Pemerintah Coba Akhiri Debat Seputar Lima Hari Sekolah

The Jakarta Post, halaman 1

Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan menerbitkan Peraturan Presiden (perpres) sebagai dasar pelaksanaan kebijakan lima hari sekolah untuk menggantikan peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (permendikbud) yang sudah ada.

Dengan adanya pelaksanaan kebijakan lima hari sekolah itu, para siswa akan menghabiskan waktu mereka selama delapan jam di sekolah, dari sebelumnya lima jam perhari. Namun, sebagai imbalannya sekolah akan diliburkan pada akhir pekan.

Seusai melakukan pertemuan dengan Presiden Joko Widodo, Senin (19/6), Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma’ruf Amin mengatakan bahwa organisasi Islam akan dilibatkan dalam penyusunan perpres tersebut guna mengkahiri perdebatan selama ini. Apalagi, dengan adanya kebijakan lima hari sekolah itu, pemerintah tidak bermaksud untuk menghapuskan kegiatan ekstrakurikuler yang sudah berjalan selama ini di madrasah-madrasah

Ma’ruf mengatakan, dengan terlibatnya organisasi islam itu maka isu publik tentang sekolah lima hari dapat terpecahkan. Madrasah tidak hanya akan dilindungi, bahkan akan diperkuat, karena kebijakan tersebut akan berfungsi sebagai perlindungan untuk melawan radikalisme.

Sebelumnya, organisasi Islam terbesar di Indonesia, Nahdatul Ulama (NU), menentang ide tersebut karena khawatir akan kehilangan siswa yang belajar di madrasah-madrasah setelah pulang sekolah untuk belajar agama Islam dan membaac Al-Quran. NU mengungkapkan keprihatinannya jika kebijakan tersebut diterapkan akan membuat sekitar 70.000 madrasah yang mereka kelola kehilangan sebanyak 7 juta siswa.

NU perpendapat bahwa jika pendidikan madrasah terbengakalai, sebagai akibat penerapan jam belajar yang lebih lama di sekolah, maka hal itu akan mengancam peran kegiatan madrasah dalam melawan ajaran-ajaran radikal.

Dengan adanya penerbitan Perpres, maka secara otomatis akan membatalkan permendikbud yang telah disahkan, meskipun pada Jumat lalu sebenarnya Jokowi telah meminta Kemendikbud untuk menunda rencana tersebut.

Oleh karena itu, pelaksanaan lima hari sekolah yang semula dijadwalkan dimulai pada tahun ajaran baru di bulan Juli ini akan direvisi. Implementasi kebijakan baru itu, tambahnya, akan tergantung pada Presiden.

Govt tries to end debate on five-day school week

The Jakarta Post, page 1

Presiden Joko “Jokowi” Widodo has issued a presidential regulation (Perpres) on a highly contested policy for a five-day school week, overriding an existing Culture and Education Ministry regulation (Permen).

With the implementation of the five-day policy, students will spend eight hours a day at school compared to the current five hours per day but the weekend off in return.

Indonesia Ulama Council (MUI) chairman Ma’ruf Amin said after a meeting the President on Monday That the involvement of Islamic organizations in drafting the Perpres was aimed at putting an end the dispute. Moreover, the government did not intend to abolish the culture of extracurricular activities at madrassas with the five-day school week.

Ma’ruf said with the involvement of Islamic organizations, the public issue [of the five-day school week] can be solved. Madrassas will not only be protected but even strengthened, as [the policy] will serve as a protection against radicalism.

Previously, the country’s largest Islamic organization, Nahdatul Ulama (NU), had opposed the idea, worrying that it would lose students from after-school Islamic courses for children that teach them Islamic teaching and how to read the Quran. The NU has expressed concern that its 70,000 madrasah would eventually lose their 7 million students as a result of the policy.

The NU argued that if madrassa education were neglected, which NU believed could happen as a consequence of longer school hours, it would threaten the role of madrassa activities in countering radical teachings.

The issuance of the Perpres automatically annuls the ministerial degree, although Jokowi asked the ministry to delay the plan last Friday.

Therefore, the implementation of the five-day school week, which was slated for the new academic year beginning in July, would be revised. He added that the implementation of the new policy will depend on the President.

Presiden Kaji Ulang Aturan Hari Sekolah

Media Indonesia, halaman 2

Pemerintah memutuskan mengkaji ulang regulasi tentang hari sekolah dan menyempurnakan payung hukumnya dari semula di tingkat peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan (Permendikbud) menjadi peraturan Presiden (Perpres). Hal itu diungkapkan Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud Hamid Muhammad di Jakarta, kemarin (19/6).

Hamid mengatakan, hal itu terkait pertemuan Presiden Joko Widodo dengan Mendikbud Muhadjir Effendy dan Ketua Majelis Ulama Indonesia Ma’ruf Amin di Istana Merdeka Jakarta kemarin siang. Nantinya, lanjut Hamid, akan ada pembahasan lebih lanjut antar kementerian dan antar organisasi penyelenggara pendidikan.

Sementara itu, Mendikbud Muhadjir Effendy menegaskan, munculnya kebijakan lima hari sekolah dilatarbelakangi keputusan rapat terbatas (ratas) di Kantor Presiden pada 3 Februari 2016. Dalam rapat itu diputuskan bahwa libur sekolah dan pegawai dapat disinkronkan menjadi Sabtu dan Minggu yang tujuannya adalah untuk mengurangi beban kerja guru.

Muhadjir menambahkan, dalam menindaklanjuti rapat tersebut, maka dibuat PP Nomor 19 Tahun 2017 tentang Pengganti PP Nomor 74/2008 tentang Guru yang berlaku mulai Juli 2017.  Dengan PP itu, lanjutnya, penghitungan beban kerja guru digeser dari 24 jam tatap muka minimum menjadi seluruh jam sebagaimana aparatur sipil negara, yaitu 40 jam seminggu. Kemendikbud saat ini tengah menyusun petunjuk teknis pelaksanaan berdasarkan PP serta berdialog lintas kementerian dan komunitas.

The President Reviews School Day Regulation

Media Indonesia, page 2

The Government has decided to review the regulation concerning school days and raise the level of its enactment from a Ministerial Regulation of Education and Culture (Permendikbud) to become a Presidential Regulation (Perpres). This was stated by the Director General of Primary and Secondary Education of Kemendikbud, Hamid Muhammad, in Jakarta yesterday (19/6).

Hamid said that this was a result of the meeting between the President, Joko Widodo, with Mendikbud, Muhadjir Effendy, and the Head of Indonesia Ulema Council, Ma’ruf Amin, in Istana Merdeka Jakarta yesterday afternoon. Hamid continued that there would be further discussions between ministries and organizations conducting education.

Meanwhile, Mendikbud Muhadjir Effendy confirmed that the background of five-day school emergence was the decision of closed meeting (ratas) in President office on February 3, 2016. In such meeting, school and employee holidays were synchronized to be Saturday and Sunday with the purpose of decreasing the teachers’ workload.

Muhadjir added that in following up such meeting, PP Number 19 Year 2017 was created to replace PP Number 74/2008 concerning Teachers and is applicable from July 2017. He continued that with such PP, teachers’ workload would be changed from a minimum 24 hours in front of classes to the 40 hours a week of other civilian state apparatus. Kemendikbud is currently arranging the technical implementation guidelines based on the PP, as well as dialogue with other ministries and communities.

Kiai Ma’ruf: Jokowi Siapkan Perpres Lima Hari Sekolah

Republika, halaman 1

Presiden Joko Widodo akhirnya turun tangan terhadap kebijakan lima hari sekolah. Kepala negara dikatakan akan menata ulang program Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) itu. Jika sebelumnya yang menjadi basis adalah Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 23 Tahun 2017, nantinya dasar aturan yang berlaku adalah peraturan Presiden. Hal itu disampaikan Ketua Majelis Ulama Indonesia KH Ma’ruf Amin.

Menurut Kiai Ma’ruf, penataan ulang ini merupakan respons atas berbagai aspirasi yang berkembang di masyarakat. Penataan aturan terkait program lima hari sekolah (LHS) akan melibatkan menteri-menteri terkait, seperti Mendikbud, Menteri Agama, dan Menteri Dalam Negeri. Selain itu, unsur masyarakat seperti MUI, organisasi massa Islam, dan pihak-pihak lainnya akan dilibatkan.

Sebelumnya, Mendikbud telah menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2017 Tentang Hari Sekolah pada 9 Juni 2017 yang meregulasi waktu sekolah selama 5 hari masing-masing 8 jam dengan mendapat pendidikan pelajaran dan kegiatan program penguatan karakter.

Ma’ruf menambahkan pemberlakuan regulasi tersebut akan menunggu Perpres. Peraturan Presiden nantinya akan memperkuat sejumlah lembaga pendidikan Islami seperti Madrasah Diniyah.

Sementara itu Mendikbud Muhadjir Effendy menjelaskan, Permendikbud Nomor 23 Tahun 2017 merupakan hasil rapat terbatas (ratas) 21 Februari 2017 yang telah disetujui Presiden untuk menyinkronkan libur sekolah dengan libur pegawai sehingga Sabtu dan Minggu dapat digunakan sebagai hari libur masyarakat melalui PP No. 19 Tahun 2017.

Namun demikian, seiring penguatan aturan dari permendikbud menjadi perpres, program LHS belum tentu akan dilaksanakan pada tahun ajaran ini (2017/2018) sebab pemerintah sedang meninjau kembali program tersebut bersama-sama sejumlah pihak.

Kiai Ma’ruf: Jokowi To Issue Presidential Regulation (Perpres) for Five-Day School

Republika, page 1

The President, Joko Widodo, is finally taking control five-day school policy with the head of state said to be preparing authorization of the Ministry of Education and Culture (Kemendikbud) program. The previous basis for this program was the Ministerial Regulation of Education and Culture (Permendikbud) Number 23 Year 2017; now the Presidential Regulation is to follow according to the Head of the Indonesia Ulema Council (MUI), KH Ma’ruf Amin.

According to Kiai Ma’ruf, this rearrangement was in response to various aspirations developing in society. The arrangement of the regulation relating to five-day school (LHS) will involve several ministers, including the Minister of Education and Culture (Mendikbud), the Minister of Religious Affairs, and the Minister of Home Affairs. In addition, elements of society such as MUI, Islamic mass organizations, and other parties will be involved.

Previously, Mendikbud issued the Ministerial Regulation of Education and Culture Number 23 Year 2017 concerning School Day on June 9, 2017, regulating school time for five days with eight hours a day, as well as receiving subject education and program activity strengthening the character.

Ma’ruf added enactment of the regulation would wait for Perpres, which will strengthen a number of Islamic educational institutions such as Islamic primary education (Madrasah Diniyah).

Meanwhile, Mendikbud Muhadjir Effendy explained that Permendikbud Number 23 Year 2017 was the result of a closed meeting (ratas) on February 21, 2017 accepted by the President to synchronize school holidays with employees’ holidays, therefore Saturday and Sunday were able to be used as society’s holiday through PP Number 19 Year 2017.

However, along regulation reinforcement from Permendikbud being Perpres, the LHS program will not necessarily be implemented in the upcoming academic year (2017/2018), because the government is reviewing the program with a number of other parties.

 

Muhammadiyah Dukung Mendikbud

Koran Sindo, halaman 5

Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir menyampaikan kebijakan Mendikbud dengan mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 23 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pendidikan Karakter melalui lima hari sekolah merupakan kebijakan yang sangat tepat.

Haedar yakin, Mendikbud Muhadjir Effendy telah mengambil kebijakan yang benar dan tepat dalam mengimplementasikan kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk keberhasilan pendidikan karakter. Mendikbud juga dikenal sebagai ahli pendidikan yang basis akademiknya kuat dan pengalamannya di dunia pendidikan luas, sehingga berada di jalur kebijakan yang kuat, taat asas, dan konstitusional.

Haedar berharap agar Presiden Jokowi memberikan penguatan, memback-up, melindungi, dan mendukung sepenuhnya Mendikbud atas kebijakan yang telah diambil karena pada dasarnya kebijakan tersebut menjalankan kebijakan pendidikan karakter yang menjadi komitmen Pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla.

Haedar menambahkan, jika dirujuk pada Permendikbud Nomor 23 Tahun 2017 terlihat sekali kuatnya dasar aturan dan pertimbangan yang dijadikan pijakan, bahwa apa yang dilakukan Mendikbud sepenuhnya melaksanakan kebijakan Presiden. Jika ada wacana atau rencana menaikkan Permendikbud menjadi Perpres, lanjutnya, maka seharusnya untuk menyempurnakan dan memperkuat kebijakan yang telah diambil Mendikbud, sebaiknya tidak  mengaburkan, memperlemah, dan membatalkan.

Muhammadiyah Supports Education Minister

Koran Sindo, page 5

Chairman of the Muhammadiyah Central Board (PP) Haedar Nashir conveyed the Minister of Education and Culture Regulation (Permendikbud) No. 23 of 2017 on Implementation of Character Education through five school days is a very appropriate policy.

Haedar believes that Minister of Education and Culture (Mendikbud) Muhadjir Effendy has taken the right and proper policy in implementing the policy of President Joko Widodo (Jokowi) for the success of character education. Mendikbud is also known as an educational expert with a strong academic base and broad experience in the world education, so as to be in a strong, principled, and constitutional policy path.

Haedar hopes that President Jokowi would provide reinforcement, back up, protect and fully support Mendikbud on the policy that has been taken since basically the policy runs/applies the character education policy which is the commitment of the Jokowi-Jusuf Kalla Administration.

Haedar added if referred to Permendikbud No. 23 of 2017 it is apparent how strong the base of rules and considerations made as the foothold, that what Mendikbud has done fully implements the President’s policy. If there is a discourse or plan to raise Permendikbud into a Presidential Regulation, he added, then it should be to refine and strengthen the policies that have been taken by Mendikbud; it should not obscure, weaken and cancel.

Pengamat Pendidikan: Kebijakan 5 Hari Sekolah Minim Koordinasi

Suara Pembaruan, halaman 16

Setelah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy mengeluarkan wacana hingga menerbitkan Permendikbud tentang 5 Hari Sekolah, masih banyak Pemerintah Daerah (Pemda) yang menolak kebijakan tersebut. Pengamat pendidikan Indonesia, Indra Charismiadji mengatakan, penolakan yang dilakukan oleh kepala daerah dan masyarakat karena minimnya soisalisasi tentang kebijakan itu.

Menurut Indra, dalam membuat kebijkan, Mendikbud juga harus berdialog dengan Kementerian yang terkait dengan pemeritnah daerah. Dalam hal ini, melibatkan Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri). Pasalnya, kepala daerah berada di bawah naungan Kemdagri. Selain itu juga melibatkan Kementerian Agama (Kemenag) yang juga mengelola pendidikan.

Indra menyebut, selama ini Kemdikbud belum melaksanakan hal tersebut, sehingga banyak Pemda yang menolak. Kemdikbud harus melibatkan Kementerian terkait untuk melakukan dialog dan sosialiasi agar dapat menjalankan program. Pasalnya, salah satu yang sedang dipersoalkan dalam kebijakan hari sekolah ini adalah biaya untuk guru yang menjalankan sekolah lima hari.

Ia menyebutkan, permasalahan guru menjadi salah satu pertimbangan pemerintah daerah (Pemda) menolak kebijakan 5 hari sekolah. Pasalnya, belum ada alokasi dana untuk guru, khususnya guru honorer. Sementera kebijakan sekolah lima hari bertujuan untuk mengimbangi beban negara dalam pembiayaan kepada guru pegawai negeri sipil (PNS). Sedangkan guru PNS selama ini bekerja tidak sesuai jam kerja aparatur sipil negara (ASN) selama 40 jam kerja sepekan.

Educational Observer: 5 Day School Policy Lacks Coordination

Suara Pembaruan, page 16

After the Minister of Education and Culture (Mendikbud), Muhadjir Effendy delivered a discourse until he issued Permendikbud on 5 Day School there are still many Regional Administrations (Pemda) that rejected the policy. Indonesian education observer, Indra Charismiadji said that the rejection by the heads of the regions and the community was due to lack of familiarizing about the policy.

According to Indra, in making the policy, Mendikbud should also have dialogues with the ministry that is related to the regional administrations. In this case, involving the Ministry of Home Affairs (Kemdagri). This is because the regional heads are under the auspices of the Ministry of Home Affairs.  In addition, it also involves the Ministry of Religious Affairs (Kemenag) which also manages education.

Indra said that so far Kemdikbud has not done it, so many Pemdas are rejecting. Kemdikbud must involve the relevant Ministries to conduct dialogues and familiarizing in order to conduct the program. It seems that one of the issues being discussed in this school day policy is the cost for teachers who run the five day school.

He mentioned that the teacher issue becomes one of the considerations for the regional administrations (Pemda) to reject the 5-day school policy. Because there is no allocation of funds for teachers, especially for temporary teachers. While the five-day school policy aims to offset the burden of the state in funding to civil servant teachers (PNS). While the civil servant teachers do not work according to the work hours of state civil apparatus (ASN) which is 40 hours a week.