The Jakarta Post, halaman 3
Jumlah gadis remaja yang melahirkan di Yogyakarta pada 2016 tetap tinggi. Data Dinas Kesehatan Provinsi Yogyakarta menunjukkan bahwa dari Januari hingga November tahun ini, angkanya mencapai 720 remaja.
Gama Triono, Direktur Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Yogyakarta, mengatakan, meskipun jumlah ini lebih rendah dari tahun sebelumnya, yaitu sebanyak 1.078 remaja tercatat telah melahirkan, namun angka yang ditunjukkan pada tahun ini masih tetap memprihatinkan.
Gama mengatakan, pelecehan seksual di kalangan pasangan muda merupakan salah satu faktor yang menyebabkan tingginya tingkat kehamilan di kalangan remaja di Yogyakarta. Pernikahan dianggap sebagai solusi untuk menutupi kehamilan yang tidak diinginkan, sehingga mereka memutuskan untuk melahirkan bayi mereka.
Data tahun 2013 hingga 2016 menunjukkan bahwa jumlah rata-rata perempuan yang hamil pada usia muda di provinsi ini mencapai 957 orang per tahun, dan rata-rata jumlah perempuan yang melahirkan pada usia muda mencapai 79 orang per bulan.
Menurut Gama, dalam UU Perkawinan, perempuan diperbolehkan untuk menikah pada usia 18 tahun. Hal ini turut memberikan kontribusi terhadap tingginya angka perempuan yang melahirkan dalam usia muda di Yogyakarta. PKBI mencatat bahwa angka pernikahan di bawah umur pada tahun 2015 jumlahnya mencapai ratusan orang di tiga kabupaten, yaitu Sleman, Bantul dan Gunungkidul.
Gama menambahkan, faktor lain yang turut berkontribusi terhadap tingginya tingkat kehamilan di kalangan remaja adalah kurangnya pemberian materi pendidikan yang tepat tentang kesehatan reproduksi bagi kalangan remaja, karena hal itu masih dinggap tabu.
Kepala Bina Kesehatan Keluarga,Dinkes Daerah Istimewa Yogyakarta, Sutarti, mengatakan, penelitian pada 2010 menunjukkan bahwa sebanyak 70 persen pasangan yang belum menikah tidak menggunakan alat kontrasepsi ketika mereka pertama kali melakukan hubungan seks. Inilah sebabnya mengapa, lanjutnya, jumlah kehamilan yang tidak diinginkan tetap tinggi.
Sri Mulyani, Kepala Bappeda Yogyakarta, mengatakan, pemerintahan dan para ahli dari universitas di Yogyakarta telah meningkatkan upaya mereka guna menanggulangi dampak negatif dari era keterbukaan informasi terhadap perilaku remaja. Ia mengatakan, pendidikan dari orangtua harus diperkuat. Orang tua seharusnya tidak mudah memarahi anak-anak mereka dan melarang mereka melakukan sesuatu. Orang tua harus mampu membangun diskusi dengan anak-anak mereka, memahami masalah mereka dan membantu menemukan solusinya.