UGM Menjadi Tuan Rumah Kontes Robot

Kompas, halaman 11

Universitas Gadjah Mada menjadi tuan rumah Kontes Robot Indonesia Regional III 2017 yang berlangsung pada 11-13 Mei 2017. Sebanyak 73 tim dari sejumlah perguruan tinggi asal Daerah Istimewa Yogyakarta, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Selatan berlomba agar dapat lolos ke ajang Kontes Robot Indonesia tingkat nasional.

Kontes Robot Indonesia (KRI) merupakan kompetisi tahunan di bidang robotika. Kompetisi itu diikuti tim mahasiswa dari institusi pendidikan tinggi, negeri ataupun swasta, yang terdaftar di Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi.

Panitia pelaksana KRI Regional III 2017 Maun Budiyanto mengatakan, 73 tim akan berlaga di empat kategori lomba. Sebanyak 17 tim beradu dalam kategori ketangkasan, 26 tim bertanding di kategori pemadam api, 17 tim bertanding dalam kategori sepak bola beroda, dan 13 tim bertanding untuk kategori seni tari Indonesia. Tim yang menang di kategori ketangkasan akan dilibatkan dalam lomba robot tingkat internasional di Tokyo, Jepang, Agustus 2017.

Sementar itu, Kepala Subdirektorat Kreativitas UGM Ahmad Agus Setiawan menilai, kompetisi itu bisa meningkatkan kreativitas mahasiswa yang jadi peserta. Selain itu, mahasiswa bisa mengaplikasikan ilmu pengetahuan dan teknologi ke dunia nyata. Mahasiswa, lanjutnya, dituntut peka dan inovatif mengembangkan teknologi robotika. Pengetahuan robotika yang mereka dapatkan dari kontes itu akan amat berguna saat nanti mereka terjun ke dunia industri.

UGM Becomes Host of Robot Contest

Kompas, page 11

Gadjah Mada University (UGM) is the host of the 2017 Regional III Indonesia Robot Contest which takes place on May 11-13, 2017. A total of 73 teams from a number of universities from Yogyakarta, East Kalimantan and South Kalimantan competed in order to pass the national level of the Indonesia Robot Contest.

The Indonesia Robot Contest (KRI) is an annual competition in the field of robotics. The competition is followed by teams of students from higher education institutions, public or private, registered at the Ministry of Research, Technology, and Higher Education.

The 2017 Regional III KRI organizing committee Maun Budiyanto said, 73 teams will compete in four categories of the contest.  A total of 17 teams competed in the agility category, 26 teams competed in the fire extinguishing category, 17 teams competed in the wheelchair soccer category, and 13 teams competed for the category of Indonesian dance. The winning team in the agility category will be involved in the international robot competition in Tokyo, Japan, in August 2017.

Meanwhile, Head of UGM Creative Sub-directorate, Ahmad Agus Setiawan assessed this competition can improve the creativity of students who become participants. In addition, students can apply science and technology to the real world. Students, he added, are demanded to be sensitive and innovative in developing robotics technology. The knowledge of robotics that they obtain from the contest will be very useful when they enter the industrial world.

Pendidikan Berkualitas Belum Merata

www.republika.co.id

Pendidikan berkualitas belum dapat diakses secara merata oleh masyarakat tidak mampu. Peneliti SMERU Research Institute, Heni Kurniasih, mengatakan ada indikasi perbedaan kualitas pendidikan antara siswa miskin dan siswa kaya. Tingkat ekonomi berkorelasi positif dengan kemampuan terhadap akses pendidikan berkualitas.

Hal itu salah satunya tampak dari akreditasi sekolah dan hasil Ujian Nasional (UN). Kelompok masyarakat dengan pengeluaran perkapita lebih tinggi, lanjutnya, dari sisi ujian nasional cenderung hasilnya lebih tinggi, itu terjadi untuk SD, SMP, sampai SMA. Mereka  mendapat akses pendidikan lebih baik. Dari data 1997-2000an, tidak ada banyak perubahan.

Menurut Heni, masih ada beberapa tantangan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Ia mengatakan standar pelayanan minimum pendidikan belum tercapai. Dalam prakteknya, masih banyak sekolah yang mengalami kekurangan buku-buku teks, keterbatasan laboratorium, guru yang tidak memenuhi kualifikasi, serta kurangnya guru mata pelajaran.

Sementara itu, pakar pendidikan Universitas Paramadina Totok Amin Soefijanto juga menyebutkan akses siswa miskin terhadap pendidikan berkualitas masih kurang. Peningkatan mutu sekolah harus menjadi prioritas agar kesenjangan kualitas antarsekolah semakin kecil. Bentuk-bentuk, seperti charter school, entrusted school dan bundled school dapat menjadi alternatif yang dipertimbangkan.

Totok menilai perlunya akuntabilitas dan transparansi kuota siswa tidak mampu dalam penerimaan siswa baru karena sangat rawan penyimpangannya. Bantuan pemerintah dalam bidang pendidikan lebih efektif meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, kualitas guru perlu ditingkatkan untuk menunjang pembelajaran disamping pembenahan masalah distribusi guru di Indonesia yang belum merata.

Quality Education Yet to be Equal

www.republika.co.id

Quality education cannot yet be accessed evenly by the poor.  SMERU Research Institute researcher, Heni Kurniasih, said there are indications of differences in the quality of education between poor/underprivileged students and wealthy students. The economic level correlates positively with the ability to access quality education.

This is apparent from school accreditation and the results of the National Examination (UN). Community groups with higher per capita expenditure, she added, in terms of the national exams the results tend to be higher; it occurs for primary school, junior high school, and high school. They get better education access. From 1997-2000 data, there is not much change.

According to Heni, there are still some challenges to improve the quality of education. She said the minimum education service standard has not been achieved. In practice, there are still many schools lacking textbooks, limited laboratories, unqualified teachers, and lack of subject teachers.

Meanwhile, Paramadina University education expert Totok Amin Soefijanto also said poor students’ access to quality education is still lacking. Improving the quality of schools should be a priority so that the quality gap between schools diminishes.  Alternatives such as charter school, entrusted school and bundled school could be considered.

Totok assesses the need for accountability and transparency of underprivileged student quota in new student admissions because it is very vulnerable to deviation. Government assistance in the field of education more effectively improves the people’s welfare.  In addition, the quality of teachers should be improved to support learning besides improving the problem of uneven teacher distribution in Indonesia.

link: http://www.republika.co.id/berita/pendidikan/eduaction/17/05/09/opoqav384-pendidikan-berkualitas-belum-merata

SOS Children’s Village Bantu Kalangan Muda Kurang Beruntung Masuki Dunia Kerja

www.jakartaglobe.id

Organisasi nirlaba internasional, SOS Children’s Village, meluncurkan program “Youth Can!” di Harper Hotel di Jakarta Timur, Senin (08/05), dalam upaya mengurangi pengangguran di kalangan muda.

Inisiatif tersebut berawal dari permasalahan global yang dihadapi generasi muda saat ini. Menurut Organisasi Buruh Internasional (ILO), 40 persen pengangguran dunia saat ini berusia 15-24 tahun.

Dalam peluncuran program itu, Kepala Bidang Kemitraan Luar Negeri Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), Mihran Tabrani, mengatakan, Indonesia yang 43 persen penduduknya berusia di bawah 25 tahun, saat ini tengah berjuang keras untuk mengurangi tingkat pengangguran di kalangan muda.

Masalah yang cukup mengkhawatirkan itu menginspirasi SOS Children’s Village untuk membuat program “Youth Can!”, yaitu serangkaian program mentoring dan pelatihan yang difokuskan bagi kalangan muda kurang beruntung yang mengalami transisi dari masa sekolah ke kehidupan mandiri.

Dengan fokus terhadap “anak muda kurang beruntung,” itu, SOS Children’s Village dapat memahami permasalahan anak muda usia 15-24 tahun yang telah atau beresiko kehilangan perhatian orang tua mereka, sehingga diperlukan bimbingan ketika mereka memasuki masa dewasa.

Direktur pengembangan program SOS Children’s Village Indonesia, Yudi Kartiwa, mengatakan, SOS Children’s Village sebenarnya telah memiliki program kepedulian berbasis keluarga, namun peluncuruan program “Youth Can!” secara khusus akan difokuskan untuk memberikan pelatihan yang diperlukan oleh kalangan muda guna memudahkan mereka dalam mendapatkan pekerjaan. Program ini, lanjutnya, adalah inisiatif dan kolaborasi global yang difokuskan terlebih dahulu untuk kawasan Asia. Program tersebut akan diawali di Indonesia  dan kemudian diikuti Sri Lanka.

SOS Children’s Village telah menjalin kemitraan dengan sektor korporasi, diantaranya perusahaan logistik asal Jerman, Deutsche Post DHL Group. Sebelumnya, SOS Children’s Villages dan DHL telah berkolaborasi dalam program CSR DHL yang diberi nama “Go Teach”, dimana para karyawannya secara sukarela mengajukan diri dalam program kegiatan pendidikan bagi masyarakat kurang beruntung di lingkungan sekitarnya. DHL Indonesia telah menyelenggarakan program itu di Jakarta, Bandung (Jawa Barat) dan Flores (Nusa Tenggara Timur).

AkzoNobel, perusahaan cat dan pelapis internasional, juga merupakan salah satu mitra dari program itu. Meskipun masih terbilang baru dalam bermitra dengan SOS Children’s Villages, perusahaan tersebut telah merancang sebuah program bernama “Let’s Color,” yaitu program pelatihan bagi kalangan anak muda di bidang industri cat dengan harapan dapat menggabungkan keterampilan artistik mereka dengan pengetahuan bisnis ketika mereka akan memulai kegiatan kewirausahaan.

SOS Children’s Villages to Help Disadvantaged Youth Enter Job Market

www.jakartaglobe.id

International non-profit organization SOS Children’s Villages launched the “Youth Can!” project at the Harper Hotel in East Jakarta on Monday (08/05) in a bid to reduce youth unemployment.

The initiative stemmed from a global problem facing today’s young generation. According to the International Labour Organization (ILO), 40 percent of the world’s unemployed are aged 15-24.

“In Indonesia, 43 percent of the population is under 25, but the country is still struggling very hard in terms of its youth’s employment rate,” Youth and Sports Ministry head of international youth partnership Mihran Tabrani said during the program’s launching ceremony.

The worrying issue has inspired SOS Children’s Villages to organize “Youth Can!” — a series of mentorship and training programs for young people in transition from school to independent life, focusing on disadvantaged youth.

By “disadvantaged,” SOS Children’s Villages understands young people, aged 15-24, who have lost parental care or are at risk of losing it, and need guidance to enter adulthood.

SOS Children’s Villages program development director for Indonesia, Yudi Kartiwa, said that while the organization already has family-based care programs, “Youth Can!” will specifically focus on providing necessary training to help the young get employed. He said that It is a global initiative and collaboration and focuses on Asia first. Indonesia will kick off the program, followed by Sri Lanka.

The non-profit organization has partnered with the corporate sector, including German logistics company Deutsche Post DHL Group. SOS Children’s Villages and DHL have earlier collaborated in DHL’s “Go Teach” corporate social responsibility program, where its employees volunteered in educational activities for under developed neighborhoods.

DHL Indonesia has implemented the program in Jakarta, Bandung (West Java) and Flores (East Nusa Tenggara).

International paints and coatings company AkzoNobel is also among the program’s partners. Despite being a newcomer in working with SOS Children’s Villages, the company has already designed a program called “Let’s Color,”  involving teaching young people about the industry in hope to combine their artistic skills with business knowledge to embark on entrepreneurial activities.

link: http://jakartaglobe.id/news/crossborder-events-expected-attract-foreign-tourists/

26 Perguruan Tinggi Unggulan Jalani Program Asuh

Suara Pembaruan, halaman 17

Dirjen Pembinaan dan Kemahasiswaan Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi  (Dirjen Kemenristekdikti), Intan Ahmad, mengatakan, berdasarkan hasil seleksi dan penilaian Kemenristekdikti, telah ditetapkan 26 perguruan tinggi (PT) unggulan yang akan menjalani program Asuh.

Dijelaskan dia, PT unggulan itu diberi dana hibah untuk membina institusi yang masih berakreditasi C, termasuk program studi (Prodi) yang masih terakreditasi C, dengan melakukan monitoring  dan pembinaan dalam implementasi klinik sistem penjaminan mutu internal (SPMI).

Surat kepurusan (SK) Dirjen Belmawa No. 179/SK/2017, telah menetapkan 26 PT Asuh tahun 2017. Direktur Penjaminan Mutu, Ditjen Belmawa Kemristekdikti, Aris Junaidi, mengatakan, dalam mengatasi masalah disparitas pendidikan, Indonesia memiliki jumlah PT yang banyak dibandingkan negara lain. Berdasarkan data Kemenristekdikti, total PT yang ada saat ini sebanyak 4.472 dengan mutu berbeda-beda. Disparitas mutu antar PT masih sangat tinggi.

Ia menuturkan, budaya mutu penting untuk tumbuhkan di perguruan tinggi. Mutu perguruan tinggi memiliki korelasi erat dengan lulusan yang dihasilkan. Namun demikian, kondisi mutu perguruan tinggi di Indonesia saat ini masih mengalami disparitas. Masih terdapat jurang pemisah perguruan tinggi bermutu baik dengan perguruan tinggi berakreditasi rendah.

Menyikapi disparitas PT, Aris mengatakan, Kemristekdikti telah membuat program terobosan untuk meningkatkan mutu perguruan tinggi di Indonesia, yakni melalui program prioritas. Salah satunya adalah Program Asuh Perguruan Tinggi Unggul.

Ia menjelaskan, program ini merupakan program Kemenristekdikti untuk meningkatkan layanan, menumbuhkan budaya serta meningkatkan mutu prodi melalui penguatan sistem penjaminan mutu internal pada PT, yang dilaksanakan dengan program pengasuhan oleh PT unggul.

PT yang sudah unggul akreditasinya diharapkan dapat memberikan sharing best practice dan memberikan bimbingan. Sehingga PT yang berakreditasi C dapat terdorong dan terinsipirasi, serta akhirnya mampu melakukan praktik yang baik di perguruan tingginya masing-masing untuk meningkatkan akreditasi.

26 Universities of Excellence to Take Foster Program

Suara Pembaruan, page 17

Dirjen of Learning and Student Affair of the Ministry of Research Technology and Higher Education (Dirjen Kemenristekdikti), Intan Ahmad, said that according to the selection and assessment result of Kemenristekdikti, 26 universities of excellence have been stipulated to take the Foster program.

He explained that such universities have been given the grant fund to guide institutions still accredited C, including the study program (Prodi) that is still in C accreditation. This is to be carried out through monitoring and guiding in the System Clinique Implementation of Internal Quality Assurance (SPMI).

The Decree (SK) of Dirjen Belmawa Number 179/SK/2017 stipulates 26 universities in 2017. The Director of Quality Assurance, Ditjen Belmawa Kemristekdikti, Aris Junaidi, said that in resolving the problem of educational disparity, Indonesia had numerous universities compared to other countries. Based on Kemenristekdikti data, there are 4,472 universities but with different qualities. The disparity in quality between universities is still high.

He said that it is necessary to foster the growth of a culture of quality in the universities. The quality of universities has a strong correlation with that of their graduates. At the present time, however, there is much disparity in the quality of universities in Indonesia with a major gap between universities of high quality and those of low quality.

To face up to resolving the disparity between universities, Aris said that Kemristekdikti has introduced innovative programs to upgrade the university’s quality through the priority program. One of these programs is the University of Excellence Foster Program.

He explained that this was Kemenristekdikti’s program to upgrade the service, to cultivate the culture, as well as to upgrade the prodi’s quality through strengthening the internal quality assurance system in universities. This is implemented through the foster program by the universities of excellence.

The universities with excellent accreditation are expected to provide guidance and sharing of best practices. This will motivate and inspire those universities accredited C, as well as enabling them to implement good practices in their universities, thus leading to upgrade of their accreditation.

USMBD Masih Berbasis Pensil dan Kertas

Jawa Pos, halaman 30

Siswa SD sudah tiga tahun tidak menjalani ujian nasional. Sebagai pengganti, mereka menjalani ujian sekolah madrasah berstandar daerah (USMBD). Senin (15/5) nanti, para siswa SD akan  menjalani USMBD yang akan menjadi tolok ukur bagi mereka untuk melanjutkan ke SMP.

Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Sopan Andrianto, mengatakan, fungsi USMBD dan ujian nasional sama. Yang berbeda adalah soal yang diberikan, dimana ujian nasional dibuat pemerintah sedangkan USMBD dibuat daerah. Namun, dalam pembuatan soal USMBD ada kisi-kisi dari pemerintah pusat, sehingga soal ujiannya tidak jauh berbeda.

Sopan menjelaskan, pada 2017, ada 2.952 sekolah yang menyelenggarakan USMBD, yang terdiri dari 2.453 SD, 478 madrasah ibtidaiyah (MI) dan 21 SD luar biasa. Soal SMBD sudah diserahterimakan ke seluruh rayon pada hari Sabtu (13/5) untuk dibagikan ke sekolah di seluruh wilayah DKI Jakarta.

Sopan menambahkan, untuk USMBD belum bisa dilaksanakan dengan berbasis komputer, karena jumlah SD di DKI Jakarta terlalu banyak dan sarana prasarananya belum mencukupi. Oleh sebab itu, ujian dilaksanakan dengan berbasis pensil dan kertas.

USMBD still in Pencil and Paper Format

Jawa Pos, page 30

Elementary school (SD) students have not undertaken the national exam for 3 years. As a substitute, they have taken the Regional-Standardized Islamic School Exam (USMBD). On Monday (15/5), the students will take USMBD that will be the benchmark for them to continue to junior high school (SMP).

The Head of Education Office of DKI Jakarta, Sopan Andrianto, said that the function of USMBD and the national exam were the same. The difference is in the questions. The national exam questions are prepared by the government, while the USMBD questions are prepared by the region. However, there are exam summaries from the central government. As a result, the exam questions are not too different.

Sopan explained that in 2017, 2,952 schools will hold USMBD consisting of 2,453 SD, 478 Islamic Primary Schools and 21 Primary Schools for Exceptional Students. The SMBD questions were transferred to all representative areas on Saturday (13/5) for delivery to the schools across DKI Jakarta regions.

Sopan added that it was still unable to implement a computer-based USMBD. This is due to the large number of elementary schools in DKI Jakarta and the lack of facilities as well as the infrastructure. Therefore, the exam will be implemented in a pencil and paper format.