The Jakarta Post, halaman 3
Indonesia akan menghadapi tantangan yang berat untuk mencapai tujuan ilmiah dan pendidikannya pada tahun 2045, dengan banyaknya ilmuwan yang masih berjuang untuk menghasilkan karya-karya yang berkualitas dan layak diterbitkan.
Dalam sebuah dokumen yang dikeluarkan Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) pada Jumat lalu, terungkap kurangnya kemampuan bahasa di kalangan para peneliti lokal termasuk menjadi salah satu rintangan utama yang harus segera diatasi jika negeri ini ingin setara dengan rekan-rekan regionalnya dalam perkembangan sains dan teknologi.
Dokumen, Buku Putih Sains, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Menuju Indonesia 2045, yang dituliskan oleh AIPI atas permintaan pemerintah. Pemerintah mengatakan bahwa tahun 2045 akan menjadi tonggak penting bagi Indonesia. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) memproyeksikan bahwa pada peringatan 100 tahun Hari Kemerdekaan Indonesia tersebut, Indonesia akan menjadi negara dengan ekonomi terbesar keempat di dunia.
AIPI berpendapat bahwa impian ilmiah bangsa Indonesia dapat dicapai melalui kombinasi “pertumbuhan ekonomi yang kuat” dan peningkatan kualitas lulusan pendidikan tinggi dan penelitan yang dapat memenuhi kebutuhan industri. Namun, AIPI mengatakan bahwa kondisi terkini di lingkungan pendidikan dan penelitian di Indonesia tidak akan membantu tujuan pembangunan bangsa Indonesia.
AIPI mengutip sebuah artikel pada tahun 2016 yang dibuat oleh redaktur The Lancet, Richard Horton yang berjudul “Indonesia – Unraveling the Mystery of a Nation.” Dalam artikel tersebut berpendapat bahwa Indonesia lebih banyak menggunakan budaya lisan daripada budaya menulis, serta para penelitinya kurang menguasai bahasa ilmiah yang didominasi penggunaan bahasa Inggris. Masalah tersebut, menurut dokumen dari AIPI, disebabkan oleh keputusan pemerintah yang mengabaikan pendidikan sastra sejak tahun 1950an.
AIPI berpendapat bahwa kemahiran dalam keterampilan intelektual dasar dapat meningkatkan kinerja Indonesia dalam penelitian, terutama dalam hal penulisan publikasi ilmiah dengan kualitas tingkat internasional.
Pada 22 Desember tahun lalu, Indonesia telah memiliki 9.457 makalah yang diterbitkan dalam jurnal ilmiah terindeks Scopus. Malaysia telah menghasilkan jumlah terbesar di wilayah ASEAN, dengan 24.168, disusul oleh Singapura dengan 18.125 publikasi dan Thailan dengan 12.611 publikasi.
AIPI mengatakan untuk jangka panjang, pemerintah harus benar-benar mereformasi pendidikan dasar, menengah, hingga perguruan tinggi untuk meningkatkan kemampuan generasi muda bangsa dalam menguasai keterampilan dasar seperti bahasa.
Masalah sistemik, seperti keterbatasan anggaran dan kurangnya dosen berkualitas tinggi, juga menjadi salah satu batu sandungan lainnya, diungkapkan AIPI dalam laporan tersebut.
AIPI merekomendasikan agar pemerintah meningkatkan alokasi untuk penelitian dan pengembangan dalam anggaran negara. Inisiatif semacam itu akan memastikan lingkungan yang baik untuk penelitian.