Guru Indonesia Berjuang Dorong Toleransi

The Jakarta Post, halaman 2

Juru bicara Asosiasi Guru Pendidikan Agama Islam Indonesia (AGPAII), Ahmad Budiman, mengakui bahwa organisasinya memikul tanggung jawab yang besar sehubungan dengan meningkatnya intoleransi. Banyak pihak yang menyalahkan guru pendidikan agama Islam (PAI) karena telah gagal menanamkan nilai-nilai toleransi dan inklusif pada generasi muda Indonesia.

Sebuah studi yang dilakukan oleh Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) pada 2016, misalnya, menemukan bahwa sebanyak 80 persen guru PAI menolak untuk memberikan perlindungan bagi para pengikut Ahmadiyah dan Syiah, dua aliran dalam Islam yang dianggap sesat oleh mayoritas umat Muslim Sunni.

Terlebih, dalam studi yang dilakukan di wilayah Jawa Barat, Banda Aceh, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, dan Jawa Tengah tersebut mengungkapkan bahwa sebanyak sebanyak 81 persen guru PAI menolak pembangunan tempat ibadah bagi non-Muslim dan sebanyak 78 persen dari mereka beranggapan bahwa guru non-muslim tidak seharusnya diperbolehkan untuk mengajar di sekolah-sekolah Islam.

Sementara itu, studi yang dikeluarkan PPIM, dimana survei-nya dilakukan secara luas di  kota-kota dengan basis Islam konservatif menemukan bahwa hasilnya tidak selalu mewakili pendapat semua guru PAI di Indonesia. Sehingga, hal itu dianggap sebagai seruan bagi perlunya pembaruan dalam PAI dan pentingnya pelatihan bagi guru PAI guna membendung gelombang fanatisme agama.

Ahmad mengatakan, AGPAII sebagai organisasi yang memiliki  anggota sekitar 200.000 orang yang tersebar diseluruh Indonesia tersebut telah mengadakan sejumlah program guna mendorong toleransi diantara para anggoranya. Pada tahun lalu, misalnya, AGPAII mengirimkan sebanyak 30 guru untuk tinggal selama beberapa hari dengan para pengikut Ahmadiyah yang terdapat di Kuningan, Jawa Barat, untuk masing-masing belajar mengenai pandangan mereka terhadap agama Islam.

Ahmad, yang juga turut ambil bagian dalam program tersebut mengakui bahwa ia dan pengikut Ahmadiyah memiliki pandangan yang berbeda tentang Islam. Namun demikian, tegasnya, ia kini dapat menerima perbedaan tersebut, dan yang terlebih penting adalah bisa berempati dengan penderitaan yang mereka alami.

Ahmad, yang juga seorang guru di sebuah SMK, menyayangkan bahwa ternyata tidak semua guru PAI bisa memiliki pengalaman seperti itu. Beberapa rekan-rekannya, imbuhnya, menunjukkan sikap permusuhan terhadap keyakinan orang lain, terutama terhadap para pengikut aliran yang berbeda dalam Islam.

AGPAII melihat bahwa hal tersebut disebabkan beberapa alasan. Sekjen AGPAII, Mahnan Marbawi, misalnya, menyoroti bahwa ternyata tidak semua guru PAI memiliki latar belakang pendidikan agama yang kuat, sehingga beberapa guru PAI itu gagal memahami akan pentingnya memasukan nilai-nilai toleransi di dalam kelas.

Masalah lainnya adalah rendahnya gaji guru PAI. Ahmad mengakui bahwa beberapa dari mereka berpenghasilan kurang dari Rp 500.000 per bulan. Kebanyakan dari guru PAI tersebut berada dibawah Kementerian Agama (Kemenag) atau pemerintah daerah (Pemda).

Meskipun demikian, lanjutnya, AGPAII akan tetap melanjutkan misinya untuk mendidik para anggotanya akan pentingnya menanamkan nilai-nilai toleransi di Tanah Air. Penasihat AGPAII, Imam Tholkhah, mengatakan bahwa AGPAII perlu memberikan pelatihan tentang toleransi beragama bagi semua guru karena mereka memiliki kendali di dalam kelas. Mereka memiliki pengaruh terhadap murid-murid mereka karena memiliki otonomi untuk menyampaikan kepada murid-murid mereka mengenai perspektif-perspektif dalam agama.

Teachers Struggle to Promote Tolerance

The Jakarta Post, page 2

Ahmad Budiman, a spokesman for the Indonesian Islamic Education Teachers Association (AGPAII), said he acknowledged the huge responsibility his organization had to bear. With intolerance rising, many have pointed their fingers at the failure of religion teachers to instill the values of tolerance and inclusive in Indonesian youth.

A 2016 study by the Center for the Study of Islam and Society (PPIM), for instance, found 80 percent of Islamic education teachers refused to give shelter to the followers of Ahmadiyyah and Shia Islam, the two Islamic sects that are considered heretical by majority Sunni Muslims.

Moreover, the study, which was conducted in West Java, Banda Aceh, West Nusa Tenggara, South Sulawesi and Central Java, found 81 percent of Islamic education teachers rejected the establishment of places of worship for religions other than Islam and 78 percent of them believed non-Muslims should not be allowed to teach in Islamic schools.

While the PPIM study does not necessarily represent all Islamic education teachers in the country, with the survey conducted in cities widely known as conservative bastions, it has been seen as a wakeup call for reform in Islamic education and better training for the people who teach it so that they can help stem the tide of religious bigotry.

The AGPAII, which has around 200,000 members nationwide, has held a number of programs to promote tolerance among its members, Ahmad said. Last year, for instance, the association sent 30 teachers to spend a few days living with the beleaguered Ahmadis in Kuningan, West Java, to learn about each other’s religious views.

Ahmad, who took part in the program, said he acknowledged that he and the Ahmadis had different views on Islam, but stressed that he now could accept their differences, and more importantly, could empathize with their suffering.

Ahmad, who teaches at a vocational school, however, lamented the fact that not all Islamic education teachers could have such an experience, admitting that some of his fellow teachers have shown hostility toward the beliefs of others, particularly followers of different sects within Islam.

There are a number of reasons for that, the AGPAII said. AGPAII secretary-general Mahnan Marbawi, for instance, highlighted the fact that not all Islamic education teachers had strong religious education backgrounds, citing that as the reason why some of them had failed to understand the importance of incorporating the values of tolerance in classrooms.

The other problem is that some Islamic education teachers are underpaid. Some of them earn less than Rp 500,000 a month, Budiman claimed. Islamic education teachers are mostly hired by the Religious Affairs Ministry or the local administrations.

Nevertheless, the AGPAII said it would continue its mission to educate its members on the importance of spreading the values of tolerance in the country. AGPAII adviser Imam Tholkhah said AGPAII need to provide training on religious tolerance for all teachers because they have the control over their classes. They have influence over their students because they have the autonomy over what kind of religious perspectives to deliver to students.

the-jakartapost_teachers-struggle-to-promote-tolerance

Prodi Agama Minim Peminat

Republika, halaman 5

Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin meminta Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTIN) berinovasi. Hal ini penting untuk mengatasi rendahnya minat calon mahasiswa untuk menimba ilmu pada program studi (prodi) agama. Kondisi ini, menurut Menag, menjadi tantangan bagi PTKIN agar bisa segera diatasi. Sebab, PTKIN pada awalnya justru dibangun dengan ilmu-ilmu pokok agamaan. Saat ini, ujar Menag, sedang membutuhkan ilmuan yang ahli dalam bidang ilmu hadist, perbandingan mazhab dan filsafat agama.

Menurut Menag, minat masuk ke PTKIN sebenarnya terus meningkat dari tahun ke tahun. Sayangnya, peningkatan itu tak diikuti dengan minat masuk prodi agama. Menag pun mengaku sedih mendengar informasi bahwa prodi Filsafat Agama, Ilmu Hadis, dan Perbandingan Agama menjadi prodi yang paling sedikit peminathnya dibanding prodi-prodi lainnya.

Karena itu, menurut dia, perlu ada inovasi agar Seleksi Pretasi Akademik Nasional (SPAN) dan Ujian Masuk (UM) PTKIN tidak saja menyuburkan banyaknya peminat ilmu-ilmu umum atau yang sedang laku di pasaran, namun juga memikirkan dan menghidupkan kajian-kajian strategis dalam studi-studi keislaman.

Namun, Menag tetap bersukur karena, PTKIN semakin dikenal masyarakat luas sebagai perguruan tinggi keagaamn Islam yang tidak lagi kelas dua, namun sebagai pilihan utama dan membanggakan. Namun demikian, identitas PTKIN dengan core competency dalam bidang keagamaan tidak boleh pudar.

Menanggapi hal itu, Rektor UIN Syarif Hidayataullah Jakarta, Dede Rosyada berpendapat, sedikitnya peminat pada prodi Ilmu Tasawuf dan Filsafat Agama disebebkan mahasiwa sekarang lebih pragmatis. Mereka memilih prodi yang dinilai lebih memiliki prospek kerja. Sebaliknya, prodi Ilmu Tasawuf dan ilmu-ilmu kegaamaan lainnya dinilai kurang memiliki prospek kerja.

Religion Study Programs Lack Enthusiasts

Republika, page 5

Minister of Religious Affairs (Minister) Lukman Hakim Saifuddin asked State Islamic Religious Affairs Higher Education (PTKIN) to innovate. It is important to address the low interest of prospective students to gain knowledge on the religion study programs (Prodi). This condition, according to the Minister of Religious Affairs, is a challenge for PTKIN to be immediately addressed. Because, PTKIN was initially built with the principles of religious sciences. Today, the Minister of Religious Affairs (Menag) said, (they) are in need of scholars who are expert in the fields of hadith science, mazhab comparison and religious philosophy.

According to Menag, interest to enter PTKIN actually continues to increase from year to year. Unfortunately, the increase was not followed by an interest in entering into religious study programs.  Menag admitted he was sad to hear the information that the Prodi of Philosophy of Religion, Science of Hadith, and Comparative Study of Religion become Prodi with the least enthusiasts compared to other Prodi.

Therefore, according to him, there should be innovations in order for the National Academic Achievement Selection or Seleksi Prestasi Akademik Nasional (SPAN) and the PTKIN Entrance Examination (UM) not only nurture the many enthusiasts of general sciences or subjects selling well in the market, but also thinking of and instigating strategic studies in Islamic studies.

However, Menag remains thankful because, PTKIN is more widely known as the Islamic religion higher education that is no longer second class, but as the main choice and prideful. However, the identity of PTKIN with core competencies in the fields of religion should not fade.

In response, Rector of UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Dede Rosyada argued, the few enthusiasts in the Tasawuf Science and Philosophy of Religion is because students are now more pragmatic. They choose Prodi considered to have greater job prospects. In contrast, the study program of Tasawuf Science and other religious sciences are considered to have less job prospects.

republika_prodi-agama-minim-peminat

15.000 SD dan SMP Menjadi Percontohan

Kompas, halaman 12

Tahun ini pemerintah menetapkan 15.000 sekolah sebagai sekolah model untuk pembentukan karakter siswa. Setiap sekolah tersebut akan memberikan materi pembelajaran berbeda, 70 persen di antaranya materi pembentukan karakter. Materi tersebut disampaikan dalam kegiatan belajar yang berlangsung dari pada hingga sore.  Program pembentukan karakter ini akan dijalankan di jenjang SD hingga SMP. Adapun sebagian besar sekolah yang akan menjadi sekolah model adalah SD dan SMP negeri di seluruh Indonesia.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengatakan, di luar 15.000 sekolah yang akan menjadi proyek percontohan tersebut, pemerintah juga meminta sekolah-sekolah lain ikut secara sukarela terlibat menjalankan program tersebut. Sejauh ini, pemerintah daerah yang sudah menyatakan siap mengikutsertakan sekolah-sekolah di daerahnya untuk menjalankan program pembentukan karakter ini, antara lain, Kabupaten Bandung dan Purwakarta di Jawa Barat, Kabupaten Bantaeng di Sulawesi Selatan, serta Kota Malang, Kabupaten Pasuruan, dan Kabupaten Banyuwangi di Jawa Timur.

Dalam hal ini, menurut Muhadjir, pemerintah tidak akan memberikan bantuan tambahan anggaran kepada sekolah-sekolah tersebut. Namun, pihak sekolah juga diminta tetap membenahi dan memperbaiki segala sesuatu, menyangkut sistem dan kegiatan belajar mengajar sesuai dengan sistem pendidikan berbasis karakter.

Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Magelang Haryono mengatakan, pihaknya siap mengikutsertakan sejumlah sekolah di Kabupaten Magelang untuk menjalankan program pembentukan karakter. Program ini, menurut dia, bisa dijalankan dengan mudah, sepanjang hari, di sekolah-sekolah berasrama yang memang sudah ada di Kabupaten Magelang. Haryono mencontohkan, untuk tingkat SMP, paling tidak ada 10 sekolah berasrama di Kabupaten Magelang.

15,000 Primary and Junior High Schools to be Pilot Schools

Kompas, page 12

This year the government has determined 15,000 schools as model schools for student character building. Each school will provide different learning materials, 70 percent of which is on character building. The material is presented in the learning activities that will take place from morning until late afternoon. This character building program will be implemented in primary and junior high schools. The majority of schools that will be model schools are state primary and junior high schools across Indonesia.

The Minister of Education and Culture, Muhadjir Effendy said that  beyond the 15,000 schools that will be pilot project schools, the government also asked  other schools  to voluntarily participate and be involved in running the program. So far, the regional administrations had expressed their readiness to engage schools in their areas to run the character building program, among others, Bandung and Purwakarta Regencies in West Java Bantaeng regency in South Sulawesi, as well as Malang City, Pasuruan Regency and Banyuwangi  Regency in East Java.

In this case, according to Muhadjir the government will not provide additional budget to those schools. However, the schools are also asked to keep improving everything related with system and learning activities in accordance with the character-based education system.

Acting Head of the Magelang Regency Education Agency, Haryono said that his office is ready to include a number of schools in Magelang Regency to conduct the character building program. According to Haryono, this program could easily be implemented throughout the day, at boarding schools that already exist in the Magelang Regency. He pointed out that at the junior high school level, there are at least 10 boarding schools in Magelang.

kompas_15000-sd-dan-smp-menjadi-percontohan

Kinerja Guru Besar Dievaluasi

Kompas, halaman 12

Tunjangan profesi dosen dan tunjangan kehormatan profesor akan diberikan pemerintah dengan mengevaluasi kinerja dosen. Evaluasi pertama kalinya dilakukan pada November nanti dengan mengacu pada karya ilmiah yang dipublikasikan sesuai ketentuan. Kebijakan pembayaran tunjangan pada 2018 mengacu pada hasil evaluasi ini dan diberlakukan kembali pada tiga tahun berikutnya.

Direktur Jenderal Sumber Daya Iptek dan Pendidikan Tinggi Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Ali Ghufron Mukti mengatakan, kebijakan mengevaluasi tunjanagn profesi dosen dan tunjangan profesi dosen  dan tunjangan guru besar berdasarkan Peraturan Menristek dan Dikti No 70 Tahun 2017. Kinerja dosen dengan jabatan akademik lektor kepala dan guru besar pada 2015-2017 dievaluasi. Fokusnya pada jumlah publikasi ilmiah.

Pada November nanti, lektor kepala sedikitnya sudah menerbitkan tiga karya ilmiah di jurnal nasional terakreditasi atau satu karya ilmiah di jurnal internasional. Adapun profesor harus memiliki sedikitnya tiga karya ilmiah yang diterbitkan di jurnal internasional atau minimal satu karya ilmiah di jurnal internasional bereputasi. Pemerintah, kata Ali Ghufron, ingin mengajak dosen fokus melaksanakan tridarma perguruan tinggi. Selama ini, dosen lebih banyak fokus di pengajaran. Penelitian terlupakan. Padahal, ini penting untuk mendorong budaya riset dari perguruan tinggi tumbuh subur dan menghasilkan inovasi yang dapat meningkatkan daya saing bangsa.

Pada tahun ini, ditargetkan 70 profesor, baik asing, diaspora, maupun dalam negeri, yang bereputasi internasional akan membantu perguruan tinggi dalam negeri meningkatkan riset dan publikasi karya ilmiah di jurnal internasional. Peningkatan mutu dosen, ujar Ghufron,  dengan merekrut calon dosen berpotensi lewat Program Magister Menuju Doktor untuk Sarjana Unggul (PMDSU).

Professors’ Performances Evaluated

Kompas, page 12

Professional allowances for lecturer and honorary allowances for professors will be given by the government based on evaluation of their performances. The first evaluation will be conducted in November based on their published scientific work as regulated. Policy on benefit payments in 2018 pursuant to the results of these evaluations and will be re-implemented in the next three years.

The Director General for Science and Technology  Resources and Higher Education, Ministry of Research, Technology and Higher Education, Ali Ghufron Mukti said that the policy on evaluating  lecturer profession benefits  and professor allowances is pursuant to Minister of Research, Technology and Higher Education Regulation No. 70 Year 2017. The performance of lecturers with academic position as associate professors and professors in 2015-2017 will be evaluated. The focus will be based on the number of scientific publications.

By November, an associate professor should have published at least three scientific papers in an accredited national journal or one scientific paper in an international journal. Whereas the professors must have at least three scientific papers published in an international journal or at least one scientific paper in a reputable international journal. Ali Ghufron said that the government would like to invite lecturers to focus on implementing the University Tridarma oath.  So far, the lecturers have been more focused on teaching and research was forgotten.  In fact, it is important to promote a research culture in the  universities to develop  and produce innovations that can improve the nation’s competitiveness.

This year, it is  targeted that 70 professors,  both foreign, diaspora, as well as domestic, with international reputations to assist the country’s  universities to  increase researches  and publications of scientific works in international journals. Ghufron said that quality improvement of lecturers can be done by the recruitment of potential lecturers through the Master Program towards Doctoral degree for Best Lectures/Graduates (PMDSU).

kompas_kinerja-guru-besar-dievaluasi

Minat Mahasiswa Timpang

Kompas, page 12, Sabtu, 4 Feb

Mahasiswa yang meminati program studi rumpun sosial-humaniora mencapai lebih dari 65 persen dari total hampir 5 juta mahasiswa. Perguruan tinggi harus menempuh terobosan agar minat mahasiswa ke rumpun sains-teknik lebih besar daripada rumpun lainnya. Direktur Jenderal Sumber Daya Iptek dan Pendidikan Tinggi Ali Ghufron Mukti mengatakan, saat ini disiapkan rencana induk sumber daya iptek dan dikti. Pemetaan SDM bidang ini memotret kebutuhan dan ketersediaan SDM iptek dan dikti antara lain bidang teknik dan kesehatan.

Dari pemetaan mahasiswa di perguruan tinggi (PT), yang memilih sosial-humaniora 50,7 persen, pendidikan 14,7 persen, dan seni budaya 0,4 persen. Adapun keinsinyuran 16,1 persen, pertanian 5,3 persen, kedokteran dan kesehatan 3,9 persen, serta sains 8 persen. Menurut Ali, pemerintah perlu mengarahkan program studi lintas disiplin ilmu untuk mengantisipasi kebutuhan SDM dalam pembangunan, industri, dan tren ke depan. Orangtua dan calon mahasiswa juga perlu acuan agar mendapat gambaran bidang yang potensial.

Secara terpisah, Rektor Universitas Pertamina Akhmaloka mengatakan, pendidikan tinggi di Indonesia didominasi akademik dan tidak relevan. Hal ini berbeda dengan di Korea Selatan, di mana mahasiswa yang memilih sains dan teknik lebih dari 70 persen. Menurut dia, pemenuhan keperluan SDM dalam bidang energi ke depan semakin dibutuhkan. Universitas Pertamina memilih fokus menyiapkan tenaga ahli dalam manajemen dan teknik pengelolaan energi dalam upaya mendukung pertumbuhan industri di bidang ini dan komitmen pemerintah dalam mewujudkan kedaulatan energi.

Sementara itu, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti meminta PT mendukung visi pemerintah yang akan memperkuat pertumbuhan ekonomi dengan menjadikan laut sebagai masa depan. Potensi sumber daya laut yang melimpah perlu dikembangkan dengan penyiapan SDM yang mampu memanfaatkan kekayaan laut untuk kesejahteraan rakyat. Ia berharap agar ada revolusi mental dalam pendidikan dari tingkat dasar hingga PT untuk memperkuat filosofi kemaritiman dalam diri anak bangsa.

Student Interest Imbalanced

Kompas, page 12, Saturday, Feb 4

Students interested in the courses of social-humanities clusters reach more than 65 percent of a total of nearly 5 million students. Universities should make breakthroughs so that students’ interest towards engineering science clusters is greater than to the other clusters. Director General of Science & Technology Resources and Higher Education Ali Ghufron Mukti said currently a master plan of science and technology resources and higher education is prepared. Mapping the HR of this field portrays the needs and availability of human resources of science and technology and higher education among others the fields of engineering and health.

Mapping of higher education (PT) students indicates, those who chose the social-humanities 50.7 percent, education 14.7 percent, art and culture 0.4 percent. Whereas in engineering 16.1 percent, agriculture 5.3 percent, medical and health 3.9 percent, and science 8 percent. According to Ali, the government should direct interdisciplinary study programs to anticipate HR needs in the construction/development, industry, and future trends. Parents and prospective students will also need a reference in order to get an overview of potential fields.

Separately, Rector of the University of Pertamina Akhmaloka said, higher education in Indonesia is dominated by academic (studies) and is irrelevant. It is different in South Korea, where students who choose science and engineering are over 70 percent. According to him, the fulfillment of human resources needs in the field of future energy is increasingly required. University of Pertamina chooses to focus on preparing experts in management and energy management techniques in effort to support the growth of industry in this area/field and the government’s commitment in realizing energy sovereignty.

Meanwhile, Minister of Maritime Affairs and Fisheries Susi Pudjiastuti asked PT to support the government’s vision that will strengthen economic growth by making the sea as the future. The potentials of the abundant marine resources need to be developed with the preparation of human resources capable of utilizing ocean resources for the welfare of the people. He hopes that there is a mental revolution in education from the primary to the higher education (PT) levels to strengthen maritime philosophy within the nation.

kompas_minat-mahasiswa-timpang