Kompas, halaman 12
Pendidikan adalah kunci masa depan bangsa. Namun, di sejumlah daerah terpencil, ditemukan peserta didik ditelantarkan karena ketiadaan guru di sekolah. Proses belajar mengajar tak lancar. Faktornya antara lain ketiadaan fasilitas dan distribusi guru yang tak merata. Salah satu temuan ketidakhadiran guru yang membuat anak didik terlantar ada di Kabupaten Kepulauan Aru, Maluku. Guru-guru sering meninggalkan sekolah selama berbulan-bulan karena memilih tinggal di Dobo, ibu kota kabupaten.
Bupati Kepulauan Aru Johan Gonga mengatakan, ada julukan guru ujian bagi guru-guru di daerah pedalaman. Guru-guru baru hadir jika siswa sudah mau ujian. Di SD Negeri Batugoyang, Kecamatan Aru Selatan, guru yang mengajar didominasi peserta program Sarjana Mendidik di Daerah Tertinggal, Terluar, dan Terdepan (SM3T).
Pemerhati masalah pendidikan di Maluku Stanley Ferdinandus mengatakan, kondisi serupa tak hanya terjadi di Kepulauan Aru, tetapi juga sebagian besar kabupaten lain di Maluku. Menurut dia, penyelenggaraan pendidikan yang masih di bawah standar ada di hampir semua pulau kecil di Maluku. Masalah yang sama ditemukan di sejumlah kawasan terpencil lainnya, seperti di Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Sumatera Utara, Papua, bahkan Jawa Barat.
Sementara itu, Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemdikbud Sumarna Surapranata menjelaskan, untuk memenuhi guru di daerah 3T, Kemdikbud memiliki program Guru Garis Depan (GGD). Tahun ini akan segera dikirimkan 6.296 orang GGD di 128 kabupaten untuk 28 provinsi. Bersama Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan dilakukan penelitian di lima kabupaten, antara lain Keerom, Ketapang, dan Kaimana. Penelitian itu untuk mencari model bagaimana mengatasi tingkat kehadiran guru dan sistem pengawasan dengan melibatkan masyarakat, antara lain agar kehadiran guru/kepala sekolah lebih baik.