UI Berhasil Ciptakan Riset Inovasi untuk Mitigasi Bencana

www.antaranews.com

Rektor Universitas Indonesia (UI) Professor Muhammad Anis mengatakan, para dosen dan mahasiswa UI telah berhasil mengembangkan dan menciptakan beberapa riset inovasi yang sangat penting dan diperlukan dalam menghadapi bencana alam.

Anis mengungkapkan, di antara riset inovasi penelitian penting itu adalah kapal tanpa awak “Makara-05” dan kendaraan tak berawak “quadcopter.” Keduanya dirancang dan dikembangkan oleh mahasiswa UI.

Anis menjelaskan, AMV “Makara 05” sangat penting untuk penanganan bencana yang terjadi di permukaan dan di bawah perairan. Sedangkan, UAV quadcopter sangat membantu dalam menemukan faktor penyebab kebakaran hutan dan lahan tanpa harus melibatkan manusia untuk terjun langsung di lapangan.

Menurut Anis, pertemuan ilmiah tahunan selam tiga hari yang dibuka secara resmi oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) tersebut sangat penting dan diharapkan dapat membuka jalan bagi pembentukan peta jalan riset kebencanaan di Indonesia.

Pertemuan itu dihadiri oleh para ahli dan ilmuwan dari Ikatan Ahli Kebencanaan Indonesia (IABI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dan Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti)

Melalui pertemuan tiga hari itu, para ahli dan ilmuwan yang hadir dapat saling berbagi pengetahuan, keahlian dan pengalaman  dalam upaya untuk pengembangan sains dan teknologi di Tanah Air terkait kebencanaan dan mitigasi bencana.

University of Indonesia successfully creates research innovations on disaster mitigation

www.antaranews.com

The University of Indonesias (UI) teaching staff and students have successfully developed and created several outstanding research innovations that are indispensable for dealing with natural disasters, the universitys rector Professor Muhammad Anis said.

Among the outstanding research innovations are the autonomous marine vehicle of “Makara-05” and the unmanned aerial vehicle “quadcopter.” Both were designed and developed by the UI students, he noted.

The AMV “Makara 05” is significant for handling disasters occurring on the surface and below waters, while the UAV quadcopter is helpful in finding the cause factors of bush and forest fires without involving the presence of the people on the ground, Anis remarked.

According to Anis, the three-day scientific meeting, officially opened by Vice President Jusuf Kalla (JK), is important and is expected to pave the way for the formation of Indonesias roadmap of research on disasters.

The meeting was attended by experts and scientists from UI, the Indonesian Disaster Experts Association (IABI), National Disaster Mitigation Agency (BNPB), Meteorology, Climatology and Geophysics (BMKG), and the Research and Technology and Higher Education Ministry.

Through the three-day meeting, the participating experts and scientists share knowledge, expertise, and experience in an effort to develop the countrys science and technology in dealing with disasters and disaster mitigation.

link: http://www.antaranews.com/en/news/110833/university-of-indonesia-successfully-creates-research-innovations-on-disaster-mitigation

Kelompok Garis Keras Gunakan Metode Radikal untuk Mendoktrin Siswa

www.jakarttaglobe.id

Irfan Amalee, Direktur Peace Generation, sebuah organisasi nirlaba yang mendorong terciptanya perdamaian dan toleransi, mengatakan, beberapa metode biasanya digunakan untuk mendoktrin kaum muda dengan ideologi radikal. Sehingga, diperlukan perhatian yang lebih besar dari guru dan siswa dalam menyikapi hal ini.

Dalam sebuah diskusi yang digelar Komnas HAM di Jakarta, Selasa (02/05), untuk memperingati Hari Pendidikan Nasional terungkap bahwa pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dan doktrinisasi paham radikal telah meningkat di sekolah-sekolah. Irfan menyebut bahwa motivasi politik adalah metode utama yang biasa digunakan untuk mencuci otak siswa.

Irfan mengatakan, kelompok-kelompok radikal juga menggunakan perspektif sejarah dalam melakukan doktrinisasi terhadap kaum muda yang masih rentan dan labil tersebut, sehingga para guru dituntut untuk mewaspadai hal ini.

Ia menambahkan, perspektif psikologis juga digunakan untuk memoles citra pelaku kekerasan sebagai pahlawan, dan untuk mengajari anak-anak bahwa tindakan kekerasan adalah satu-satunya solusi terbaik dalam penyelesaian konflik. Selain itu, agama juga sering disalahgunakan untuk meraih dukungan dan merekrut anggota dengan mengutip sebagian ayat-ayat Alquran.

Irfan mengatakan, kelompok-kelompok radikal itu menargetkan anak-anak dalam melakukan doktrinisasi dengan mengutip potongan ayat-ayat. Jika para guru tidak dapat mencegahnya dan gagal memberikan pemahaman penuh kepada siswa, maka dikhawatirkan anak-anak itu akan bergabung dengan gerakan-gerakan jihad.

Group Highlights Methods Radicals Use to Indoctrinate School Kids

www.jakarttaglobe.id

Several methods are commonly used to indoctrinate the youth with radical ideologies, and greater awareness of this is crucial for both teachers and students, said Irfan Amalee, director of Peace Generation, a nonprofit organization that promotes peace and tolerance.

Human rights violations and the use of deception for radical purposes in schools were raised during a discussion hosted by the National Human Rights Commission (Komnas HAM) in Jakarta on Tuesday (02/05) to commemorate National Education Day. Irfan said political motivation is the first method and commonly used to brainwash students.

He said radical groups also use history to touch young and fragile minds and that teachers need to be aware on this.

He added that a psychological perspective is also used to glorify perpetrators of violence as heroes, and to teach children that violence is the best single solution to resolving conflict. In addition, religion is also often misused, by partially quoting verses from the Koran to attract support and recruit members.

Irfan said, they [radical groups] are targeting children and using verses quoted partially to deceive them. If teachers can’t prevent this and give students a full understanding, they might join the jihadist movements.

Link: http://jakartaglobe.id/news/group-highlights-methods-radicals-use-to-indoctrinate-school-kids/

Fatayat NU Minta UU Perkawinan Direvisi

Republika, halaman 12

Fatayat Nahdlatul Ulama (NU) mengusulkan agar Undang-undang (UU) Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan direvisi. Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Fatayat NU, Anggia Ermarini mengatakan, usulan itu merupakan salah satu rekomendasi dalam Rakernas 2017 di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, pekan lalu.

Fatayat NU ingin menghentikan pernikahan anak di usia dini. Fatayat NU berpendapat, menikah bukan sekadar persoalan menghalalkan hubungan laki-laki dan perempuan. Pernikahan adalah membangun sebuah rumah tangga, ada nilai-nilai yang harus dibangun di dalamnya. Ada pola komunikasi antara suami, istri dan orang tua. Serta ada pola komunikasi antara keluarga dan masyarakat yang lebih luas.

Di usia 16 tahun, mereka masih belum matang dalam membuat pola komunikasi baik yang dibutuhkan setelah menikah. Sehingga mereka yang menikah di usia muda tidak tahu apa yang harus dibangun dalam rumah tangga. Oleh karena itu, Fatayat NU meminta kepada pihak-pihak yang berwenang untuk mengkaji ulang batas usias perkawinan untuk wanita dalam UU Perkawinan yaitu 16 tahun menjadi 18 tahun.

Sementara itu, Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifudin menyambut baik rekomendasi tentang revisi UU perkawinan tersebut. Menag bahkan menantang Fatayat NU untuk membentuk rumusan alternatif dan bentuk pasal, ayat dan naskah akademik perubahan UU Perkawinan.

Fatayat NU Requests Revision of UU regarding Marriage

Republika, page 12

Fatayat Nahdlatul Ulama (NU) suggested that the Law (UU) Number 1 Year 1974 regarding Marriage should be revised. The General Head of Central Leader (PP) Fatayat NU, Anggia Ermarini, said that such suggestion was one of the recommendations on Rakernas 2017 in Palangkaraya, Central Kalimantan last week.

Fatayat NU would like to curtail child marriages. Fatayat NU believes that marriage is more than just legitimizing the relationship between a man and a woman. Marriage is about building a household, which requires certain values such as communication patterns between husband and wife, and with their parents, as well as communication patterns between family and society at large.

At the age of 16 years old, a person has not gained the maturity to create the good communication patterns required after getting marriage. Therefore, those who marry at an early age are not yet aware of what they need to build inside the household. Thus, Fatayat NU is requesting the authorities to review the minimum age of marriage for a woman in the Marriage Law, raising it from the current 16 years old to 18 years old.

Meanwhile, Minister of Religious Affairs (Menag), Lukman Hakim Saifudin responded positively to the recommendation regarding the revision of the Marriage Law. Nevertheless, he challenged Fatayat NU to further develop the alternative formula, as well as produce articles, paragraphs and academic papers outlining the case for amendment of the Marriage Law.

Mutu Lulusan Harus Jadi Prioritas

Koran Sindo, halaman 2

Kebijakan pemerintah membatasi jumlah mahasiswa kedokteran harus diimbangi dengan mekanisme pengawasan dan penataan distribusi lulusan.

Hal ini untuk memastikan peningkatan kualitas dokter sekaligus menjamin pemenuhan kebutuhan tenaga kesehatan masyarakat.

Sekjen Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Untung Suseno Sutardjo mengapresiasakan akan dikeluarkannya peraturan pembahasan mahasiswa kedokteran ini. Namun maslahanya yang lebih penting lagi sebenarnya jumlah mahasiswa kedokteran itu sudah ideal. Tapi disisi lain distribusinya tidak merata.

Saat ini aturan pembatasan kuota mahasiswa kedokteran masih digodok oleh Biro Hukum Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenrsitekdikti). Nantinya aturan pembatasan kuota mahasiswa kedokteran akan berbentuk Keputusan Menristek Dikti.

Untung mengakui, sebelumnya memang sudah ada pembicaraan antara Kemenkes dengan Kemenristek Dikiti mengenai masalah jumlah mahasiswa kedokteran ini. Menurut Untung, meski dia belum melihat peraturannya akan seperti apa namun pembantasan ini bisa menjadi instrument pembinaan bagi fakultas kedokteran. Harapan ke depannya adalah pembatasan ini juga bisa dikaitkan dengan mutu lulusan mahasiswa kedokteran.

Ketua Dewan Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Pusat PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Prijo Sidi mengatakan, Indonesia memang kekurangan tenaga dokter namun disisi lain pendidikan kedokteran juga masih di bawah standar. Salah satu indikatornya adalah rasio dokter dan mahasiswa kedokteran yang tidak sebanding.

Dirinya juga mengungkapkan, ketentuan pendirian fakultas kedokteran di satu daerah juga banyak dilanggar. Sesuai ketentuan seharunya fakultas kedokteran bisa berdiri jika di satu daerah populasi penduduk mencapai minimal 3 juta. Namun di Indonesia fakultas kedokteran bebesa dibuka di wilayah dengan populasi 2 juta saja. Padahal, kata dia, di Singapura saja satu fakultas kedokteran baru bisa dibuka di wilayah dengan populasi 6 juta penduduknya.

Prijo menjelaskan, saat ini banyak fakultas kedokteran terkesan hanya berorientasi mencari mahasiswa sebanyak-banyaknya. Tentu saja kondisi ini tidak akan terjadi jika pemerintah tidak memberikan izin.

Graduate’s Quality should be a Priority

Koran Sindo, page 2

The government’s policy limiting the number of medical students should be counterbalanced with a monitoring and structuring mechanism for the distribution of graduates to ensure the upgrade in the quality of doctors as well as meeting the need for public health personnel.

Sekjen of the Ministry of Health (Kemenkes), Untung Suseno Sutardjo, appreciates this soon to be released regulation in regard to medical students. However, the more serious problem is to ensure that the distribution of the number of medical students is evenly distributed. As from the other side the number of medical student has actually been ideal.

At this time, the regulation concerning the limitation on the number of medical students is still being processed by the Legal Bureau of the Ministry of Research, Technology and Higher Education (Kemenrsitekdikti). In the future, the regulation concerning the limitation on the number of medical students will be in the form of a Menristek Dikti Decree.

Untung admitted that there was already a discussion between kemenkes with Kemeristek Dikti concerning the number of medical students. In his view, this limitation could be a development instrument for medical faculties although he did not know how the regulation would be. The future expectation is that this limitation will relate to the quality of medical student graduates.

The Head of Honorary Board of Medical Ethics PB Indonesian Medical Association (IDI), Prijo Sidi, said that Indonesia was indeed short of doctors. However, on the other hand medical education was also still below standard. One of the indicators is the imbalance between the ratio of doctors and medical students.

He revealed that the regulation in regard to the establishment of a medical faculty in a region was often violated. According to the regulation, a faculty may be established when the area population reaches a minimum of three (3) million. In Indonesia, however, establishment of medical faculties can occur with a population as low as just two (2) million people. Whereas in Singapore, he pointed out, a medical faculty can only be established in an area with a population of six (6) million people.

Prijo explained that at currently the numerous medical faculties were only oriented towards finding a lot of medical students. Surely, this will not occur if the government does not give permission.

SMK tanpa Batas Zonasi

Jawa Pos, halaman 8

Mekanisme penerimaan peserta didik baru (PPDB) SMA/SMK di Jawa Timur akandibuat mirip seleksi bersama masuk perguruan tinggi negeri (SNMPTN). Yakni, berada dalam jaringan terpadu pada satu laman online. Dengan demikian, siswa cukup mendaftar secara online. Kepala Dinas Pendidikan Jawa Timur Saiful Rachman mengatakan, proses seleksi diupayakan di masing-masing daerah. Siswa luar kota yang akan mendaftar sekolah di kota lain bisa ikut mendaftar. Jika sudah diterima, siswa bisa datang ke sekolah yang dituju.

Meski begitu, sistem PPDB antara jenjang SMA dan SMK berbeda. Jenjang SMA menerapkan zonasi dan memiliki batsan kuota 10 persen untuk siswa antar kabupaten/kota. Sebaliknya, untuk jenjang SMK, tidak ada sistem zonasi. Batasan kuota siswa luar daerah pun ditiadakan.

Zonasi masuk SMA negeri di tiap kabupaten/kota bisa berbeda-beda. Surabaya, misalnya, memiliki lima zona. Yakni, timur,barat, utara, selatan, dan pusat. Setiap siswa bisa memilih dua sekolah. Pilihan pertama di dalam zona, pilihan kedua di luar zona. Prioritasnya, lanjut  dia, adalah dalam satu zona berdasar tempat tinggal dan asal sekolah.

Sementara itu, untuk SMK, ada beberapa tahapan seleksi yang harus diikuti calon siswa. Yakni, tes potensi akademik (TPA), tes fisik, hingga tes kesehatan. Upaya itu dilakukan untuk menyeleksi siswa yang benar-benar tangguh. Sebab, meraka dipersiapkan atau berorientasi pada dunia kerja. Selain tanpa Zona, di SMK tidak ada kuota untuk siswa luar daerah. Alasannya tidak semua daerah memiliki program keahlian atau jurusan seperti yang diinginkan lulusan SMP. Saiful menyebutkan, mobilitas mendaftar ke SMK juga tidak sama dengan SMA.

SMK without Zoning Limit

Jawa Pos, page 8

The mechanism of admissions of new learners (PPDB) SMA/SMK in East Java will be made similar to the state higher education entrance joint selection (SNMPTN). Namely, being in a unified/ an integrated network on a single online page. Thus, students simply register online. Head of East Java Education Agency Saiful Rachman said the selection process was sought in respective regions. Out-of-town students who will enroll in other cities may join. If accepted, students can come to the intended school.

Even so, the PPDB system between SMA and SMK levels differ.  The SMA level applies zoning and has a 10 percent quota limit for students between districts/cities. Conversely, for SMK level, there is no zoning system. Quota limitations for students outside the region were also abolished.

Zoning to enter state high schools (SMA negeri) in each regency/ city can vary. Surabaya, for example, has five zones. Namely, east, west, north, south, and central.  Each student can choose two schools. The first choice is in the zone, the second choice is outside the zone. The priority, he continued, is in a zone based on where one lives and the school origin.

Meanwhile, for SMK, there are several stages of selection that must be followed by prospective students. Namely, the test of academic potential (TPA), physical tests, to medical tests. These efforts were done to select students who are really tough. Because, they are prepared or oriented to the world of work. Besides without Zoning, in SMK there is no quota for students outside the region. The reason is that not all regions have skills/expertise programs or majors as desired by junior high school graduates. Saiful said the mobility of registering to SMK is also not the same as SMA.