Indonesia pada 2030-2040 diprediksi mengalami masa bonus demografi, yakni jumlah penduduk usia produktif yang berusia 15-64 tahun lebih besar dibandingkan penduduk usia tidak produktif atau di bawah 15 tahun dan di atas tahun 64 tahun. Pada periode tersebut penduduk produktif diprediksi meningkat mencapai 64 persen dari total jumlah penduduk Indonesia yang diproyeksikan mencapai sebesar 297 juta jiwa.
Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional (PPN)/ Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro, mengungkapkan pemerintah akan fokus pada dua isu untuk menyiasati masa tersebut, yakni isu tenaga kerja dan pendidikan. Menurut dia, cara mengatasi bonus demografi pada masa depan itu adalah dengan memperkuat daya saing tenaga kerja melalui pendidikan yang berkualitas.
Untuk itu, ada empat strategi utama untuk implementasi tersebut, yakni, pertama, adalah sertifikasi kompetensi, kedua pengembangan program kemitraan, ketiga, peningkatan tata kelola penyelenggaraan program pelatihan, dan keempat, perluasan skala ekonomi sektor atau sub sektor dengan produktivitas tinggi. Untuk pendidikan, strateginya adalah melalui peningkatan akses, kualitas, dan relevansi pendidikan, termasuk mengembangkan pendidikan kejuruan atau vokasi untuk memperkuat kemampuan inovasi dan meningkatkan kreatifitas.
Lebih lanjut, Bambang menjelaskan, tenaga kerja terampil Indonesia berasal dari jalur pendidikan vokasi seperti Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan Politeknik dan pendidikan non formal, yaitu melalui Balai Latihan Kerja (BLK) dan layanan kursus dan pelatihan. Jalur non formal ini diharapkan dapat memberikan keterampilan bagi penduduk yang tidak dapat melanjutkan ke pendidikan tinggi. Saat ini, sambung dia, pemerintah tengah melaksanakan revitalisasi SMK dengan tujuan utama penambahan lulusan dan peningkatan kualitas anak didik. Kesesuaian antara keterampilan lulusan dengan kebutuhan industri juga menjadi perhatian utama dalam strategi revitalisasi SMK.