Masih Tidak Ada Ruang untuk Pendidikan Seks

The Jakarta Post, halaman 3

Di beberapa negara, di mana berbicara perihal seks masih dianggap tabu, nyaris setiap upaya untuk memberikan pendidikan seks untuk anak-anak berujung kritikan. Indonesia, sebagai salah satu negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, merupakan contoh dari hal tersebut.

Baru-baru ini, masyarakat Indonesia mengungkapkan rasa kekecewaannya karena buku cerita anak-anak yang mengilustrasikan anak yang bermasturbasi. Buku yang berjudul “Aku Berani Tidur Sendiri” diterbitkan oleh Penerbit Tiga Serangkai, yang berbasis di Surakata. Buku tersebut merupakan buku seri cerita dari serial “Aku Belajar Mengendalikan Diri”, yang menampilkan sebuah ilustrasi seorang anak yang memeluk dan melingkarkan kakinya pada guling.

Penerbit mengatakan, bagian cerita itu bertujuan untuk memberitahu fase di mana anak-anak “bermain” dengan dirinya sendiri merupakan suatu perilaku yang normal di masa perkembangan fisik dan psikisnya. Namun, setelah mereka tumbuh dewasa, melakukan hal tersebut dapat menimbulkan kekhwatiran.

Direktur Operasional Penerbit Tiga Serangkai Gatot Wahyudi mengatakan, pihaknya telah membahas dan meminta pendapat para ahli, termasuk psikolog dan dokter anak. Oleh karena itu, pihaknya memiliki tekad untuk menerbitkan buku tersebut.

Namun, banyak orang yang salah paham dalam mengartikannya. Banyak yang menuduh penerbit buku mencoba untuk merusak otak dan moralitas anak-anak Indonesia dengan mengajarkan bahwa masturbasi selama masa perkembangan adalah normal.

Tiga Serangkai, menegaskan, buku tersebut harus dibaca sebagai panduan orang tua dan tidak seharusnya dibaca oleh anak-anak saja sendiri. Tiga Serangkai bukan merupakan penerbit pertama yang dikritik karena mencoba untuk memperkenalkan pendidikan seks kepada masyarakat Indonesia.

Pada tahun 1989, buku yang berudul Adik Baru: Cara Menjelaskan Seks Pada Anak, yang merupakan terjemahan Indonesia dari buku Jerman Peter, Ida und Minimum oleh Grethe Fagerstrom dan Gunilla Hansson, menuai banyak kritikan publik dan memaksa Kejaksaan Agung untuk melarang peredaran buku tesebut. Buku, yang diedit oleh Conny R. Semiawan, mengajarkan orang tua bagaimana menjelaskan seks kepada anak-anak, namun masyarakat Indonesia menganggap buku tersebut sebagai pornografi.

Perilaku seperti itu terus berlanjut sampai sekarang, meskipun ada banyak seruan dari beberapa kelompok masyarakat sipil dan beberapa pejabat pemerintah untuk mengadakan pendidikan seks kepada anak-anak di era digital ini, dimana materi pornografi lebih mudah untuk diakses. Upaya ulang telah dilakukan oleh pemerintah untuk memperkenalkan pendidikan seks di sekolah dasar mendapatkan perlawan dari beberapa masyarakat.

Seperti, pada tahun 2013, beberapa orang tua di Situbondo, Jawa Timur, mengeluhkan bahwa buku teks Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan (PJOK) untuk kelas lima mengandung pornografi. Buku ini sebenarnya bertujuan untuk memperkenalkan pengetahuan dasar tentang organ reproduksi kepada siswa dengan pertanyaan seperti “apa yang dikeluarkan oleh organ reproduksi laki-laki?” dan “Jika kita berhubungan seksual, apa yang akan terjadi?”

Kepala Departemen Buku Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Supriyatno mengatakan bahwa dalam buku tersebut, dijelaskan bagaimana merawat organ reproduksi anak, namun di beberapa kalangan masyarakat, menyebutkan nama-nama organ reproduksi masih dianggap sebagai sesuatu hal yang tabu.

Ketika pendidikan seks tidak wajib diajarkan di Indonesia, Supriyatno percaya bahwa hal tersebut adalah penting untuk mengindari hal-hal seperti kehamilan remaja dan pelecahan seksual. Ia mengatakan para siswa Indonesia harus diberikan pengetahuan tentang hal tersebut. Jika tidak, mereka akan belajar dari sumber-sumber yang tidak kredibel.

Still No Wiggle Room for Sex Education

The Jakarta Post, page 3

In countries where sex talk is considered taboo, almost any attempt to provide sex education for children is met the derision. Indonesia, home to the world’s largest Muslim population, is one example of that.

Recently, the Indonesia public appeared to be outraged by a children’s book that depicts a child masturbating. The book, titled I Dare to Sleep Alone and published by Surakarta-based Penerbit Tiga Serangkai, contains a story entitled I Learn Self-Control, which features an illustration of a young boy wrapping his legs around a bolster.

The publisher said this part of the story was aimed at showing that young children “playing” with themselves was normal in the development years of childhood. However, as the children grow older, doing so would amount to masturbation, which could be a cause for concern.

Penerbit Tiga Serangkai operational director Gatot Wahyudi said we have discussed and asked for opinions from experts, including psychologists and pediatricians. Therefore, they had the courage to publish the book.

However, many people failed to see it that way, accusing the book’s publisher of trying to corrupt the brain and morality of Indonesian children by saying that masturbation during adolescence was normal.

Tiga Serangkai, which admitted that the book should be a guide for parents and should not be read by children alone, is not the first publisher to be scolded for trying to introduce sex education to the Indonesian public.

In 1989, the book Adik Baru: Cara Menjelaskan Seks Pada Anak, which is the Indonesian translation of German book Peter, Ida und Minimum by Grethe Fagerstrom and Gunilla Hansson, drew public outrage and forced the Attorney General’s Office to ban it. The book, edited by Conny R. Semiawan, teaches parents how to explain sex to children, but must Indonesians at the time saw is as pornographic.

That kind of attitude persists until now, despite calls from several civil society groups and some government officials for more sex education for children in the digital age, where pornographic materials are easier to access.

Repeated attempts by the government to introduce sex education at elementary school have been met with staunch opposition from the public.

For instance, in 2013, some parents in Situbondo, East Java, complained that the Physical, Sport and Health (PJOK) textbook for the fifth grade contained pornography.

The book actually aims to introduce basic knowledge on reproductive organs to the students, with questions like “what does the male reproductive organs release?” and “If we have sexual intercourse, what will happen?”

The head of the Education and Culture Ministry’s textbook department, Supriyatno said that in the textbook, we are explaining how to take care of your reproductive organs, but in some societies, mentioning the names of reproductive organs is still perceived as something taboo.

While sex education is not compulsory in Indonesia, Supriyatno said he believed it was essential to avoid things like teen pregnancy and sexual harassment. He said our students have to be given knowledge about that. If not, they will learn from outside sources.

the-jakarta-post_still-no-wiggle-room-for-sex-eduacation

Kemendikbud Gelar Uji Keahlian untuk Ukur Kompetensi Siswa SMK

www.republika.co.id

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menggelar Uji Kompetensi Keahlian (UKK) bagi para siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Ujian terdiri atas dua jenis yaitu pertama, Ujian Praktik Kejuruan Ujian yang secara serentak diselenggarakan di seluruh Indonesia, pada 20 Februari hingga 18 Maret 2017.

Tahun ini, sebanyak 46 program keahlian SMK mengikuti UKK. Kedua, ujian teori kejuruan. Direktur Pembinaan SMK Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud Mustaghfirin Amin menjelaskan, UKK sebagai penilaian hasil belajar untuk siswa SMK. Sehingga, hasil UKK dapat dijadikan indikator ketercapaian standar kompetensi lulusan yang bermanfaat bagi sekolah, peserta didik sebagai pencari kerja, maupun dunia industri.

Materi UKK disusun berdasarkan jenjang kompetensi lulusan SMK pada Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) yang memuat kemampuan melaksanakan pekerjaan spesifik, operasional dasar, dan pengawasan atau kontrol kualitas.

Ministry to Hold Skills Test to Measure SMK Students Competency

www.republika.co.id

Education and Culture Ministry will hold Skills and Competency Tests (UKK) for vocational high school (SMK) students. There are two types of test. The first is vocational practice test that will be held simultaneously on 20 February to 18 March 2017 across all regions. This year, 46 SMK skills program will participate in the UKK. The second test is the vocational theory test.

Director of SMK Development, Education and Culture Ministry, Mustaghfirin Amin said, UKK has become an assessment tool to measure the results of students’ learning. Hence, UKK result can be an achievement indicator for graduates’ competency standards that will be beneficial to  schools, students as job seekers, as well as the industrial sector.

The UKK content has been prepared based on the level of SMK graduates competency as stipulated in the Indonesia National Qualifications Framework (KKNI), which contains, among others, the ability to carry out specific jobs, basic operations, and quality control capability.

Link: http://www.republika.co.id/berita/pendidikan/eduaction/17/02/24/oluoft384-kemendikbud-gelar-uji-keahlian-untuk-ukur-kompetensi-siswa-smk

rol_kemendikbud-gelar-uji-keahlian-unutk-ukur-kompetensi-siswa-smk

Bebaskan Sekolah dari Iklan Rokok

Media Indonesia, halaman 20

Iklan rokok yang ada di sekitar sekolah dinilai berpotensi mendorong anak-anak untuk menjadi perokok pemula. Sayangnya para produsen masih kerap menempatkan iklan mereka si sekitar sekolah.

Ketua Yayasan Lentera Anak, Lisda Sundari, mengatakan bukan suatu kebetulan bila iklan rokok banyak ditemui di sekitar sekolah. Tujuannya agar anak-anak melihat iklan rokok setiap hari saat pergi dan pulang sekolah. Ia menambahkan bahwa semakin sering anak melihat iklan rokok dan memiliki kesan bahwa rokok ialah sesuatu yang baik dan biasa, mereka akan mudah terdorong untuk mencoba merokok.

Lisa menambahkan hasil studi Komnas Perlindungan Anak dan UHAMKA pada 2007 menyatakan 46,3% anak mengaku terpengaruh merokok karena melihat iklan dan 86,7% mengaku melihat iklan rokok di media luar ruang. Karena itu, Lentera Anak bekerja sama dengan dinas pendidikan dan organisasi perlindungan anak di lima kota, yaitu Padang, Mataram, Bekasi, Tanggerang Selatan, dan Bogor, memberikan pendamping terhadap 90 sekolah.

Tujuan pendampingan itu ialah memberikan penguatan kepada sekolah untuk menggandeng masyarakat sekitar dalam upaya melindungi anak-anak dari pengaruh iklan rokok. Salah satu hasil pendampingan itu ialah aksi para siswa dari sekolah binaan menurunkan spanduk reklame rokok di warung-warung sekitar sekolah.

Ditempat terpisah, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy  menegaskan sekolah harus bebas dari asap rokok. Bahkan, pedagang rokok pun harus berada di luar radius 300 meter dari sekolah.

Meski hal tersebut dituangkan dalam regulasi hukum, Muhadjir menyatakan pengawasan terhadap rokok sebenernya sudah diatur dalam Peraturan Mendikbud Nomor 75 tahun 2016 tentang Komite Sekolah. Dirinya mengungkapkan bahwa komite sekolah harus memastikan, termasuk memastikan tidak ada dana sponsor untuk sekolah yang berasal dari perusahaan rokok.  Dikatakan dia, Kemendikbud tidak berniat untuk menerbitkan peraturan yang menerjemahkan imbauan itu secara illegal. Menurut dia, sekolah dan masyarakat harus memiliki kesadaran tanpa perlu banyak peraturan.

Free Schools from Cigarette Ads

Media Indonesia, page 20

Cigarette advertising around schools is rated to potentially encourage children to become beginner smokers. Unfortunately, the producers still often place their advertisements around schools.

Chairperson of the Lentera Anak Foundation, Lisda Sundari said that it is not a coincidence that many cigarette ads are encountered around schools. The goal is that children see cigarette advertising daily when they go to and from school. She added that the more often children see cigarette advertisements and get the impression that smoking is something good and common, they will be easily encouraged to start smoking.

Lisa added that the results of a Child Protection Committee and HAMKA University (UHAMKA) study in 2007 stated that 46.3% of children admitted to be affected/ influenced to smoke from seeing the ads and 86.7% claimed to have seen cigarette advertisements on outdoor media. Therefore, Lentera Anak foundation in cooperation with the education agencies and child protection organizations in five cities, namely Padang, Mataram, Bekasi, South Tangerang and Bogor, provide guidance to 90 schools.

The purpose of the guidance is to provide reinforcement to schools to engage the community in efforts to protect children from the effects of cigarette advertising. One of the results of such guidance is the action of students from the partner schools that took down the banners of cigarette advertisements in the stalls around the schools.

In a separate location, the Minister of Education and Culture (Mendikbud), Muhadjir Effendy asserted that schools should be free from tobacco smoke. In fact, cigarette vendors must be outside a radius of 300 meters from the schools.

Although it is stated in the legal regulations, Muhadjir stated that tobacco control has actually been stipulated in Mendikbud Regulation Number 75 of 2016 on the School Committee. He revealed that the school committee must ensure, including ensuring that there are no school sponsorship funds coming from tobacco companies. He said that Kemendikbud does not intend to issue regulations that translate the appeal illegally.  According to him, the school and the community must have awareness without much regulation.

media-indonesia_bebaskan-sekolah-dari-iklan-rokok

Guru-guru Adaptif di SMK Disekolahkan

Kompas, halaman 12

Guru-guru adaptif dan normative, terutama yang mengajar di sekolah menengah kejuruan, akan didata dan disekolahkan kembali. Langkah itu harus dilakukan karena SMK kekurangan guru produktif. Padahal, pemerintah tengah menggenjot pendidikan vokasi yang lulusannya diharapkan langsung mampu terjun mengisi lapangan pekerjaan.

Hal itu dikatakan Menteri Pendidikan dan Kebudayan Muhadjir Effendy dalam Tanwir Muhammadiyah 2017 di Ambon, Maluku, Jumat (24/2). Dalam sidang tanwir hari pertama kemarin, Muhadjir juga menekankan pentingnya peran guru-guru Muhammadiyah dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.

Guru adaptif yang dimaksud adalah guru yang mengajar mata pelajaran ilmu murni, seperti Kimia, Matematika, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris. Adapun guru normatif misalnya guru Pendidikan Kewarganegaraan dan Pancasila. Guru-guru tersebut justry menumpuk di SMK, yang semestinya diiisi oleh guru-guru produktif yang memiliki keterampilan sesuai ciri khas SMK yang bersangkutan, misalnya mesin, teknologi informasi, dan pariwisata.

Muhadjir mengatakan guru-guru adaptif dan normatif itu ada 78 persen di SMK, sedangkan guru produktif hanya 22 persen. Hasil tersebut merupakan hasil yang terbalik yang mengakibatkan nantinya lulusan SMK akan sama saja dengan lulusan SMA. Karena itu, lanjut muhadjir, pemerintah akan menyekolahkan guru-guru tersebut, ditambah dengan keterampilan lainnya. Misalnya, guru Kimia ditambah keterampilan farmasi. Diharapkan 2018 sudah terlihat hasilnya. Ia juga menambahkan, tahun ini ditargetkan 15.000 guru bisa sekolah lagi.

SMK pertanian, pariwisata, ekonomi kreatif, dan kelautan menjadi prioritas untuk dikembangkan. Beberapa peserta tanwir mengusulakan agar pemerintah memetakan kembali kebutuhan SMK sesuai karakteristik daerah. Sedangkan untuk menutupi kekurangan guru SMK dan mengisi SMK yang belum ada guru nya beberapa peserta mengusulkan bisa dengan cara pemerintah merekrut sarja ilmu murni, lalu disekolahkan dan diberi pembekalan selanjutnya disertifikasi. Selain cara tersebut bisa juga dengan merekrut pegawai dan mantan pegawai pada bidang tersebut, misalnya untuk pariwisata, lalu diberikan sertifikat.

Adaptive teachers in SMK to be Sent to School

Kompas, page 12

Adaptive and normative teachers, especially those teaching in vocational high schools (SMKs) will be recorded and sent back to school.  This move is necessary because vocational schools still lack productive teachers. In fact, the government is currently boosting vocational education whose graduates are expected to be able to immediately fill job vacancies.

This was stated by the Minister of Education and Culture, Muhadjir Effendy in Tanwir Muhammadiyah 2017 in Ambon, Maluku, Friday (24/2). On the first day of the tanwir conference yesterday, Muhadjir also stressed the important role of Muhammadiyah teachers in educating the nation.

The said adaptive teachers are teachers teaching pure science subjects such as Chemistry, Mathematics, Indonesian and English.  Whereas normative teachers are for example teachers of Civics Education and Pancasila.  Those teachers are in fact abundant in SMKs which should be filled by productive teachers who have the skills appropriate to the characteristic skills of the relevant SMKs, for example, machinery/mechanical engineering, information technology, and tourism.

Muhadjir said that there are 78 per cent of the adaptive and normative teachers in SMKs and only 22 per cent of productive teachers. The results are inverted resulting later of which vocational school graduates will be just the same as high school graduates.  Muhadjir explained further that the government will educate these teachers, coupled with other skills.  For example, Chemistry teachers will be added with pharmaceutical skills. He expects that by 2018 the results could be achieved. He also added that this year’s target is for 15,000 teachers to be sent back to school.

SMKs in the fields of agriculture, tourism, creative economy, and maritime will be prioritized for development. Some of the tanwir participants suggested for the government to re-map the number of vocational schools needed based on regional characteristics. Whereas, to fill the shortage of SMK teachers and to fill SMKs that still do not have teachers, some participants suggested that the government could recruit pure science undergraduates, then send them to school and given additional provisions and later certified. Besides these methods, the government could also recruit employees and former employees in these fields, for example for tourism, and then are given certificates.

kompas_guru-guru-adaptif-di-smk-disekolahkan

Baca Jurnal Diwajibkan

Kompas, halaman 11

Kebiasaan membaca yang belum terbentuk masyarakat membuat mahasiswa dan dosen di perguruan tinggi di Indonesia juga minim membaca jurnal dan membuat karya tulis ilmiah. Sejumlah perguruan tinggi mencoba membuat trobosan untuk menumbuhkan budaya baca dan tulis ini.

Rektor Universitas Negeri Padang (UNP) Ganefri, dalam acara bincang-bincang di Minang Book Fair 2017 di Padang, Sumatera Barat, akhir pekan lalu, mengatakan, budaya baca di kalangan mahasiswa dan dosen masih perlu dirangsang. Di UNP, pihak universitas menyediakan jurnal ilmiah yang wajib dibaca mahasiswa dan dosen. Adanya kebutuhan jurnal untuk membuat mahasiswa dan dosen memahami perkembangan baru dibidang ilmunya.

Rektor Universitas Andalas (Unand) Tafdil Husini menambahkan, membangun budaya baca di masyarakat secara umum dan di kalangan perguruan tinggi menjadi perhatian pihaknya. Menurut Tafdil, pihak kampus telah menetapkan syarat mencantumkan referensi dari jurnal saat pembuatan skripsi untuk para mahasiswanya. Adapun untuk dosen, kampus memberikan insentif bagi dosen untuk menerbitkan buku. Caranya, Unand bekerja sama dengan sejumlah penerbit.

Secara Terpisah, Ketua Tim Penilian Angka Kredit Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Yanuarsyah Haroen menuturkan, budaya ilmiah dengan membudayakan membaca riset, hadir dalam konferensi internasional dan menerbitkan karya ilmiah belum dimiliki semua perguruan tinggi (PT) di Indonesia.

Reading Journals Required

Kompas, page 11

Reading habits that have not been formed by the public prompt students and professors at higher education in Indonesia to also be deficient in reading journals and creating scientific papers. Some universities try to make a breakthrough to cultivate this culture of reading and writing.

Rector of State University of Padang (UNP) Ganefri, in a talk show in Minang Book Fair 2017 in Padang, West Sumatra, last weekend, said the reading culture among students and faculty still needs to be stimulated. In UNP, the university provides scientific journals which are required reading for students and professors. The need for journals is to make students and faculty understand the new developments in their fields of knowledge.

Rector of the University of Andalas (Unand) Tafdil Husini added building the culture of reading in society in general and in higher education circles is of his concern.   According to Tafdil, the campus has set a requirement for its students to include a reference of the journals during thesis-making.  As for the faculty, the campus provides incentives for professors to publish books. Unand cooperates with a number of publishers.

Separately, the Chairman of Credit Scoring Ministry of Research, Technology and Higher Education Yanuarsyah Haroen said, scientific culture by cultivating reading, research, attending international conference and publishing scientific works is not shared by all universities (PT) in Indonesia.

kompas_baca-jurnal-diwajibkan