Dosen Tak Usah Risau Pemotongan Tunjangan

Koran Sindo, halaman 2

Implementasi peraturan menteri riset teknologi dan pendidikan tinggi (Permenristek Dikti) 20/2017 tentang tunjangan dosen dan guru besar kerap menimbulkan keresahan di kalangan pengajar di perguruan tinggi. Salah satu aturan dalam pemberian tunjangan profesi ini adalah keharusan dosen untuk menerbitkan karya ilmiah di jurnal internasional.

Persyaratan ini diberikan untuk meningkatkan publisitas karya ilmiah dari akademisi di Indonesia di berbagai jurnal internasional. Pasalnya publisitas karya ilmiah tergolong minim. Di kawasan ASEAN saja, jumlah publisitas karya akademisi Indonesia, tertinggal jauh dari Malaysia, Singapura, dan Thailand.

Hanya aturan ini menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat karena dianggap menyulitkan para dosen untuk mendapatkan tunjangan profesi.  Dirjen Sumber Daya Iptek dan Pendidikan Tinggi (SDID) Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti) Ali Ghufron Mukti mengatakan, dosen dan guru besar diharap jangan merisaukan tunjangannya akan dipotong karena adanya Permenristek Dikti No 20/2017.

Menurutnya peraturan itu sejatinya untuk memaksimalkan potensi dosen yang sebetulnya luar biasa. Tapi saat ini dosen hanya terpaku mengajar sementara tugas dosen itu mentransformasi, mengembangkan, dan menyebarkan ilmu pengetahuan melalui tridarma perguruan tinggi. Namun demikian, kementerian akan membentuk tim yang melibatkan perguruan tinggi yang akan melihat bagian mana dari permen ini yang perlu disempurnakan.

Pengamat Pendidikan Tinggi dari Universitas Trilogi Asep Saefuddin mengatakan, persoalan produktivitas riset tidak boleh dipandang hanya dari sisi kuantitas. Lebih jauh lagi, kata Asep, pemerintah harus membuat kebijakan yang dapat menyuburkan tumbuhnya budaya riset di perguruan tinggi.

Lecturers Need Not Worry about Allowance Being Cut

Koran Sindo, page 2

The implementation of Minister of Research, Technology and Higher Education (Menristek) Regulation No. 20 Year 2017 concerning Professional Allowance for Lecturers and Professors often raises unrest among lecturers on campuses. The necessity for lecturers to publish international level scientific journals is one of the requirements in the regulation to obtain their professional allowance.

This requirement is targeted at increasing the number of scientific works published by Indonesian academics in international journals. Currently, the number of scientific works they publish is still very low, lagging far behind those of their compatriots in ASEAN neighbors Malaysia, Singapore and Thailand.

However, this regulatory requirement has seen pros and cons raised in the community, some saying that it makes it more difficult for lecturers to obtain their professional allowance. Director General of Technology Science Resources and Universities of the Ministry of Research, Technology and Higher Education (SDID Kemenristekdikti), Ali Ghufron Mukti, said lecturers and professors need not to worry about the allowance being cut in Menristek Regulation No. 20/2017.

He said, the regulation is actually aimed at maximizing the lecturers’ full potential in transforming, developing and disseminating their knowledge as they fulfill the higher education tridarma obligation, not just for their teaching. Nevertheless, the ministry will form a team involving members from higher education circles to discuss those parts of the regulation that need to be improved or amplified.

Higher Education Observer at Universitas Trilogi, Asep Saefuddin said the government should not merely look at the quantity of scientific works published. Furthermore, he said, the government should elaborate an effective policy that could nurture the growth of a culture of research in universities.

koran-sindo_dosen-tak-usah-risau-pemotongan-tunjangan

Dua Siswa Aceh Utara Wakili Indonesia dalam Kompetisi Sains Internasional

www.thejakartapost.com

Dua siswa dari SMA Negeri 1 Paya Bakong, Aceh Utara, terpilih untuk mewakili Indonesia dalam ajang Kompetisi Matriks Internasional di Kazakhstan. Fadlon dan Maulidi Rahmi terpilih setelah mereka memenangkan medali perak dalam Indonesia Science Project Olympiad (ISPO) 2017 di Tanggerang, Banten, yang berlangsung dari 23 – 26 Februari.

Dalam ajang kompetisi ISPO itu, kedua siswa tersebut melakukan penelitian ilmiah untuk aplikasi perangkat lunak komputer bagi tuna rungu. Sayuti, kepala SMA Negeri 1 Paya Bakong, mengatakan hal tersebut merupakan prestasi yang sangat besar karena kedua siswanya telah berhasil memenangkan medali perak dan kemudian terpilih untuk mengikuti kompetisi yang akan diselenggarakan di Kazakhstan.

Sayuti menyatakan dirinya cukup terkejut mengetahui bahwa siswa dari SMA Negeri 1 Paya Bakong, sebuah sekolah di daerah terpencil di Aceh, akan terpilih untuk mewakili Indonesia dalam kompetisi Internasional. Sayuti mengungkapkan, dukungan dari para akademisi, aktivis sains dan pemerhati pendidikan diperlukan guna membantu Fadlon dan Maulidi untuk dapat berpartisipasi dalam kompetisi di Kazakhstan.

North Aceh Students to Represent Indonesia at Int’l Science Competition

www.thejakartapost.com

Two students from high school SMA Negeri 1 Paya Bakong, North Aceh, have been selected to represent Indonesia at the International Matrix Competition in Kazakhstan. Fadlon and Maulidi Rahmi were chosen after they won silver medals in the Indonesia Science Project Olympiad (ISPO) 2017 in Tangerang, Banten, which took place from Feb. 23 to 26.

In the ISPO competition, the two students did scientific research on computer software applications for deaf people. The school’s principal Sayuti said, it’s such a great achievement. Two students from SMA Negeri 1 Paya Bakong have won silver medals and been selected to join the next competition that will be held in Kazakhstan.

He said it was quite a surprise that students from SMA Negeri 1 Paya Bakong, a school in a remote area in Aceh, would be selected to represent Indonesia in an international competition. Support from academics, science activists and education enthusiasts is needed to help Fadlon and Maulidi participate in the competition in Kazakhstan, Sayuti said.

Link: http://www.thejakartapost.com/news/2017/03/05/north-aceh-students-to-represent-indonesia-at-intl-science-competition.html

thejakartapostcom_north-aceh-students-to-represent-indonesia-at-intl-science-competition

Pemda Diminta Prioritaskan Vokasi

Republika, halaman 5

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy mengimbau pemerintah daerah memberikan prioritas pada pendidikan vokasi (kejuruan) untuk melahirkan tenaga terampil Indonesia. Pendidikan vokasi menjadi salah satu arahan Presiden Joko Widodo untuk diberikan prioritas sebagai wujud menciptakan tenaga terampil yang berdaya saing. Hal tersebut disampaikan Mendikbud saat kunjungan kerjanya ke Kabupaten Banyuwangi, Sabtu (4/3).

SMK yang memiliki keunggulan keterampilan nautika tersebut menjadi kebanggaan Indonesia. Pada Juni tahun ini, 10 peserta didik SMK itu akan dikirim ke Jepang untuk menerima pelatihan selama tiga tahun. Hal ini menurut Muhadjir, perlu di contoh oleh sekolah kejuruan lain, dan memberikan motivasi bagi pemerintah daerah di seluruh Indonesia dalam memberikan penguatan dan perhatian terhadap pendidikan vokasi.

Di SMK Negeri 1, Kecamatan Giri, Banyuwangi, yang memiliki keunggulan di bidang pariwisata. Mendikbud Muhadjir berharap lulusan SMK Negeri 1 Giri, Banyuwangi ini mampu membantu pengembangan pariwisata lokal. Terutama dengan ditambahnya fasilitas hotel Edotel Kusuma Banyuwangi (hotel 12 kamar) yang diinisiasi oleh para alumni SMK tersebut. Mendikbud berharap dengan berdirinya hotel ini dapat membantu meningkatkan pariwisata di Kabupaten Banyuwangi dan pemkab dapat membantu pengembangan hotel ini seperti menambahkan jumlah kamarnya

Secara umum, Mendikbud berharap Kabupaten Banyuwangi dapat menjadi contoh bagi daerah lain dalam penguatan dan pengembangan pendidikan vokasi. Fokus pada keunggulan di masing-masing SMK, menurutnya mampu menghasilkan lulusan yang produktif, dan berdaya saing.

Pemda Requested to Prioritize Vocational Education

Republika, page 5

Minister of Education and Culture (Mendikbud) Muhadjir Effendy urged the regional administrations to give priority to vocational education to generate Indonesian skilled personnel.  Vocational education is one of the directives of President Joko Widodo to be given priority as a form of creating competitive skilled manpower.  It was conveyed by Mendikbud during a working visit to Banyuwangi Regency, Saturday (4/3).

SMK with the superiority of nautical skills is the pride of Indonesia. In June this year, 10 SMK students will be sent to Japan to receive training for three years. This according to Muhadjir needs to be copied by other vocational schools, and provide motivation for regional administrations throughout Indonesia to provide reinforcement and attention to vocational education.

SMK Negeri 1, Giri Sub-district, Banyuwangi, has superiority in the field of tourism. Mendikbud expects graduates of SMK Negeri 1 Giri, Banyuwangi to be able to help in the development of local tourism. Especially with the addition of facilities of Edotel Kusuma Banyuwangi (a 12 room hotel), initiated by alumni of the SMK. Mendikbud expects the establishment of this hotel would help increase tourism in Banyuwangi Regency and the regency administration (pemkab) could help in the development of this hotel, such as adding the number of rooms.

In general, the Education Minister hopes Banyuwangi Regency could be an example for other regions in the strengthening and development of vocational education. Focusing on excellence in each vocational high school (SMK), according to him is able to produce graduates who are productive, and competitive.

republika_pemda-diminra-prioritaskan-vokasi

75% Soal Ujian Disusun Guru

Media Indonesia, halaman 20

Uuntuk penyusunan soal Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) 2017, dari 100% soal, tidak semua menggunakan soal dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Soal yang tengah disusun itu melibatkan Kemendikbud sebesar 25% dan sisanya dengan porsi lebih besar, 75% soal disusun kelompok kerja guru (KKG), khususnya oleh Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP). Sebanyak 25% soal dari Kemendikbud dimaksudkan untuk menjadi jangkar. Hal itu dikemukakan Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Sumarna Surapranata di Jakarta, kemarin. Dia menjelaskan para guru MGMP telah dilatih dalam menyusun soal-soal tersebut.

USBN diharapkan dapat meningkatkan kualitas guru dalam pembelajaran, yakni guru harus terbiasa membuat soal bernalar tinggi. Pranata mengatakan GTK mendukung dan mempersiapkan guru dengan memberikan pelatihan kepada kelompok kerja guru. Sekitar 6.000 guru yang dilatih. Dia menjelaskan lebih lanjut, nanti akan ada dua jenis soal yang dibuat MGMP, yaitu pilihan ganda dan uraian.

Soal-soal itu digandakan dan dipakai untuk USBN dengan merujuk pada 25% butir jangkar soal titipan dari pusat sebagai standardisasi. Dengan itu, para guru yang terlibat dalam pembuatan soal tidak mengalami kesulitan. Hal itu disebabkan mereka telah terbiasa menyusun soal dan dibantu dengan soal jangkar.

Terkait anggaran pelatihan, pemerintah pusat, lanjut Pranata, hanya menganggarkan pelatihan guru MGMP dalam jumlah kecil. Dalam hal ini, satu kabupaten memiliki satu kelompok kerja guru yang dilatih pembuatan soal. Karena itu, dalam memutuskan penyusunan soal bernalar tinggi untuk 17 mata pelajaran yang di-USBN-kan, pihaknya telah meminta bantuan dari pemerintah daerah (pemda) agar membantu membiayai dalam menggandakan jumlah soal yang disusun MGMP.

75% Exam Questions Prepared by Teachers

Media Indonesia, page 20

For the preparation of the National Standard School Exam (USBN) questions in 2017, out of 100% of questions, not all uses questions from the Ministry of Education and Culture (Kemendikbud). The questions being prepared involve Kemendikbud by 25% and the rest with a larger portion, 75% questions are prepared by the working group of teachers (KKG), especially by the Deliberation of Subject Teachers (MGMPs). As many as 25% questions from Kemendikbud are intended to be the anchor. The remark was made by Director General of Teachers and Education Personnel (GTK) Sumarna Surapranata in Jakarta, yesterday. He explained the MGMP teachers have been trained in preparing such questions.

USBN is expected to improve the quality of teachers in learning, namely teachers should be used to making high reasoning questions. Pranata said GTK supports and prepares teachers by providing training to the teachers’ working group. About 6,000 teachers are trained. He explained further, there will be two types of questions created by MGMP, i.e. multiple choice and description.

The questions are duplicated and used for USBN with 25% referring to the anchor point of questions from the central (govt) as a matter of standardization. With that, the teachers involved in the making of questions have no trouble. It is because they have been used to compiling questions and assisted by anchor questions.

Related to training budget, the central government, continued Pranata, only budgets MGMP teacher training in small amounts. In this case, a regency has a working group of teachers who are trained in making questions. Therefore, in deciding on the preparation of high reasoning questions for the 17 subjects to be USBN tested, he has asked the help of the regional administrations (pemda) in order to help finance the duplicating of questions compiled by MGMP.

media-indonesia_75-soal-ujian-disusun-guru

Kurangi Angka Kekerasan, Pemerintah Gandeng Kampus

Kompas, halaman 12, Sabtu, 4 Maret

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) terus mendorong pemangku kepentingan termasuk perguruan tinggi, untuk bersama-sama meningkatkan perlindungan terhadap anak dan perempuan dari kekerasan. Sejak tahun lalu, sejumlah perguruan tinggi digandeng Kementerian PPPA melalui progra, one student saves one family (OSSOF). Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Vennetia Danes mengatakan program OSSOF menjadi salah satu upaya menurunkan angka kekerasan terhadap perempuan  dan anak serta meningkatkan perlindungan perempuan dan anak di sejumlah daerah.

Melalui program OSSOF, Kementerian PPPA mengintegrasikan program-program PPPA ke perguruan tinggi. Diharapkan para mahasiswa dapat berperan dan membantu keluarganya untuk meningkatkan perhatian terhadap perlindungan perempuan dan anak.

Lewat OSSOF, mahasiswa akan dibekali berbagai informasi yang lengkap terkait dengan permasalahan yang sering dan umum dihadapi sebuah keluarga. Selanjutnya, mahasiswa diberi tugas untuk mendampingi satu keluarga, khususnya keluarga dengan kategori rentan terhadap berbagai permasalahan, terutama keluarga miskin.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Susanto menilai positif program OSSOF. Program itu diharapkan membawa dampak bagi keluarga karena mahsiswa mendapat pelatihan-pelatihan mengenai perpektif jender dan perlindungan anak. Semangatnya adalah, ketika mahsiswa menjadi alumni, mereka bisa menjadi pelopor perlindungan perempuan dan anak, yang diimplementasikan di tempatnya bekerja sesuai bidang masing-masing.

Reducing Rate of Violence, Government Links with Campus

Kompas, page 12, Saturday, March 4

The Ministry of Women’s Empowerment and Child Protection (PPPA) continues to encourage stakeholders including higher education institutions, to jointly improve the protection of children and women from violence. Since last year, a number of universities were linked by the Ministry of PPPA through the one student saves one family (OSSOF) program. Deputy of Women’s Rights Protection Vennetia Danes said the OSSOF program is one effort to reduce the rate of violence against women and children and to improve the protection of women and children in a number of regions.

Through the OSSOF program, the Ministry of PPPA integrates PPPA programs to higher education.  It is hoped the students could contribute and help families to increase attention towards the protection of women and children.

Through OSSOF, students will be equipped with a variety of complete information on the issues frequently and generally faced by a family.  Then, the students are given the task of accompanying a family, especially families with the category prone to various problems, especially poor families.

Meanwhile, Vice Chairman of the Indonesian Child Protection Commission Susanto rates the OSSOF program as positive. The program is expected to bring impact on families because students receive training on gender and child protection perspectives. The passion is, when students become alumni, they could be precursors for the protection of women and children, implemented in their work places in their respective fields.

kompas_kurangi-angka-kekerasan-pemerintah-gandeng-kampus