Kompas, halaman 11
Tindakan guru menghukum murid secara fisik tidak patut dibawa ke pengadilan sepanjang itu dalam konteks mendidik. Lebih baik, kasus tersebut diselesaikan secara musyawarah, sesuai budaya bangsa. Namun, guru juga hendaknya kreatif dalam memberi sanksi fisik. Demikian pandangan budayawan Radhar Panca Dahana dan cendekiawan Komarudin Hidayat. Kasus yang terakhir terjadi di Sidoarjo, Jawa Timur. Guru Agama di SMP Raden Rachmat, Samhudi, dituntut enam bulan penjara akibat mencubit muridnya.
Menurut Radhar, langkah orangtua SS melaporkan peristiwa pencubitan itu kepada polisi berlebihan dan reaktif. Sebaiknya pihak orangtua menempuh cara musyawarah untuk menyelesaikan permasalah tersebut. Ia menuturkan, kedua belah pihak hendaknya melihat persoalan secara proporsional sehingga mendapat solusi yang lebih tepat. Namun, Radhar pun mengingatkan perlunya batasan hukuman fisik bagi siswa. Jangan sampai menimbulkan luka.
Sementara itu, Komarudin Hidayat mengingatkan guru agar tak melakukan kekerasan fisik. Namun, ketika terjadi kekerasan fisik dan sampai ke pengadilan, itu juga berlebihan. Perilaku murid yang tak patuh pada guru, juga sangat mungkin disebabkan kekerasan nonfisik atau nonverbal oleh orangtua. Murid yang kurang kasih sayang dari orangtua ini kurang mendapat perhatian.
Sementara itu, pakar pendidikan dari Universitas Tanjungpura, Pontianak, Aswandi, menilai, pihak sekolah hendaknya meningkatkan komunikasi dengan orangtua murid agar memiliki persepsi yang sama mengenai proses pendidikan. Permasalah itu muncul karena komunikasi antara orangtua murid dan guru tidak efektif.