The Jakarta Post, halaman 2, Sabtu 11 Maret
Ben Wilson Habas, 14 tahun, adalah seorang pelajar SMP yang gemar mengunggah rekaman kegiatan sehari-harinya di saluran Youtube. Suatu hari, ketika sedang mencari konten baru untuk diunggah, ia menemukan video di saluran Youtube Indonesia tentang cara membuat seseorang pingsan.
Tidak mampu menahan rasa ingin tahunya, ia kemudian sengaja mencoba tantangan “skip challenge” itu dengan meminta bantuan teman-temannya untuk membuatnya pingsan yaitu dengan menekan keras dadanya hingga ia kehabisan udara.
Ben berpikir tantangan tersebut sangat unik dan tertarik untuk mencobanya. Setelah mencobanya, ia lalu pingsan dan beberapa detik kemudian ia terbangun, namun ia merasakan telah pingsan dalam waktu yang cukup lama. Ben merekam kejadian ketika dirinya pingsan itu dan mengunggahnya ke Youtube pada tanggal 5 Maret. Namun, video tersebut telah dihapus oleh pihak Youtube pada Jumat lalu setelah banyak mendapatkan reaksi dan tanda tidak suka dari para pemirsa Youtube. Namun demikian, video tersebut sudah ditonton lebih dari 3.000 kali dalam kurun waktu lima hari.
Ben mengakui bahwa ia tidak melakukan penelitian terlebih dahulu sebelum melakukan tantangan “skip challenge” tersebut. Dia hanya mengetahui bahwa tantangan tersebut dapat menyebabkan hilangnya kesadaran, namu tidak menyadari dampak bahaya lainnya dari tentangan itu. Namun demikian, ia pun bersyukur karena dapat pulih seperti sedia kala setelah mencoba tantangan itu, karena beberapa temannya merasakan sakit kepala setelah mencoba tantangan tersebut. Setelah ditegur guru, Ben pun bersumpah tidak akan pernah mencoba tantangan “skip challenge” itu lagi.
Tantangan yang membuat orang pingsan itu dikenal dengan tagar #skipchallenge atau #passoutchallenge. Tantangan itu tengah populer di kalangan remaja karena banyak dari mereka mengunggah sendiri video mereka ketika mencoba tantangan itu di media sosial. Hal itu menimbulkan keprihatinan para orangtua dengan membuat pesan-pesan peringatan akan bahayanya mencoba tantangan itu.
Tantangan “pass out” diduga mulai ada pada akhir 1990-an dan menjadi terkenal ketika banyak remaja merekam sendiri saat mereka melakukan tantangan tersebut dan kemudian mengunggahnya di web. Pada 2016, seorang anak bernama Da’Vorious Gray, 11 tahun, dari Carolina Selatan, Amerika Serikat, meninggal dunia ketika mencoba mengikuti tantangan tersebut.
Seorang ibu siswi anak kelas lima SD bernama Elizabeth Santosa mengatakan, putrinya mengetahui adanya tantangan “skip challenge” tersebut namun ia tidak berani mencobanya karena sudah mengetahui kalau tantangan tersebut terlalu beresiko.
Elizabeth, yang juga seorang psikolog itu mengatakan, tantangan “skip challenge” itu diterima dan menyebar di kalangan remaja agar mereka dapat diakui oleh teman-teman mereka. Mereka mungkin sudah mengetahui akan bahayanya mencoba tantangan itu, namun mereka tetap mencobanya demi mengikuti trend yang sedang terjadi.
Ketua Pengurus Ikatan Dokter Indonesia (IDI) wilayah Jakarta, Slamet Budiarto, mengatakan, tantangan “skip challenge” sangat berbahaya karena dapat menghambat suplai darah ke otak. Hal itu dapat menyebabkan kekurangan oksigen dan dapat menyebabkan otak tidak berfungsi sehingga menyebabkan kejang, stroke, koma, bahkan kematian. Slamet menyarankan agar para guru dapat lebih memperhatikan siswa mereka, sehingga tren ini dapat dihentikan.