Media Indonesia, halaman 11
Negara semestinya membangun mekanisme pengawasan terhadap praktik pendidikan yang tidak sejalan dengan ideologi kebangsaan dan kebinekaan di sekolah. Hal itu merupakan salah satu poin rekomendasi bagi pemerintah dalam focus group discussion (FGD) kelompok pendidikan dalam seminar dan lokakarya bertema Indonesia di persimpangan: Negara Pancasila vs negara agama, yang berlangsung di Hotel Aryaduta, Jakarta, Sabtu, 8 April 2017 lalu.
Menurut Sekjen Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP) Musdah Mulia, praktik yang dimaksud di atas marak terjadi, bahkan di sekolah negeri. Dalam FGD yang difasilitasi Henny Supolo Sitepu dan George Sicilia itu juga dihasilkan empat poin rekomendasi lain.
Pertama, negara mesti membuat kebijakan untuk melawan diskriminasi dan intoleransi di lingkungan pendidikan dengan melibatkan perempuan dan anak dalam pengembangan kebijakan pendidikan dimaksud. Kedua, negara mesti membuat kebijakan pendidikan inklusif yang mendorong dan mempromosikan perjumpaan antarkelompok masyarakat/siswa.
Ketiga, mengintegrasikan nilai-nilai Pancasila sebagai ideologi negara dan living values seperti toleransi, keragaman, dan kebinekaan ke dalam kurikulum pendidikan. Dan keempat, mengembangkan kapasitas guru, termasuk guru agama (madrasah dll) dalam memahami nilai-nilai Pancasila, ideologi kebangsaan, toleransi, dan keragaman.
FGD itu juga menghasilkan rekomendasi bagi masyarakat. Salah satunya ialah menjadikan rumah dan lingkungan sebagai fokus pendidikan dengan orangtua dan masyarakat sebagai teladan bagi anak-anak.