Perdalam Kebhinekaan

Kompas, halaman 15

Pembelajaran tentang kebhinekaan di sekolah hendaknya diperdalam agar peserta didik memiliki pemahaman mendasar yang kukuh. Semangat kemajemukan dalam diri siswa diperkuat sejak dini agar terhindar dari prasangka yang memecah persatuan bangsa. Selama ini, hal itu dilakukan sekadar formalitas dan minim kreasi pembelajaran. Anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia  Yudi Latif, saat berdialog dengan peserta Sekolah Guru Kebhinekaan (SGK) di Jakarta, Sabtu, (20/5), mengatakan, banyak hal simbolik terjadi di sekolah yang seharusnya tak hanya dilihat dalam kerangka membangun pemahaman mendasar para siswa tentang kebhinekaan.

SGK digagas Yayasan Cahaya Guru (YCG) untuk memberikan pemahaman mendasar tentang kebhinekaan kepada guru. Tahun ini, inisiatif itu diselenggarakan kedua kali dengan peserta 35 orang. Peserta dari berbagai SMA di DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat.

Yudi mencontohkan upacara bendera di sekolah kental dengan makna kebhinekaan dalam persatuan. Dengan pusat sank saka Merah Putih, kegiatan itu mencerminkan semua warga sekolah berbeda-beda dari berbagai latar belakang, tetapi tetap memiliki unsur dasar yang sama, yaitu darah (merah) dan tulang (putih). Menurut Yudi, pembelajaran kebhinekaan di sekolah bisa dilakukan dengan dua cara. Pertama, lewat seni, baik itu musik maupun sastra. Kedua melalui kegiatan praktis atau tindakan nyata, seperti kegiatan luar kelas berkemah dan mengerjakan proyek sosial ke masyarakat.

Sementara itu, Ketua Yayasan Cahaya Guru Henny Supolo Sitepu menyatakan, SGK merupakan ruang perjumpaan guru untuk memahami dan menyebarkan kebhinekaan di sekolah. Para guru “ditatar untuk memahami kebhinekaan Indonesia bukan saja sebagai pengetahuan, melainkan terutama kesadaran. Itu dilakukan baik pengajaran di ruang kelas maupun kegiatan di luar kelas.