Pendidikan di Pesantren Kian Moderen

www.viva.co.id

Pendidikan Islam melalui Pondok Pesantren Indonesia telah mengalami perubahan yang sangat progresif dan begitu berkembang. Hal ini diungkapkan oleh Guru besar Univesitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Azyumardi Azra, dalam The Jakarta Workshop on Promoting Cross Cultural Educational Exchanges in ASEAN. Azyumardi mengatakan, pesantren juga mengalami perubahan, tidak seperti yang dibayangkan dahulu pesantren yang erat kaitannya dengan keterbelakangan.

Ia menjelaskan jika sebelumnya dari segi bangunan pesantren terkenal hanya dengan bilik-bilik, kini bangunan pesantren sudah sangat megah dan modern. Hal ini menimbulkan kebanggaan, bahwa lembaga pendidikan islam tidak butut dan tidak kumuh. Sekarang pesantren tidak diasosiasikan keterbelakangan, tapi pendidikan 24 jam dan dengan berbagai ilmu, karena pesantren itu di bawah pengawasan pemerintah lewat Kementerian Agama.

Dari segi substansif pendidikan di pesantren juga mengalami perkembangan yang sangat baik. Hal ini menurut Azyumardi juga didukung oleh banyaknya Perguruan Tinggi Islam baik Negeri maupun Swasta. Banyaknya lulusan sarjana dari perguruan tinggi islam di Indonesia yang kembali mengajar di pesantren, menurut dia membawa banyak perubahan paradigma dan pendekatan terhadap pendidikan di pesantren.

Dia menjelaskan, bahwa kini di pondok pesantren tidak hanya ditemukan pendidikan agama seperti madrasah, tapi juga sekolah umum, bahkan beberapa juga memiliki sekolah untuk kejuruan. Bahkan beberapa juga memiliki lembaga ekonomi dan kesehatan sendiri. Ia menambahkan, pesantren itu sekarang menjadi ‘Holding Institution’, mulai yang murni agama, maupun yang bersifat umum, di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Education in Pesantren More Modern

www.viva.co.id

Islamic education through Pesantren in Indonesia has undergone progressive changes and major developments as was revealed by Professor of Islam State University (UIN), Syarif Hidayatullah Azyumardi Azra, at the Jakarta workshop on Promoting Cross Cultural Educational Exchanges in ASEAN. He said that pesantren have also undergone changes and left behind the old image that was mostly related to underdevelopment.

He added that whereas previously, pesantren buildings were identical with small chambers, today the buildings are large and modern. This is something to be proud of because the institution of Islamic education is not obsolete and low class. Today, pesantren are no longer associated with underdevelopment but 24-hour education with various science subjects because pesantren are under the supervision of the government through the Ministry of Religious Affairs.

From a substantive educational viewpoint, pesantren have also undergone major development. Azyurmadi said that this achievement was largely due to the support from many Islamic Universities, both private and state. Many undergraduates from Islam universities who teach in pesantren have brought many changes in the paradigm and approach to education in pesantren.

He explained that today’s pesantren not only provide religious education similar to that of madrasah but also general education similar to other schools. Some pesantren are even have vocational schools and some others also have economic and health institutions. He added that pesantren have become “Holding Institutions”, whether purely religious in nature or those with a more general character, all under the supervision of the Ministry of National Education.

Link: http://nasional.news.viva.co.id/news/read/853205-pendidikan-di-pesantren-kian-modern

vivacoid_pendidikan-di-pesantren-kian-modern

Komnas Perlindungan Anak Dukung UN Dihapus

www.republika.co.id

Komisi Nasional Perlindungan Anak mendukung langkah pemerintah untuk menghapuskan program ujian nasional mulai 2017. Komnas PA menilai Ujian Nasional melanggar hak-hak anak.

Ketua Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait mengatakan, sejak 2003, pihaknya sudah menyatakan tidak setuju pelaksanaan ujian nasional diberlakukan kepada siswa-siswi. Penolakan terhadap UN, menurut komnas, ditujukan baik sekolah dasar maupun tingkat SMA dan sederajat. Arist mengatakan, Komnas PA memang sudah tidak menyetujui diadakannya ujian nasional yang menentukan kelulusan siswa, dan itu pelanggaran terhadap anak.

Menurut dia, sejak Indonesia mempunyai Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, ujian nasional menjadi persyaratan utama kelulusan anak. Oleh karena itu, Komnas Perlindungan Anak menyatakan hal itu sebagai pelanggaran yang dilakukan oleh pemerintah terhadap anak sebagaimana hasil putusan Mahkamah Agung pada 2013 mengenai UN untuk dievaluasi karena bukan penentu kelulusan.

National Commission for Child Protection Supports the Abolition of National Examination

www.republika.co.id

National Commission for Child Protection (Komnas PA) supports the government’s plan to abolish the national examination (UN) in 2017. Komnas PA considers UN to be a violation of children’s rights.

Chairman of Komnas PA, Arist Merdeka Sirait, said that his Commission has been stating their disagreement to subjecting students to UN since 2003. This rejection of UN refers to all levels from elementary school to senior high school and equivalent. Arist said that Komnas PA has always disagreed with the implementation of UN, which is used to determine students’ graduation and believes that it violates children’s rights.

From the moment Indonesia enacted the Law on National Education System, UN has become the primary requirement for the graduation of students. Komnas PA, therefore, stated that it is a form of violation conducted by the government against children in light of the Supreme Court decision in 2013 demanding an evaluation toward UN because it should not be the sole arbiter on the graduation of students.

Link: http://www.republika.co.id/berita/pendidikan/eduaction/16/11/29/oheeb3365-komnas-pa-dukung-ujian-nasional-dihapus

rol_komnas-pa-dukung-ujian-nasional-dihapus

Perguruan Tinggi Setuju LAM Dibentuk

Jawa Pos, halaman 26

Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikiti) terus meningkatkan mutu kualitas perguruan tinggi. Rencananya, proses akreditasi program studi (prodi) yang semula dilakukan Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) digantikan Lembaga Akreditasi Mandiri (LAM). Perguruan tinggi menyambut baik pembentukan LAM untuk setiap prodi. Syaratnya, proses berjalan kredibel dan objektif.

Rektor Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Djaali menyambut baik rencana pembentukan LAM. LAM akan mengurangi beban BAN-PT dalam melakukan akreditasi. Selama ini, BAN-PT, sebagai lembaga akreditasi negera, kewalahan melakukan akreditasi perguruan tinggi dan prodi yang jumlahnya terus bertambah setiap tahunnya.

Dia menjelaskan, sangat sulit jika akreditasi hanya diwadahi satu badan. Sebab, jumlah prodi selalu berkembang dan meningkat. Setiap program studi pun memiliki ciri khas. Artinya, setiap prodi memiliki standar pembelajaran, capaian, proses, tenaga pengajar, dan fasilitas yang berbeda. Djaali mengatakan apabila ada LAM, peniliaian lebih objektif dan dapat merujuk pada kekhasan setiap prodi.

Dia mengingatkan, jika rencana pembentukan LAM benar-benar akan direalisasikan, struktur kelembagaan harus diisi orang-orang yang kredibel. Terutama para asesor yang melakukan akreditasi. Jadi, proses dilakukan objektif sehingga menghasilkan akreditasi yang valid.

Universities Agree for LAM to be Formed

Jawa Pos, page 26

Ministry of Research, Technology and Higher Education (Kemenristek Dikiti) continues to improve the quality of higher education. The plan is the process of accreditation of study programs (Prodi) which was originally performed by the National Accreditation Board of Higher Education (BAN-PT) is to be replaced by the Independent Accreditation Agency or Lembaga Akreditasi Mandiri (LAM). Higher education welcomed the establishment of LAM for each study program.  On condition, the process runs credibly and objectively.

Rector of State University of Jakarta (UNJ) Djaali welcomed the planned establishment of LAM. LAM will reduce the burden of BAN-PT in conducting accreditation.  So far, BAN-PT, as the state accrediting agency, is overwhelmed with the accreditation of universities and study programs whose numbers continue to grow each year.

He explained it is very difficult if accreditation is only contained by one body; because the number of study programs is always evolving and increasing. Each study program also has a typical characteristic. That is, each study program has different learning standards, performances, processes, teaching personnel, and facilities. Djaali said if there is LAM, assessment would be more objective and could refer to the peculiarities of each study program.

He warned if the planned formation of LAM will actually be realized, institutional structures must be filled by those who are credible. Especially the assessors conducting the accreditation. So, the process is carried out objectively so as to produce valid accreditation.

jawapos_perguruan-tinggi-setuju-lam-dibentuk

UN Dihapuskan, Daerah Berlomba Berinovasi

Suara Pembaruan, halaman 18

Mengenai moratorium ujian nasional (UN) sudah lama diusulkan oleh pemngamat pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Prof Wuryadi yang juga merupakan peneliti senior di Dewan Pendidikan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Menurutnya, UN tidak mencerminkan kemampuan sesungguhnya seorang siswa, bahkan tidak mampu menganalisis kualitas dan kepribadian seorang siswa.

Dalam menempuh UN, ujarnya siswa hanya belajar pada kebenaran mutlak, tetapi tidak menggunakan intuisinya. Karena itu, siswa hanya terbiasa berfikir secara linier dan tidak mampu menterjemahkan hal-hal lain di luar pelajaran yang harus diujikan di dalam UN.

Prof Wuryadi mengatakan bahwa pihaknya dari dulu sudah mengusulkan untuk diadakannya evaluasi sekolah berskala nasional yang diadakan dalam waktu tertentu, tetapi evaluasi itu bukan untuk menentukan kelulusan siswa, apalagi untuk alat masuk ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Evaluasi semata-mata untuk menilai kualitas sekolah. Selain itu, ujar Prof Wuryadi, keunggulan nilai akhlak juga tidak bisa hanya ditinjau dari nilai UN, sehingga indikator-indikator kelulusan siswa dan kualitas siswa luput.

Kepala Dinas Pendidikan DI Yogyakarta Kadarmanta Baskoro Aji mengatakan, penghapusan UN tidak akan terpengaruh pada mutu pendidikan maupun lulusan sekolah di Yogyakarta. Penghapusan UN justru akan meningkatkan mutu pendidikan, karena tentunya masing-masing daerah akan membuat formula yang sesuai dengan blue print daerah itu.

UN Abolished, Regions Race to Innovate

Suara Pembaruan, page 18

Regarding the moratorium of the national exams (UN) has long been proposed by education observer of Yogyakarta State University (UNY) Prof Wuryadi who is also a senior researcher at the Board of Education of Special Region of Yogyakarta (DIY). According to him, the UN does not reflect the real potential of a student; nor can it analyze the quality and personality of a student.

In taking UN, he said students only learn the absolute truth, but do not use their intuition. Therefore, students are only used to thinking in a linear manner and unable to translate other things outside the lessons that are tested in the UN.

Prof Wuryadi said he had always suggested to hold nationwide school evaluation conducted within a certain time, but the evaluation is not to determine students’ graduation, moreover for a means to entering higher education. The evaluation is solely to assess the quality of the school. In addition, said Prof. Wuryadi, excellence in moral values cannot be viewed only from UN scores, so the indicators of student graduation and the quality of students escape.

Head of DI Yogyakarta Education Agency Kadarmanta Baskoro Aji said the removal of the UN would not affect the quality of education nor of graduates of schools in Yogyakarta.  The elimination of UN would actually improve the quality of education because of course each region would create a formula corresponding to the blue print of that area.

suara-pembaruan_un-dihapuskan-daerah-berlomba-berinovasi

Menteri Sosial Deklarasikan Indonesia Bebas Anak Jalanan pada 2017

www.antaranews.com

Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa, mendeklarasikan program Indonesia Bebas Anak Jalanan pada 2017 di depan Monumen Nasional. Ia mengatakan, sebenarnya, deklarasi bebas anak jalanan sudah dilakukan sejak 2015, tapi kegiatan ini untuk memperkuat tekad pemerintah agar pada tahun 2017 Indonesia benar-benar terbebas dari anak jalanan. Deklarasi ini  dilakukan kementerian bersama ratusan anak-anak dan sejumlah kepala daerah.

Jumlah anak jalanan di Indonesia pada tahun 2015 mencapai 33.400 anak. Yang tersebar di 16 provinsi di Indonesia. Sekitar 6.000 anak jalanan telah mendapatkan layanan Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA) pada 2016. Jumlah anak jalanan tertinggi terdapat di DKI Jakarta sebanyak 7.600 anak, disusul Jawa Barat dan Jawa Tengah sebanyak 5.000-an anak dan Jawa Timur sekitar 2.000-an anak jalanan.

Kehidupan di jalanan sangat keras dan membahayakan bagi kehidupan anak-anak karena rentan akan ancaman kecelakaan, eksploitasi, dan pelecehan seksual. Kondisi ini juga sangat rentan terhadap pelanggaran hak anak yang menjadi komitmen nasional maupun internasional. Lebih lanjut ia mengatakan, penanganan anak jalanan merupakan tanggung jawab bersama antara masyarakat dan pemerintah, baik pemerintah pusat, provinsi, kabupaten dan kota.

Dirinya menambahkan, yang paling utama dalam penanganan anak jalanan ini adalah terkait dengan isu keluarga, karena masalah anak turun ke jalan paling banyak karena masalah keluarga.

Minister Parawansa Declares Street-Children Free Indonesia by 2017

www.antaranews.com

Social Affairs Minister Khofifah Indar Parawansa declared a street-chilren free Indonesia by 2017 at the National Monument. She said, actually, the declaration of street-childen free program was declared for the first time in 2015, but this is to reiterate government determination to make Indonesia free from street children by 2017. The declaration was voiced by the minister together with hundreds of children and several regional heads.

The number of street children in Indonesia in 2015 reached 33,400. They lived in 16 provinces. Some six thousand children have so far received services under the the governments Child Social Welfare Program in 2016. The largest number of street children, reaching 7,600, were found in Jakarta, followed by West Java and Central Java respectively some five thousand children, and East Java (around 2,000).

Living in streets are tough, and dangerous for children as they are prone to accidents, violence, human trafficking, and sexual assaults. Such a condition is against the rights of children that are protected by the national and international laws. The central government, local administrations and communities are responsible for helping street children, she remarked.

Minister added, the most important is family because many children have been forced to live on the streets due to problems in their families.

Link: http://www.antaranews.com/en/news/108062/minister-parawansa-declares-street-children-free-indonesia-by-2017

antaranews_minster-parawansa-declares-street-children-free-indonesia-by-2017