Irfan Amalee, Direktur Peace Generation, sebuah organisasi nirlaba yang mendorong terciptanya perdamaian dan toleransi, mengatakan, beberapa metode biasanya digunakan untuk mendoktrin kaum muda dengan ideologi radikal. Sehingga, diperlukan perhatian yang lebih besar dari guru dan siswa dalam menyikapi hal ini.
Dalam sebuah diskusi yang digelar Komnas HAM di Jakarta, Selasa (02/05), untuk memperingati Hari Pendidikan Nasional terungkap bahwa pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dan doktrinisasi paham radikal telah meningkat di sekolah-sekolah. Irfan menyebut bahwa motivasi politik adalah metode utama yang biasa digunakan untuk mencuci otak siswa.
Irfan mengatakan, kelompok-kelompok radikal juga menggunakan perspektif sejarah dalam melakukan doktrinisasi terhadap kaum muda yang masih rentan dan labil tersebut, sehingga para guru dituntut untuk mewaspadai hal ini.
Ia menambahkan, perspektif psikologis juga digunakan untuk memoles citra pelaku kekerasan sebagai pahlawan, dan untuk mengajari anak-anak bahwa tindakan kekerasan adalah satu-satunya solusi terbaik dalam penyelesaian konflik. Selain itu, agama juga sering disalahgunakan untuk meraih dukungan dan merekrut anggota dengan mengutip sebagian ayat-ayat Alquran.
Irfan mengatakan, kelompok-kelompok radikal itu menargetkan anak-anak dalam melakukan doktrinisasi dengan mengutip potongan ayat-ayat. Jika para guru tidak dapat mencegahnya dan gagal memberikan pemahaman penuh kepada siswa, maka dikhawatirkan anak-anak itu akan bergabung dengan gerakan-gerakan jihad.