Jakarta Post, halaman 2
Hasil penelitian menyebutkan bahwa anak-anak dapat belajar lebih baik dengan menggunakan Bahasa ibu mereka. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010, Indonesia yang memiliki sekitar 2.500 bahasa daerah, menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, namun hal itu mungkin tidak mendukung para siswa memperoleh pembelajaran terbaik.
Bagi masyarakat Papua, bahasa ibu mungkin salah satu yang dibutuhkan di provinsi itu dalam meningkatkan kualitas pendidikan dan juga melestarikan budaya lokal mereka. Karena, data dari Kementerian Pendidikan dan Kebudyaan (Kemdikbud) tahun 2013 menunjukan bahwa sebanyak 36,31 persen, atau sebanyak 3.6 juta masyarakat Papua masih buta huruf, dan menjadikannya sebagai provinsi dengan tingkat penyandang buta huruf tertinggi di Indonesia.
Sebuah proyek yang terselenggara atas kerjasama Analytical and Capacity Development Partnership (ACDP) Indonesia, Pemerintah Provinsi Papua, dan Summer Institute of Linguistics (LIS) dimana bahasa ibu digunakan sebagai bahasa pengantar di kelas ditujukan untuk mengubah situasi tersebut. Proyek percontohan selama dua tahun tersebut dimulai sejak 2 tahun lalu, dengan melakukan pendekatan khusus pada anak-anak tingkat PAUD usia 3 tahun hingga anak-anak kelas dua SD. Dalam proyek yang dilakukan di 13 PAUD dan tiga SD setempat itu, para siswa di Lanny Jaya belajar dengan pengantar bahasa Lani, yang merupakan salah satu diantara lebih dari 300 bahasa lokal di Papua.
Para guru menggunakan pengantar bahasa Lani di dalam kelas ketika mengajari siswa mereka membaca. Metode tersebut berdasarkan survey ACDP yang mengungkapkan bahwa bahasa Lani merupakan bahasa yang paling banyak digunakan oleh anak-anak setempat. Dari 184 siswa SD kelas satu dan dua, sebanyak 75 persen mengatakan bahwa bahasa Indonesia sulit dipahami, sedangkan 88 persen mengatakan bahwa bahasa Lani mudah dipahami.
Joost Pikkert, perwakilan dari SIL, yang juga memimpin proyek studi percontohan tersebut, mengatakan, setelah para siswa itu belajar dengan pengantar bahasa ibu, mereka kemudian mulai belajar dengan pengantar bahasa Indonesia di kelas tiga. Sementara itu, penasehat utama bidang Education Research and Knowledge Managament ACDP Indonesia, David C. Harding, mengatakan, siswa yang diajari dengan pengantar bahasa ibu dapat lebih cepat maju dalam mengembangkan kemampuan linguistik mereka.
David yakin bahwa penggunaan bahasa ibu dan multibahasa dalam pendidikan akan dapat membantu dalam pencapaian kemampuan siswa, menurunkan tingkat putus sekolah, meningkatkan pembelajaran dalam semua mata pelajaran, mendorong pemikiran kritis siswa, dan sekaligus mencegah kepunahan bahasa dan budaya lokal Papua.