The Jakarta Post, halaman 4
Sementara kebanyakan warga Jakarta memiliki kesempatan untuk bersekolah, beberapa warga lainnya masih belum memiliki kesempatan itu dikarenakan terbentur masalah keuangan. Hal ini mendorong sejumlah warga Jakarta mendirikan pendidikan dan pelatihan gratis bagi warga miskin.
Hal ini misalnya dilakukan oleh Diah Kusumawardani Wijayanti, 40 tahun, yang telah mendirikan Yayasan Belantara Budaya Indonesia (YBBI). Yayasan tersebut menyediakan program belajar seni tari dan musik tradisional secara gratis.
Ia mengatakan, yang pertama menyambut hangat ide pendirian yayasan tersebut adalah kepala Museum Kebangkitan Nasional, Jakarta Pusat. Pihak museum mengizinkan dia menggunakan dua ruangan untuk mengajarkan tarian tradisional Betawi, Jawa dan Bali.
Pada hari pertamanya, YBBI berhasil menarik minat sekitar 200 peserta. Saat ini, YBBI telah memiliki sebanyak 1.248 peserta yang kebanyakan dari mereka berasal dari keluarga miskin. Beberapa peserta terlihat masih kanak-kanak, semisal Sheina yang baru berumur 2,5 tahun yang telah mengikuti pelajaran seni tari sejak tiga bulan lalu.
Diah mengatakan, YBBI telah berencana untuk membuka kelas sekolah tari lainnya di Museum Nasional pada 2015, yang diikuti dengan pembukaan kelas tari lainnya di gedung milik sendiri di bilangan Jakarta Timur dan Bandung, Jawa Barat.
Untuk mendanai program-programnya, YBBI menerima donasi dari perusahaan-perusahaan ataupun perorangan. Yayasannya juga menerima bantuan dalam bentuk alat musik. YBBI telah membuka sekolah musik tradisional di Museum Kebangkitan Nasional. Diah mengatakan, pelatihan dan pementasan semacam ini dapat ikut membantu melestarikan budaya bangsa.
Selain Diah, seorang pemuda bernama Nezatullah Ramadhan, 25 tahun, juga telah mendirikan sebuah sekolah non-formal dibawah Yayasan Nara Kreatif yang pesertanya terdiri dari tunawisma, anak yatim, anak putus sekolah, mantan pecandu narkoba dan orang-orang cacat, Nezatullah mengatakan, para peserta dapat mengikuti ujian nasional pendidikan kesetaraan untuk tingkat dasar hinga menengah. Saat ini, sebanyak 76 muridnya telah lulus ujian.
Sekolah Nara Kreatif terletak di bilangan Kramat Jati, Jakarta Timur. Sekolah tersebut menerima murid dari berbagai kalangan usia, selama mereka masih berminat untuk belajar. Semisal Udin, 22 tahun, seorang penyandang cacat yang berasal dari Pasar Rebo, Jakarta Timur. Ia menjadi murid di sekolah tersebut setelah orangtuanya yang sudah lanjut usia tidak sanggup lagi membiayai pendidikannya di sekolah formal.
Saat ini, ada sebanyak 180 murid di Yayasan Nara Kreatif. Setiap hari, dari Selasa hingga Jumat, mereka belajar bagaimana cara memproses kertas daur ulang menjadi sebuah kerajinan atau produk lainnya dari pagi hinga sore sebelum pelajaran kelas dimulai. Nezatullah mengatakan, kegiatan proses daur ulang tersebut dapat membantu mengembangkan kemampuan bisnis siswa, serta dapat menjadi penghasilan untuk sekolah.
Sementara itu, pada 2011 sekelompok mahasiswa membentuk gerakan literasi yang disebut Buku Berkaki dengan menyediakan buku bagi anak-anak yang kurang mampu. Buku Berkaki memiliki delapan lokasi di seluruh Jakarta dan dipergunakan sebagai ajang kumpul siswa untuk melakukan kegiatan kelompok belajar, diantaranya ada di Penjaringan Jakarta Utara, Rawamangun Jakarta Timur dan Senen Jakarta Pusat.