang menjadi korban pelecehan seksual dan fisik. Jumlah korban kekerasan seksual menurun 193 kasus, dari semula 656 kasus pada tahun 2014 menjadi 273 kasus pada tahun 2015. sementara jumlah korban kekerasan fisik juga menurun menjadi 182 kasus pada tahun 2015 menjadi 273 kasus pada tahun 2014. Asrorun mengatakan, hal itu disebabkan adanya gerakan nasional anti-kekerasan terhadap anak yang juga diatur dalam instruksi presiden.