The Jakarta Post, halaman 8
Empat tahun lalu Dita Agustina berpikir dia tidak akan bisa kembali bersekolah, keluarganya waktu itu baru saja digusur dari rumah mereka di Tangerang. Harapan itu mulai memudar bersama dengan buku-buku, tas sekolah dan alat tulisnya yang ikut hancur selama penggusuran. Namun, ia kemudian belajar di Rumah Belajar Anak Langit, sebuah komunitas belajar untuk keluarga berpenghasilan rendah di Kota Tangerang.
Dita kala itu tengah menyelesaikan tahun terakhirnya di SMP, dan ia berharap suatu saat akan menjadi seorang guru sehingga ia dapat mengajar anak lainnya tentang pentingnya pendidikan.
Komunitas belajar swadaya itu terletak tepat di bantaran Sungai Cisadane, saat ini telah membantu lebih dari 200 anak-anak yang terpinggirkan untuk merebut kembali hak mereka mendapatkan pendidikan, yang telah dilakukan sejak tahun 2004. Rumah Belajar Anak Langit membantu pendidikan anak-anak itu dari sejak balita, melalui pendidikan anak usia dini (PAUD), hingga tingkat SMA, meskipun keadaan ekonomi mereka yang mengkhawatirkan.
Komunitas belajar yang sebagian besar dibangun dengan menggunakan bilik bambu, terbuka sepanjang waktu bagi anak-anak untuk belajar dengan para relawan, atau hanya sekedar singgah.
Pendidikan untuk kelas PAUD berlangsung di lingkungan komunitas belajar itu, sedangkan untuk anak tingkat sekolah dasar dan sekolah menengah akan didukung secara finansial oleh Rumah Belajar Anak Langit dengan memasukkan mereka ke sekolah-sekolah negeri dan swasta di lingkungan sekitarnya dan bebas untuk mengambil kursus tambahan matematika, bahasa Inggris dan mata pelajaran lainnya.
Vina Nur Afiyanti, seorang ibu rumah tangga dan relawan guru di Rumah Belajar Anak Langit, mengatakan, ada proses seleksi yang ketat bagi anak-anak ingin didukung dan terdaftar di komunitas itu. Kriteria terpenting adalah menegaskan kesediaan mereka untuk melanjutkan pendidikan mereka. Saat ini, komunitas tersebut memiliki 20 relawan guru yang berasal dari berbagai latar belakang, mulai dari ibu rumah tangga hingga PNS.
Karena rumah belajar tersebut telah berdiri selama 12 tahun, banyak dari lulusannya yang telah berhasil mendapatkan pekerjaan yang baik. Vina mengatakan, tujuan utama keberadaan rumah belajar dan para gurunya adalah membantu anak-anak untuk membangun kehidupan yang lebih baik.
Vina telah mengajar mata pelajaran matematika di rumah belajar itu dalam kurun waktu tiga tahun terakhir ini. Sebagai relawan, ia tidak berkewajiban untuk pergi ke rumah belajar setiap hari, namun ia siap kapan saja murid-muridnya membutuhkannya.
Namun, keberadaan rumah belajar itu kemungkinan akan terancam karena terletak kurang dari 5 meter dari tepi Sungai Cisadane. Rumor mengatakan bahwa Pemerintah Kota Tangerang akan segera menggusur rumah belajar itu untuk dibangun sebuah tanggul.