Sekolah Reyot Segera Berganti Rupa

Media Indonesia, halaman 10

Dinas Pendidikan (Disdik) DKI Jakarta berencana melanjutkan kegiatan rehabilitasi berat atas 31 sekolah di DKI Jakarta. Sebelumnya, usulan 55 kegiatan rehabilitasi itu ditolak lantaran dinilai tidak mendesak. Dari hasil tinjauan lapangan akhirnya dipilih 31 sekolah yang dinilai mendesak untuk segera direhabilitasi berat.

Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) DKI Jakarta, Sopan Adrianto, mengatakan, rehabilitasi berat sekolah akan dilaksanakan pada gedung sekolah tingkat SD dan SMP. Pada saat penyusunan anggaran 2017, 55 kegiatan rehabilitasi berat gedung sekolah dianggarkan Rp98 miliar.

Terkait hal itu, Sekretaris Dinas Pendidikan DKI Susi Nurhati menyebut dana 55 kegiatan rehabilitasi tersebut sudah masuk Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2017. Namun, tahun ini hanya 31 gedung sekolah yang direhabilitasi sehingga sisa dari dana rehabilitasi akan dikembalikan saat APBD perubahan (APBD-P). Sementara,  sisa 24 sekolah lainnya yang belum direhabilitasi, direkomendasikan untuk direhabilitasi pada 2018 mendatang.

Kepala Bidang Perencanaan dan Penganggaran Dinas Pendidikan DKI Gunas Mahdianto mengatakan saat ini pihaknya belum menghitung anggaran yang dibutuhkan untuk rehabilitasi 31 sekolah. Idealnya, menurut Gunas, lelang kontraktor hanya memerlukan waktu dua bulan sehingga proses konstruksi bisa dimulai setidaknya pada Mei 2017 ini. Dilanjutkannya tahapan rehabilitasi ke-31 gedung sekolah itu berdasarkan pertimbangan DPRD dan inspektorat yang telah meninjau langsung sekolah mana yang mendesak untuk direhabilitasi. Anggaran pendidikan DKI tahun ini sebesar 27,7% dari total nilai APBD 2017, naik dibandingkan tahun lalu yang sebesar 27%.

Rickety Schools to Immediately Transform

Media Indonesia, page 10

The Jakarta Education Agency (Disdik) DKI Jakarta is planning to continue the massive rehabilitation of 31 schools in Jakarta. Previously, the proposal of 55 rehabilitation activities was rejected because it was judged not urgent. From the results of the field observation finally 31 schools were selected which are considered urgent to be massively rehabilitated.

Head of the Jakarta Education Agency (Disdik), Sopan Adrianto, said the heavy school rehabilitation will be conducted in the primary (SD) and junior high school (SMP) level school buildings. At the time of preparation of the 2017 budget, 55 heavy rehabilitation of school buildings was budgeted at Rp98 billion.

Related to that, Secretary of the Jakarta Education Agency Susi Nurhati mentioned the funds for the 55 rehabilitation work has entered the Draft Regional Budget (APBD) 2017. However, this year only 31 schools are rehabilitated so that the rest of the rehabilitation funds will be returned during the regional budget amendment (APBD-P). Meanwhile, the remaining 24 schools that have not been rehabilitated are recommended to be rehabilitated in 2018.

Head of Planning and Budgeting of the Jakarta Education Agency Gunas Mahdianto said currently the agency has not calculated the budget required for the rehabilitation of the 31 schools. Ideally, according to Gunas, contractor auction/bidding takes only two months so that the construction process could be started at least this May 2017. The continuation of the stages of rehabilitation of the 31 school buildings was based on the consideration of the Regional House of Representatives (DPRD) and the inspectorate that have directly reviewed which schools urgently need to be rehabilitated. This year’s DKI education budget is 27.7% of the total value of APBD in 2017, up from last year by 27%.

media-indonesia_sekolah-reyot-segera-berganti-rupa

Aturan Sekolah Swasta Gratis Digodok

Media Indonesia, halaman 10

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sedang merumuskan formulasi program pendidikan sekolah swasta gratis. Secara teknis, rencana payung hukumnya sudah diusulkan dalam bentuk Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Sistem Pendidikan.

Wakil Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Bowo Irianto berharap rancangan perda itu bisa disahkan menjadi perda pada tahun ini. Rancangan perda itu menyangkut mekanisme pos sumber anggaran yang akan digunakan untuk menjalankan program sekolah swasta gratis. Ia menambahkan sejumlah aturan juga harus dibuat begitu rancangan perda itu disahkan kelak. Aturan itu menyangkut sumber pembiayaan, besaran alokasi tiap sekolah, dan metode pertanggungjawabannya.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, lanjutnya, sudah turut berkontribusi bagi penyelenggaraan sebagian sekolah swasta dalam bentuk pemberian dana hibah. Bantuan hibah tersebut lazimnya diperuntukkan pengadaan sarana dan prasarana penyelenggaraan pendidikan.

Raperda tentang Sistem Pendidikan sudah diusulkan DPRD DKI Jakarta untuk merevisi Perda Nomor 8/2006. Rancangan Perda itu sudah masuk prioritas Program Legislasi Daerah (Prolegda) 2017 setelah tahun sebelumnya gagal disahkan. Produk hukum yang bakal diterbitkan itu digodok sehingga hak penyelenggaraan sekolah antara negeri dan swasta menjadi sama.

Rules on Free Private Schools Deliberated

Media Indonesia, page 10

Jakarta Provincial Government is drafting a formulation for free private school education program. Technically, the legal umbrella plan has been proposed in the form of draft Regional Regulation (Raperda) on Education System.

Deputy Head of Jakarta Education Agency Bowo Irianto hoped that the draft regulation could be enacted as regional regulation (perda) this year. The draft regulation includes budgetary resource postal mechanism that will be used to run a free private school program.  He added a number of rules should also be created as soon as the draft regulation is passed.  The rules involve the sources of financing, the amount of allocation per school, and method of accountability.

The Jakarta Provincial Administration, he continued, has also contributed to the implementation of some private schools in the form of grants. The grant aid is typically intended for the procurement of equipment and infrastructure for education.

The draft regulation on Education System had been proposed by the Jakarta Parliament to revise Regional Regulation (Perda) No. 8/2006. The draft law has been included as priority of the Regional Legislation Program (Prolegda) in 2017 after it failed to be ratified the previous year. The legal product to be issued was formulated so that the rights to operate schools between public and private are to be the same.

media-indonesia_aturan-sekolah-swasta-gratis-digodok

Program LPDP Diarahkan ke Sektor Prioritas

Republika, halaman 5

Peningkatan mutu sumber daya manusia (SDM) Indonesia dinilai lebih rendah dibandingkan dengan negara tetangga, seperti Malaysia, Singapura, ataupun Vietnam. Padahal, mutu SDM ini sangat penting, terutama pada 2020-2030 karena Indonesia akan mendapatkan bonus demografi. Presiden Joko Widodo (Jokowi) menuturkan, untuk menyambut bonus demografi tersebut, pemerintah harus menyiapkan SDM berkualitas. Sehingga, ketika masa ini datang, SDM tersebut bisa memaksimalkan potensi mereka dalam meningkatkan laju perekonomian dalam negeri.

Dana pengembangan SDM harus sejalan dan sinkron dengan prioritas pembangunan yang direncanakan pemerintah. Artinya, program beasiswa Lembaga Pengeleola Dana Pendidikan (LPDP) harus betul-betul fokus menghasilkan SDM yang berkualitas dalam bidang keilmuan yang menjadi unggulan dan prioritas pemerintah. Misalnya, di sektor maritime dan kelautan, sektor energi, sektor pangan, serta sektor industri manufaktur dan sektor pengembangan ekonomi kreatif.

Jokowi mengatakan dana abadi ini harus bisa dipakai sebagai instrumen pemerataan dan menjadi kesempatan bagi anak-anak bangsa yang berprestasi di seluruh pelosok Tanah Air, terutama yang berasal dari daerah-daerah tertinggal dalam pendidikan tinggi. Presiden juga menyebutkan, pemerintah akan bekerja lebih fokus lagi pada upaya mengadakan pemerataan akes pendidikan dasar dan menengah yang seluas-luasnya bagi seluruh rakyat Indonesia, khusunya dari kalangan yang kurang mampu.

Jokowi menambahkan, data yang didapatkan menunjukan bahwa proporsi SDM dengan kualifikasi pendidikan tinggi di Indonesia hanya 7,2 persen dari angkatan kerja.

LPDP Program Geared to the Priority Sectors

Republika, page 5

Improvement in the quality of Indonesia’s human resources (HR) is rated lower than neighboring countries such as Malaysia, Singapore, or Vietnam. In fact, the quality of human resources is very important, especially in 2020-2030 because Indonesia will get the demographic bonus. President Joko Widodo (Jokowi) said that to welcome the demographic bonus, the government should prepare qualified human resources (HR). So when this time comes, the HR could maximize their potentials in increasing the pace of the domestic economy.

Funds for human resource development should be in line and synchronized with the development priorities planned by the government. That means, the scholarship program of the Education Fund Management Institute (LPDP) should seriously focus on generating qualified human resources in the fields of science which are the flagships and government priorities. For example, in the maritime and marine sectors, the energy sector, food sector, as well as the manufacturing sector and the creative economic development sector.

Jokowi said that the endowment fund should be used as an equalization instrument and a chance for the nation’s children who excel in all corners of the country, especially from regions lagging behind in higher education. The President also said that the government will work to focus more on efforts to implement equal access to primary and secondary education as widely as possible for all the people of Indonesia, especially from the underprivileged.

Jokowi added that the data obtained showed that the proportion of human resources in Indonesia with higher education qualifications is only 7.2 percent of the workforce.

republika_program-lpdp-diarahkan-ke-sektor-prioritas

Pemerintah Ajak Ulama Berjuang Kurangi Angka Pernikahan Usia Anak

The Jakarta Post, halaman 3

Meski terlihat mustahil, pemerintah memutuskan untuk menggandeng para pimpinan agama sebagai mitra untuk berjuang mengakhiri pernikahan usia anak. Para pimpinan agama selama ini kerap dituduh sebagai pihak yang menghalangi upaya-upaya tersebut.

Menurut Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PP-PA), selama bertahun-tahun, para pimpinan agama telah menghalalkan praktik pernikahan usia anak karena mereka cenderung memiliki pandangan yang sempit terhadap permasalahan seksualitas dan pernikahan. Oleh sebab itu, Kemen PP-PA memutuskan untuk merangkul mereka sebagai mitra dalam menurunkan angka pernikahan usia anak.

Sementara itu, Asisten Deputi Penanganan Kekerasan Terhadap Perempuan, Kemen PP-PA, Rohika Kurniadi Sari, mengatakan, beberapa ulama di Jawa Tengah (Jateng) dan Nusa Tenggara Barat (NTB) telah sepakat untuk menggalakkan kampanye melawan praktik pernikahan usia anak.

Rohika mengatakan, Kemen PP-PA akan berkoordinasi dengan Kementerian Agama (Kemenag), yang berencana akan menerbitkan pedoman standar khotbah Jum’at, guna membahas kemungkinan menyelipkan pesan-pesan untuk mengurangi angka pernikahan usia anak melalui khotbah Jum’at.

Asisten Deputi Perlindungan Anak dari Kekerasan dan Eksploitasi Kemen PP-PA, Rini Handayani, menyatakan bahwa UNICEF telah mengeluarkan buku panduan bagaimana menyampaikan pesan-pesan perlindungan anak dalam khotbah Jum’at. Saat ini, lanjut Rini, mereka sedang mengerjakan buku panduan versi umat kristiani yang akan disampaikan melalui khotbah-khotbah di gereja.

Rohika mengatakan, masalah yang dijumpai dari para ulama adalah mereka cenderung mengukur kesiapan seseorang untuk menikah, atau sudah dikatakan dewasa, hanya berdasarkan masa awal pubertas. Pandangan sempit tersebut, katanya, menjadi kendala dalam mengakhiri pernikahan usia anak di Tanah Air. Karena, lanjutnya, praktik tersebut dapat diterima oleh masyarakat sebagai bagian dari struktur soal mereka, sehingga mereka tidak mempermasalahkannya.

Hal ini menyebabkan angka pernikahan usia anak tidak menunjukkan perubahan berarti di Tanah Air. Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2015, jumlah pernikahan usia anak (di bawah 18 tahun) sebesar 22,8 persen, hanya turun sedikit dari tahun 2010 yang mencapai 24,5 persen.

Pernikahan usia anak berkaitan erat dengan penurunan kualitas hidup bagi anak perempuan. Menurut Child Protection Officer UNICEF Indonesia, Fadila Putri, perempuan yang menikah dalam usia anak cenderung putus sekolah, sehingga menyebabkan terbatasnya kesempatan mereka untuk mendapatkan pekerjaan. Selain itu, mereka juga rentan terhadap penyakit komplikasi selama masa kehamilan dan persalinan. Hal itu akan menghambat upaya-upaya negara dalam menghasilkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas.

Government to Enlist Clerics in Fight Against Child Marriage

The Jakarta Post, page 3

The government has decided to seek unlikely allies in its struggle to end child marriage: religious leaders, the group of people who have long been accused of stymieing such efforts.

For years, religious leaders have perpetuated the practice of child marriage as they tend to have a narrow view of sexuality and marriage, according to the Women’s Empowerment and Child Protection Ministry. The ministry said it was now time to turn them into allies.

Some Muslim clerics in Central Java and West Nusa Tenggara have already agreed to promote the campaign against child marriage, the ministry’s assistant deputy on children’s rights, Rohika Kurniadi Sari said.

Rohika said her ministry would coordinate with the Religious Affairs Ministry, which reportedly has plans to issue guidelines on standardized Friday sermons, to discuss the possibility of delivering the anti-child marriage message through the sermons.

The ministry’s assistant deputy on child protection from violence and exploitation, Rini Handayani, claimed that United Nations Children’s Fund (UNICEF) had actually produced a guidebook on how to campaign for child protection in Friday sermons. She said, right now they are working on [making a Christian version of the book]. About how sermons at churches could talk about child protection.

Rohika said the problem with some Muslim preachers was that they tended to measure preparedness to get married, or adulthood, merely based on the onset of puberty. This narrow view, she said, presented a considerable barrier to ending child marriage in the country as the practice is accepted by communities as part of their social fabric, making it seem to be a non-issue.

This has resulted in child marriage rates flat-lining in the country. According to data from the Central Statistics Agency (BPS), the number of child marriages (below 18 years old) stood at 22.8 percent in 2015, down only slightly from 24.5 percent in 2010.

Child marriages are closely linked to a severe drop in life quality for girls. According to UNICEF Indonesia child protection officer Fadilla Putri, girls who are married as children tend to drop out of school, thus limiting their employment opportunities.

They are also prone to complications during pregnancy and labor, which hampers the country’s efforts to produce quality human resources.

the-jakarta-post_govt-to-enlist-clerics-in-fight-against-child-marriage

Evaluasi Kinerja Lektor Kepala dan Guru Besar Dipertanyakan

Kompas, halaman 12

Evaluasi kinerja lektor kepala dan guru besar yang dilihat dari produktivitas publikasi karya ilmiah di jurnal nasional maupun internasional dalam tiga tahun terakhir masih menuai pro-kontra. Apalagi evaluasi ini memiliki konsekuensi pemotongan atau penghentian sementara tunjangan yang diterima dosen yang memiliki jabatan fungsional lektor kepala dan guru besar.

Ketua Forum Rektor Indonesia (FRI) 2017 Suyatno mengatakan, kebijakan evaluasi kinerja lektor kepala dan guru besar pada November nanti menjadi diskusi yang serius di kalangan perguruan tinggi. Ada berbagai masukan berdasarkan kajian yang akan disampaikan FRI kepada Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi. Ada perdebatan apakah evaluasi yang pertama ini harus langsung dikaitkan dengan penghentian tunjangan kehormatan guru besar.

Selain itu, periode pelaksanaannya yang menghitung karya ilmiah perioder 2015-2017 juga dipertanyakan. Sebab, peraturan menristek dikti tersebut baru terbit tahun 2017. Menurut Suyatno, ada masukan untuk dimulai tahun depan saja, bukan berlaku surut. Selain itu, perlu dicermati juga ketersediaan jurnal nasional dan internasional yang terakreditasi, yang jumlahnya masih minim. Ia menambahkan, perguruan tinggi memahami kebijakan pemerintah ini sebagai upaya mendorong kontribusia para dosen, terutama yang sudah berada pada tingkat lektor kepala dan guru besar, terkait pemikiran, gagasan, dan pembaruan ilmu pengetahuan di Indonesia.

Sementara itu, Direktur Pengelolaan Kekayaan Intelektual Kemristek Dikti Sadjuga mengatakan, adanya peraturan yang mewajibkan dosen dan mahasiswa pascasarjana memublikasikan karya ilmiah di jurnal terakreditasi nasional dan internasional seharusnya mendorong perguruan tinggi mendukung pengelolaan jurnal secara profesional. Sebab, ke depan, Indonesia membutuhkan banyak jurnal ilmiah terakreditasi untuk menampung karya ilmiah dosen dan mahasiswa.

Performance Evaluation of Associate Professors and Professors Questioned

Kompas, page 12

Evaluation of the performances of associate professors and professors as viewed from the productivity in publishing scientific papers in national and international journals in the last three years still reap pros and cons. Moreover, this evaluation has consequences in deductions or temporary suspension of allowances received by lecturers with functional positions of associate professor and professor.

Chairman of the 2017 Indonesian Rectors’ Forum (FRI), Suyatno said that the performance evaluation policy for associate professors and professors to be implemented later in November has become a serious discussion among higher education circles. There are various inputs based on studies which will be submitted by FRI to the Minister of Research, Technology and Higher Education (Menristek Dikti). There is debate on whether this first evaluation should be directly associated with the cessation/suspension of honorary professor allowance.

In addition, the period of implementation that accounts the scientific works in the 2015-2017 period was also questioned. This is because the Menristek Dikti regulation is published only in 2017. According to Suyatno there is feedback for it to be implemented next year and not retroactive. In addition, the availability of national and international accredited journals which are still limited in number needs to be looked into. He added that the universities understand the government’s policy is as an effort to encourage lecturers’ contributions especially those already at the level of associate professors and professors, associated with their thoughts, ideas, and science updates in Indonesia.

Meanwhile, Director of the Intellectual Property Rights Management of Kemristek Dikti, Sadjuga said that this regulation which requires faculty members and post-graduate students to publish their scientific papers in national and international accredited journals should encourage universities to support professionally managed journals. It is because Indonesia needs many accredited scientific journals to accommodate the scientific works of lecturers and students.

kompas_evaluasi-kinerja-lektor-kepala-dan-guru-besar-dipertanyakan