The Jakarta Post, halaman 4
Seorang siswa SMA 47 Jakarta Selatan, Adela Fortunada, 15 tahun, mengatakan bahwa ia menyaksikan sendiri temannya berulang kali menyakiti dirinya sendiri sekitar tahun lalu. Awalnya Adela terkejut dan kemudian menanyakan kepada temannya tersebut mengapa ia mencoba untuk melukai pergelangan tangannya. Temannya itu lalu menjawab bahwa ia tengah mengalami depresi akibat banyaknya permasalahan, termasuk masalah kehidupan percintaannya.
Khawatir ceritanya tersebut akan tersebar luas, Adela kemudian meyakinkan temannya tersebut bahwa ia tidak akan menceritakan kepada siapapun perihal masalah yang dihadapinya itu, dan meminta temannya itu untuk memberitahukan dia jika sedang merasa tidak bahagia dan ingin menyakiti dirinya.
Para ahli kesehatan mengatakan para remaja harus lebih waspada terhadap gejala depresi seperti ini. Terlebih, meraka secara emosional masih dalam tahap perkembangan dan cenderung kurang tangguh dalam menghadapi tekanan ketimbang orang dewasa. Dalam perayaan Hari Kesehatan Dunia pada 7 April lalu, badan dunia World Health Organization (WHO) telah menempatkan depresi sebagai fokus pembahasannya, karena penyakit semacam ini dapat berpengaruh terhadap faktor-faktor demografi.
Gejala-gejala depersi bisa terlihat tanda-tandanya ketika seseorang mengalami kurang tidur, kehilangan nafsu makan, merasa bersalah atau rendah diri, atau merasa lelah. Suzy Yusna Dewi, seorang psikiater di Rumah Sakit Mental Soeharto Heerdjan di Grogol, Jakarta Barat, mengatakan, para remaja yang merasakan gejala-gejala seperti ini harus menceritakan permasalahan emosinya tersebut kepada orang lain. Karena, hal itu dapat mencegah mereka melakukan tindakan menyakiti diri atau bahkan bunuh diri.
Suzy juga menyarankan agar kehidupan para remaja tidak tertutup dan meluangkan waktu bersama orang-orang yang dianggap dapat membuat mereka merasa lebih baik, apakah itu teman baik atau orang-orang yang lebih dewasa, seperti orang tua, guru, ustadz, pastor, atau bahkan seorang psikolog.