Orang tua dan Guru ‘Madrasah’ Prihatin atas Kebijakan Sekolah Lima Hari

The Jakarta Post, halaman 4

Setyaningrum, ibu dua anak, tidak bisa menyembunyikan kekecewaannya setelah mengetahui bahwa pada tahun ajaran berikutnya ada kemungkinan anaknya akan menghabiskan lebih banyak waktu di sekolah. Ia mengaku kebijakan tersebut belum disebarluaskan oleh pihak sekolah tempat kedua anaknya bersekolah, yaitu SMPN 8 dan SDN 110 Pekanbaru, Riau.

Setyaningrum mengatakan, jika anak-anaknya berada di sekolah selama delapan jam akan membuat mereka lelah. Lebih buruk lagi, tambahnya, sistem baru tersebut akan membebani keluarganya secara ekonomi karena ia harus menyiapkan makanan tambahan untuk anak-anaknya. Ia tidak yakin pihak sekolah akan menyediakan makanan untuk para siswanya. Orang tua merupakan satu diantara banyak pihak yang telah menyuarakan penolakan mereka terhadap kebijakan perpanjangan jam sekolah yang juga mengatur lima hari sekolah dalam seminggu itu.

Sebelumnya, Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Zainut Tauhid Sa’adi mengatakan bahwa kebijakan baru tersebut pada akhirnya akan membuat madrasah, tempat siswa mengikuti pendidikan agama, gulung tikar. Akibatnya, akan banyak guru madrasah yang kehilangan pekerjaan mereka.

Keprihatinan Zainut itu kemudian digaungkan oleh Agus Salim, ketua Komunitas Nahdlatul Ulama Banyumas (KNB) Jawa Tengah, yang mengatakan bahwa kebijakan sekolah lima hari itu “akan melukai guru di madrasah” terutama di sekolah-sekolah yang dimiliki oleh Nahdlatul Ulama (NU), Organisasi Islam terbesar di Tanah Air.

Ubaid Matraji, koordinator Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), mengatakan, perpanjangan jam sekolah tersebut akan mengurangi kebebasan anak dalam berinteraksi dengan lingkungan sosial mereka, karena sebagian besar waktunya akan dihabiskan di sekolah, bukan di lingkungan sekitar mereka.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy telah berulang kali membela keputusannya tersebut dengan mengatakan bahwa adanya perpanjangan jam belajar itu tidak berarti siswa akan seharian belajar di kelas. Sebaliknya, kebijakan baru itu dimaksudkan untuk mengalokasikan lebih banyak waktu untuk materi “pembangunan karakter”. Karena, 30 persen dari jam belajar itu tiap harinya akan diisi dengan berbagai kegiatan pengembangan karakter yang berguna untuk menanamkan nilai-nilai nasionalisme dan toleransi.

Muhadjir menepis adanya kekhawatiran yang mengatakan bahwa kebijakan tersebut akan membuat institusi pendidikan informal seperti madrasah gulung tikar. Dia mengatakan, dengan sistem baru ini sekolah diizinkan untuk bekerja sama dengan pihak luar.

Dalam Permendikbud tahun 2017 tentang Hari Sekolah, , kebijakan baru itu akan diterapkan di semua tingkat pendidikan, kecuali untuk taman kanak-kanak (TK) dan sekolah berbasis agama. Dalam Permendikbud itu juga menetapkan bahwa kebijakan baru tersebut akan dilaksanakan secara bertahap karena tidak semua sekolah memiliki infrastruktur yang memadai serta tidak semua daerah sudah dilengkapi dengan akses transportasi yang memadai.

Ketua Umum Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Unifah Rosyidi meminta Kemendikbud untuk membuat tim khusus yang bertugas melakukan sosialisasi atas kebijakan tersebut ke daerah-daerah guna mencegah adanya salah penafsiran. Unifah mendesak pemerintah pusat untuk membuat pedoman kebijakan saja, sedangkan rincian pelaksanaan kebijakan tersebut diserahkan ke pemerintah daerah karena mereka lebih mengetahui kondisi daerahnya masing-masing.

Parents, ‘madrasah’ teachers concerned about five-day school policy

The Jakarta Post, page 4

Setyaningrum, a mother of two, could not hide her disappointment after learning her children would probably be spending more hours at school in the next academic year. She claimed the policy had yet to be disseminated by SMP 8 junior high school and SD 110 elementary school, in Pekanbaru, Riau, where her two children were enrolled.

Setyaningrum said her children would be exhausted if they had to be at school eight hours a day. Worse, she added, the new system could economically burden her family, for she would have to prepare more meals for her kids. She believes that schools will not provide meals for students. Parents are among many parties that have voiced their opposition to the school hour extension policy, which also regulates there will only be five school days a week.

Indonesian Ulema Council (MUI) deputy chairman Zainut Tauhid Sa’adi said previously that the new policy could eventually force madrasah (Islamic schools), where many students attended tutorial classes, to close down. As a result, madrasah tutors would also lose their jobs, he added.

Zainut’s concern was echoed by Agus Salim, chairman of Nahdlatul Ulama Community (KNB) in Banyumas, Central Java, who said the five-day school policy “will hurt teachers in madrasah” especially those owned by the Nahdlatul Ulama (NU), the country’s biggest Islamic organization.

Ubaid Matraji, coordinator of the Indonesian Education Watch (JPPI), said the school hours extension would curtail children’s freedom to interact with their social surroundings, for they would be spending the majority of their day at school, not in their neighborhood.

Culture and Education Minister Muhadjir Effendy has repeatedly defended the decision, saying extended school hours did not mean students would be overworked. Rather, the new policy was intended to allocate more time for “character building,” as 30 percent of daily school hours would be allotted for various character-building activities that could help instill several values, such as nationalism and tolerance. Muhadjir shrugged off concerns, saying the policy would kill informal education institutions such as madrasah. He said, under the new system, schools were allowed to cooperate with external parties.

According to a 2017 culture and education ministerial regulation on school days, the new policy will be implemented at all education levels, except kindergarten and at religion-based schools. The regulation also stipulates the new policy will be implemented gradually because not all schools have adequate infrastructure and not all regions are equipped with adequate access to transportation.

Indonesian Teacher Association (PGRI) chairwoman Unifah Rosyidi called on the ministry to create a special team tasked with disseminating the policy to the regions in a bid to prevent misinterpretation. Unifah urged the government to only create the guidelines of the policy and let local administrations decide the details of the policy implementation. Unifah said, local administrations have better knowledge of the conditions in their respective regions.

Kesiapan Penerapan Lima Hari Sekolah Dipetakan Daerah

www.republika.co.id

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menyebut masing-masing dinas pendidikan akan memetakan kesiapan sekolah untuk menerapkan kebijakan lima hari sekolah dalam sepekan. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi X DPR RI, kemasin, mengatakan, untuk kesiapan, pihaknya sudah mengundang dinas provinsi, kabupaten/kota untuk memetakan mana sekolah-sekolah yang siap diberlakukan penguatan pendidikan karakter (PPK).

Muhadjir juga mengatakan, penerapan lima hari sekolah tidak dilakukan secara terbatas. Kemudian, pada daerah-daerah yang memang butuh perlakuan khuusus, pemerintah akan memberikan perlakuannya khusus.

Mendikbud menjelaskan, tidak ada peraturan di Indonesia yang bisa diterapkan untuk semua. Sebab, Indonesia memiliki jumlah populasi besar dengan variasi pendidikan luar biasa. Kalau memang suatu daerah masih dianggap belum layak untuk melaksanakn program itu, sangat mungkin untuk tidak dilakukan di daerah itu.

Ia menegaskan, penentu kesiapan sekolah sebagai penyelenggaran kebijakan lima hari sekolah sepenuhnya berada di tangan dinas pendidikan setempat. Namun, ia mengatakan, Kemendikbud akan menghormati bagi daerah yang belum siap menerapkan kebijakan itu.

 

Link: http://www.republika.co.id/berita/pendidikan/eduaction/17/06/13/orhhey-kesiapan-penerapan-5-hari-sekolah-dipetakan-daerah

Regional Educational Boards to Report Readiness to Adopt Five-Day Schools

www.republika.co.id

The Ministry of Education and Culture (Kemendikbud) said that each education board would report on their schools’ readiness for the five-day school week. The Minister of Education and Culture (Mendikbud), Muhadjir Effendy in reports from public hearings with Commission X DPR RI, yesterday, said that in making preparations, his officials had already invited boards of provinces, regencies/cities to report which schools were ready to apply the strengthening of character education (PPK).

Muhadjir also said that application of the five-day school week was not for limited implementation. However, for regions that were obviously in need, the government will provide special treatment.

Mendikbud explained that no one rule in Indonesia was able to equally apply across all regions. This is because Indonesia has such a large population plus a remarkable educational variety. If implementing such a program is not considered feasible in one region, then there is a great possibility that the program will not be implemented there.

He emphasized that the determiner of schools’ readiness for application of the five-day school week was totally dependent on the related educational board. However, he said that Kemendikbud would appreciate those regions that were not ready to implement such policy.

 

Link: http://www.republika.co.id/berita/pendidikan/eduaction/17/06/13/orhhey-kesiapan-penerapan-5-hari-sekolah-dipetakan-daerah

Kemdikbud Bantah Pendidikan Agama Dihapus

www.antaranews.com

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) membantah kabar bahwa pendidikan agama dihapuskan, namun justru diperkuat melalui ekstrakurikuler. Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat (Ka BKLM), Ari Santoso mengatakan, upaya untuk meniadakan pendidikan agama itu tidak ada di dalam agenda reformasi sekolah sesuai arahan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud). Ari menjelaskan justru pendidikan keagamaan yang selama ini dirasa kurang dalam jam pelajaran pendidikan agama akan semakin diperkuat melalui kegiatan ekstrakurikuler.

Dia menjelaskan Mendikbud menyatakan dengan tegas bahwa sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 23 Tahun 2017, sekolah dapat bekerja sama dengan lembaga pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan karakter yang sesuai dengan nilai karakter utama religiusitas atau keagamaan.

Ari menambahkan, bahwa Mendikbud memberi contoh penerapan penguatan pendidikan karakter yang dilakukan beberapa kabupaten seperti Kabupaten Siak yang memberlakukan pola sekolah sampai pukul 12.00 WIB, dilanjutkan dengan belajar agama bersama para uztad. Siswa diberi makan siang yang dananya diambil dari APBD.  Termasuk di dalamnya kegiatan di madrasah diniyah, pesantren kilat, ceramah keagamaan, retreat, baca tulis Alquran dan kitab suci lainnya.

Link: http://www.antaranews.com/berita/635268/kemdikbud-bantah-pendidikan-agama-dihapus

Kemdikbud Denies Religious Education being Depleted

www.antaranews.com

The Ministry of Education and Culture (Kemdikbud) denies the claim that religious education is being depleted, suggesting it is being strengthened through extracurricular activities instead. Bureau of Communication and Community Service (Ka BKLM), Ari Santoso, said that the effort in the reformation agenda was in accordance with the guidance from the Minister of Education and Culture’s (Mendikbud). Ari explained that any lack of prominence given to religious education would be more than compensated through extracurricular activities.

He also explained Mendikbud stood firm in its statement that according to the Ministerial Regulation of Education and Culture (Permendikbud) Number 23 Year 2017, schools will be able to cooperate with educational institutions implementing character education, which is in accordance with main role of the religious side.

Ari added that Mendikbud could provide a successful example of application of character strengthening education as implemented by a number of regencies, including Siak Regency. This regency applies a school-pattern until 12.00 WIB, and continues with religious education studies with Islamic teachers (uztad). Students are provided with lunch which is funded from APBD. This consists of activities in Islamic primary education (Madrasah Diniyah), short course in Islamic studies (pesantren kilat), sermon, retreat, reading-writing of Quran and other holy books.

 

Link: http://www.antaranews.com/berita/635268/kemdikbud-bantah-pendidikan-agama-dihapus

Program Kuliah Gratis Sumsel Distop

Republika, halaman 4

Program kuliah gratis (PKG) Pemerintah Provinsi Sumatra Selatan (Pemprov Sumsel) yang sudah berlangsung sejak 2015 pada tahun ini dihentikan. Kepala Dinas Pendidikan Sumsel Widodo, Selasa (13/6) mengatakan ditiadakannya PKG pada 2017 sebagai imbas dari efisiensi anggaran. Tahun ini, pemprov hanya bisa melanjutkan anggaran bagi mahasiswa penerima PKG yang sudah berjalan.

Widodo menjelaskan, dihentikannya PKG karena pada tahun sebelumnya anggaran PKG dalam APBD Sumsel mencapai Rp30 miliar, untuk tahun ini hanya dialokasikan RP16 miliar. Sementara, untuk merealisasikan program kuliah gratis tersebut, lanjutnya, Pemprov Sumsel telah menjalin kerjasama dengan tiga perguruan tinggi negeri (PTN) yang ada di daerah ini, yaitu Universitas Sriwijaya (Unsri), Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Fatah dan Politeknik Sriwijaya(Polsri).

Selain itu, ada empat PTN lainnya di luar Sumsel dan perguruan tinggi di luar negeri, yaitu Wuxi Univeristy, Yangzhou University dan Changzhou University. Ketiganya ada di Cina. Sumatera Selatan mendapat kuota 300 mahasiswa. Mereka kuliah di sana dengan semua biaya kuliah dan asrama ditanggung oleh masing-masing perguruan tinggi.

Sumsel Free Lecture Program Stopped

Republika, page 4

The free lecture program (PKG) of the South Sumatra Provincial Administration (Pemprov Sumsel) which has been ongoing since 2015 was stopped this year. Head of Sumsel Education Agency Widodo said, Tuesday (13/6) the removal of PKG in 2017 was the impact of budget efficiency. This year, the provincial administration could only continue the budget for ongoing PKG recipients.

Widodo explained, the termination of PKG was because in the previous year the PKG budget in APBD Sumsel (regional budget) reached Rp30 billion, for this year only RP16 billion is allocated. Meanwhile, to realize the free lecture program, he continued, the South Sumatera Provincial Administration has established cooperation with three state universities (PTN) in this area, namely University of Sriwijaya (Unsri), State Islamic University (UIN) Raden Fatah and Polytechnic of Sriwijaya (Polsri ).

In addition, there are four other universities outside of South Sumatra and universities abroad, namely Wuxi University, Yangzhou University and Changzhou University. All three are in China. South Sumatra obtained a quota of 300 students. They study there with all the tuition and dorm fees borne by the respective universities.

Full Day School Bergantung Kebijakan Daerah

Koran Sindo, halaman 14

Kebijakan sekolah lima hari harus diserahkan implementasinya ke pemerintah daerah sebab daerah yang tahu kesiapan sekolah dan sumber daya manusia masingmasing. Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Unifah Rasyidi mengatakan, PGRI memahami niat baik pemerintah sebagai upaya untuk menjaga, menumbuhkan, dan menanamkan karakter peserta didik yang dinamis. Namun, lima hari berada di sekolah tanpa dipersiapkan secara matang justru akan menimbulkan reaksi yang beragam dan cenderung tidak positif.

Unifah menjelaskan, ada beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan, yaitu pertama, pemerintah sebaiknya membentuk tim khusus untuk mendialogkan secara serius kebijakan ini dengan pemerintah daerah dan berbagai pihak yang relevan. Kedua, harus ada guideline dan ketika implementasi maka harus diserahkan ke pemerintah daerah karena mereka yang paling tahu kondisi di lapangan.

Hal ini juga sesuai dengan amanat UU, lanjutnya, bahwa pendidikan telah didesentralisasi kepada daerah. Selain itu, pemerintah juga harus mempertimbangkan kondisi geografis. Jika sekolah sampai sore, siapa yang akan menjamin keselamatan siswa untuk kembali ke rumahnya.

Sementara itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy menilai sebagian masyarakat telah salah memahami gagasan yang disebutnya sebagai penguatan pendidikan karakter (PPK) itu. Menurutnya, kebijakan tersebut justru untuk memperkuat atau memperbanyak pembentukan karakter dan penanaman budi pekerti. Dengan demikian, kegiatan belajar-mengajar tidak hanya di dalam kelas, tapi juga di luar kelas.

Full Day School Depends on Regional Policy

Koran Sindo, page 14

Implementation of the five-day school policy should be submitted to the regional administrations because the regions know the readiness of the respective schools and their human resources. Chairperson of the Board of the Indonesian Teachers Association (PB PGRI) Unifah Rasyidi said PGRI understood the good intentions of the government as an effort to maintain, cultivate, and instill the characters of dynamic learners. However, five days in school without being prepared properly will lead to mixed and less positive reactions.

Unifah explained, there are several considerations, namely first, the government should form a special team to seriously discuss this policy with the regional administrations and various relevant parties. Secondly, there must be a guideline and upon implementation it should be submitted to the regional administrations because they know most about the conditions on the ground.

This is also in accordance with the mandate of the Law, she continued, that education has been decentralized to the regions. In addition, the government should also consider geographical conditions. If school lasts until the afternoon, who will guarantee the safety of students to return home.

Meanwhile, Minister of Education and Culture (Mendikbud) Muhadjir Effendy assessed some people have misunderstood the idea which he called as strengthening character education (PPK). According to him, the policy is actually to strengthen or multiply character formation and cultivation of character. Hence teaching and learning activities are not only in the classroom, but also outside the classroom.