The Jakarta Post, halaman 5
Pernah dipaksa untuk bersembunyi mengikuti paham ekstrim pada kehidupan orang tua mereka, anak-anak dari para mantan teroris di Pondok Pesantre Al Hidayah Islam di Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, berjuang untuk memulai hidup baru lagi.
Salah satu siswanya, Abdul Azam Abara, 13 tahun, yang berasal dari Tanjungbalai, yang telah bersekolah di pesantren selam tujuh bulan, mengatakan dirinya bertekat untuk belajar di pondok pesanten Al Hidayah Islam sehingga ia bisa membuat orang tauanya bangga.
Azam mengatakan sejak ayahnya dipenjara karena melakukan tindakan terorisme beberapa tahun yang lalu, ia dan keluarganya mengalami banyak tekanan dari masyarakat sekitar dengan menyebut mereka sebagai keluarga teroris. Ia mengatakan keluarganya harus berpindah ketika ayahnya di penjara setelah mereka diusir oleh masyarakat sekitar. Dia juga harus putus sekolah karena kekurangan dana. Namun sekarang, ia bersyukur karena bisa kembali bersekolah lagi di pesantren ini.
Ahmad Ghifari, 10 tahun, siswa lain yang juga putra dari mantan teroris, juga senang bisa bersekolah di pesantren ini. Dia mengatakan disini para siswa bisa belajar tanpa adanya gangguan. Pelajaran yang diajarkan juga tidak berbeda jauh dengan yang diajarkan sekolah-sekolah negeri lainnya. Satu-satunya perbedaan adalah para siswa diajarkan lebih dalam tentang agama.
Dua puluh anak dari para mantan teroris belajar di pesanten, yang didirikan pada Januari 2016 di sebidang lahan seluas 30 hektar di Kecamatan Sei Mencirim oleh Khairul Gazali, seorang mantan terpidana teroris yang dipenjarakan karena keterlibatannya dalam perampokan bank.
Harif Iskandar, salah satu guru di pesantren tersebut, mengatakan dalam tahap awal, pesantren akan menampung siswa di tingkat SMP. Harif menceritakan bahwa tidak mudah untuk mendidik para anak-anak dari mantan narapidana teroris tersebut, karena kebanyakan dari mereka dipaksa untuk keluar dari sekolah karena orang tua mereka yang dipenjara.
Khairul Gazali, pendiri pesantren, mengatakan dari seluruh siswa ada anak-anak dari narapidana teroris, kebanyakan dari mereka sudah bertobat. Khairul menambahkan pesantren ini dirancang khusus untuk mencegah pertumbuhan radikalisme dan pada saat yang sama juga tempat untuk para anak-anak dari narapidana teroris untuk mendapatkan pendidikan yang layak.