The Jakarta Post, halaman 3
Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tjahjo Kumolo, baru-baru ini mengusulkan gagasan yang sangat kontroversial, yaitu pemilihan rektor di universitas negeri ditentukan oleh Presiden. Hal itu dilakukan guna membentengi kampus dari ideologi radikal. Gagasan tersebut diusulkan Tjahjo Kumolo, anggota senior Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), karena adanya kekhawatiran kampus-kampus menjadi tempat berkembangnya gerakan radikal untuk menganti ideologi negara Pancasila.
Namun, usulan tersebut menimbulkan kontroversi. Forum Rektor Indonesia (FRI) menyebut gagasan tersebut sebagai ancaman terhadap independensi dan kemandirian akademik kampus.
Dalam sistem saat ini, pemilihan rektor berdasarkan persentase suara Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenrisktekdikti) sebesar 35 persen, sedangkan sisanya sebesar 65 persen berada di tangan anggota senat kampus.
Ketua FRI, Suyatno, mengatakan, sistem pemilihan rektor tersebut tidak cukup baik. Ia berpendapat, anggota senat kampus seharusnya memiliki kewenangan penuh dalam pemilihan rektor. Sedangkan, Kemenristekdikti hanya terlibat selama fit and proper test calon rektor. Sehingga, proses pemiihan rektor akan berjalan lebih efektif dan jauh dari politisasi.
Ia berpendapat bahwa usulan Tjahjo tersebut tidak akan membawa hasil yang diharapkan, bahkan adanya campur tangan pemerintah di ranah akademis itu bisa mengilhami lahirnya radikalisme. Kampus, ujarnya, harus tetap mandiri dan memiliki otonomi sendiri, termasuk kebebasan dalam memilih rektor mereka sendiri.
Pemerhati pendidikan yang juga Direktur Pendidikan Tinggi, Iptek, dan Kebudayaan di Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Amich Alhumami, mengatakan, usulan semacam itu akan melemahkan independensi lembaga pendidikan tinggi. Institusi tidak lagi ‘sehat’ dan manajemennya akan hancur. Sebagai konsekuensinya, kualitas rektornya pun akan dipertanyakan.
Dihubungi terpisah, juru bicara kepresidenan Johan Budi mengatakan, usulan Tjahjo tersebut masih merupakan wacana dan belum secara resmi diajukan kepada Presiden. Sampai sekarang, lanjutnya, Presiden belum diberi penjelasan terkait hal itu.
Pada Senin lalu, Tjahjo berkilah bahwa ia hanya berusaha menemukan jawaban atas meningkatnya permasalahan yang dihadapi pemerintah terkait radikalisme, terorisme dan penyalahgunaan narkoba, dan ia khawatir kampus dijadikan tempat berkembang biaknya ancaman sosial tersebut. Ia berpendapat bahwa proses pemilihan rektor “pada prinsipnya akan tetap sama,” dimana persentasi suara 35 persen tetap dimiliki Kemenristekdikti. Namun demikian, tambahnya, Menristekdikti dalam mengambil keputusan untuk pengangkatan rektor tersebut sebelumnya harus berkonsultasi terlebih dahulu dengan Presiden.