SOS Children’s Village Bantu Kalangan Muda Kurang Beruntung Masuki Dunia Kerja

www.jakartaglobe.id

Organisasi nirlaba internasional, SOS Children’s Village, meluncurkan program “Youth Can!” di Harper Hotel di Jakarta Timur, Senin (08/05), dalam upaya mengurangi pengangguran di kalangan muda.

Inisiatif tersebut berawal dari permasalahan global yang dihadapi generasi muda saat ini. Menurut Organisasi Buruh Internasional (ILO), 40 persen pengangguran dunia saat ini berusia 15-24 tahun.

Dalam peluncuran program itu, Kepala Bidang Kemitraan Luar Negeri Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), Mihran Tabrani, mengatakan, Indonesia yang 43 persen penduduknya berusia di bawah 25 tahun, saat ini tengah berjuang keras untuk mengurangi tingkat pengangguran di kalangan muda.

Masalah yang cukup mengkhawatirkan itu menginspirasi SOS Children’s Village untuk membuat program “Youth Can!”, yaitu serangkaian program mentoring dan pelatihan yang difokuskan bagi kalangan muda kurang beruntung yang mengalami transisi dari masa sekolah ke kehidupan mandiri.

Dengan fokus terhadap “anak muda kurang beruntung,” itu, SOS Children’s Village dapat memahami permasalahan anak muda usia 15-24 tahun yang telah atau beresiko kehilangan perhatian orang tua mereka, sehingga diperlukan bimbingan ketika mereka memasuki masa dewasa.

Direktur pengembangan program SOS Children’s Village Indonesia, Yudi Kartiwa, mengatakan, SOS Children’s Village sebenarnya telah memiliki program kepedulian berbasis keluarga, namun peluncuruan program “Youth Can!” secara khusus akan difokuskan untuk memberikan pelatihan yang diperlukan oleh kalangan muda guna memudahkan mereka dalam mendapatkan pekerjaan. Program ini, lanjutnya, adalah inisiatif dan kolaborasi global yang difokuskan terlebih dahulu untuk kawasan Asia. Program tersebut akan diawali di Indonesia  dan kemudian diikuti Sri Lanka.

SOS Children’s Village telah menjalin kemitraan dengan sektor korporasi, diantaranya perusahaan logistik asal Jerman, Deutsche Post DHL Group. Sebelumnya, SOS Children’s Villages dan DHL telah berkolaborasi dalam program CSR DHL yang diberi nama “Go Teach”, dimana para karyawannya secara sukarela mengajukan diri dalam program kegiatan pendidikan bagi masyarakat kurang beruntung di lingkungan sekitarnya. DHL Indonesia telah menyelenggarakan program itu di Jakarta, Bandung (Jawa Barat) dan Flores (Nusa Tenggara Timur).

AkzoNobel, perusahaan cat dan pelapis internasional, juga merupakan salah satu mitra dari program itu. Meskipun masih terbilang baru dalam bermitra dengan SOS Children’s Villages, perusahaan tersebut telah merancang sebuah program bernama “Let’s Color,” yaitu program pelatihan bagi kalangan anak muda di bidang industri cat dengan harapan dapat menggabungkan keterampilan artistik mereka dengan pengetahuan bisnis ketika mereka akan memulai kegiatan kewirausahaan.

SOS Children’s Villages to Help Disadvantaged Youth Enter Job Market

www.jakartaglobe.id

International non-profit organization SOS Children’s Villages launched the “Youth Can!” project at the Harper Hotel in East Jakarta on Monday (08/05) in a bid to reduce youth unemployment.

The initiative stemmed from a global problem facing today’s young generation. According to the International Labour Organization (ILO), 40 percent of the world’s unemployed are aged 15-24.

“In Indonesia, 43 percent of the population is under 25, but the country is still struggling very hard in terms of its youth’s employment rate,” Youth and Sports Ministry head of international youth partnership Mihran Tabrani said during the program’s launching ceremony.

The worrying issue has inspired SOS Children’s Villages to organize “Youth Can!” — a series of mentorship and training programs for young people in transition from school to independent life, focusing on disadvantaged youth.

By “disadvantaged,” SOS Children’s Villages understands young people, aged 15-24, who have lost parental care or are at risk of losing it, and need guidance to enter adulthood.

SOS Children’s Villages program development director for Indonesia, Yudi Kartiwa, said that while the organization already has family-based care programs, “Youth Can!” will specifically focus on providing necessary training to help the young get employed. He said that It is a global initiative and collaboration and focuses on Asia first. Indonesia will kick off the program, followed by Sri Lanka.

The non-profit organization has partnered with the corporate sector, including German logistics company Deutsche Post DHL Group. SOS Children’s Villages and DHL have earlier collaborated in DHL’s “Go Teach” corporate social responsibility program, where its employees volunteered in educational activities for under developed neighborhoods.

DHL Indonesia has implemented the program in Jakarta, Bandung (West Java) and Flores (East Nusa Tenggara).

International paints and coatings company AkzoNobel is also among the program’s partners. Despite being a newcomer in working with SOS Children’s Villages, the company has already designed a program called “Let’s Color,”  involving teaching young people about the industry in hope to combine their artistic skills with business knowledge to embark on entrepreneurial activities.

link: http://jakartaglobe.id/news/crossborder-events-expected-attract-foreign-tourists/

Kalangan Bisnis Diminta Jembatani Kesenjangan Kemampuan Kerja

The Jakarta Post, halaman 1

Presiden Joko “Jokowi” Widodo meminta para pengusaha untuk lebih terlibat dalam melakukan pelatihan vokasi bagi tenaga kerja muda di Tanah Air. Hal itu dikarenakan  mereka mengalami kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan akibat adanya kesenjangan yang besar dalam hal kemampuan kerja.

Dalam Rapat Pimpinan Nasional  Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia , Jokowi menekankan bahwa Indonesia seharusnya bisa memanfaatkan bonus demografi  yang akan dimilikinya. Bonus demografi adalah fenomena dimana jumlah penduduk usia produktif akan melebihi jumlah penduduk usia lanjut dan usia anak-anak  yang akan terjadi antara  tahun 2025 dan 2030.

Jokowi menambahkan, untuk memenuhi kebutuhan dunia bisnis, perlu ditingkatkan kualitas program pelatihan vokasi di Tanah Air. Hal tersebut penting dalam memanfaatkan bonus demografi yang akan datang tersebut guna menghasilkan tenaga kerja yang dapat mendukung pertumbuhan Indonesia pada dekade berikutnya.

Menurut Laporan Asian Development Bank (ADB), saat ini satu dari tiga tenaga kerja muda di Indonesia masih menganggur selama 12 bulan meskipun mereka memiliki pendidikan tinggi. Hal ini mencerminkan bahwa tidak ada kesesuaian antara kemampuan yang mereka miliki dengan kebutuhan dunia industri.

Sistem pendidikan vokasi yang saat ini berjumlah 142 program kejuruan telah menuai kritik karena tidak sesuai dengan kebutuhan yang diminta oleh sektor swasta. Jokowi mengatakan bahwa banyak guru mengajar secara normatif tanpa kemampuan produktif

Disayangkan juga, berdasarkan data Biro Pusat Statistik (BPS) pada bulan Februari tahun ini, jumlah lulusan SMK yang menganggur dalam kurun waktu tiga tahun terakhir ini sebanyak 9,84 persen, meningkat dari sebelumnya 9,05 persen dan 7,21 persen pada 2015 dan 2014.

Ketua Umum Kadin Rosan Roeslani menyetujui usulan bahwa peningkatan kemampuan tenaga kerja di Indonesia harus menjadi prioritas. Ia mengatakan, Kadin sudah menandatangani nota kesepahaman dengan pemerintah untuk membantu merancang bentuk pelatihan pendidikan vokasi yang sesuai dan banyak dibutuhkan. Ketika mengiringi perjalanan dinas Jokowi ke Jerman, Kadin juga telah bertemu dengan Kamar Dagang Jerman yang memiliki persan besar dalam melakukan pelatihan vokasi di negara tersebut.

Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Indonesian (Apindo) Agung Pambudi mengatakan, kurangnya fasilitas dan prasarana sekolah merupakan bagian dari permasalahan yang dihadapi beberapa program kejuruan saat ini. Mahalnya biaya menjadi kendala untuk memenuhinya.

Agung menjelaskan, salah satu cara untuk menangani permasalahan ini adalah dengan melakukan kerja sama operasi atau pemakaian fasilitas, sehingga sekolah kejuruan dapat berhubungan secara langsung dengan industri. Selanjutnya, pusat pelatihan vokasi yang dimiliki oleh pemerintah provinsi dapat digabungkan untuk meningkatkan fasilitasnya.

Saat ini, Apindo bekerja sama dengan Kadin dan pemerintah akan menciptakan sebuah gerakan magang nasional yang melibatkan 2.300 perusahaan yang masing-masing akan melatih dan menyediakan tempat magang bagi sekitar 100 orang.

Businesses told to bridge skills gap

The Jakarta Post, page 1

President Joko “Jokowi” Widodo has called for businesspeople to be more involved in vocational training of the domestic workforce as many young graduates are having difficulties finding jobs because of a major skills gap.

During the Indonesian Chamber of Commerce and Industry’s (Kadin) national leaders meeting, Jokowi emphasized that the country should not take for granted its demographic bonus, in which productive-aged citizens will outnumber the elderly and children between 2025 and 2035.

Improving the quality of the country’s vocational training programs to suit the needs of the business world would be essential in shaping the impending demographic bonus into a workforce that could support Indonesia’s growth in the next decade, he added.

The reality that one in three young Indonesians remains unemployed for 12 months despite having a tertiary education reflects a mismatch between the skills that Indonesia’s youth possess and the skills that industries require, according to an Asian Development Bank (ADB) report.

The existing vocational education system, which amounts to 142 programs at present, has received criticism due to its mismatch toward private sector needs, with Jokowi saying that the teachers taught on a normative basis without being very hands-on.

Alas, the number of jobless vocational school graduates has increased over the last three years to 9.84 percent of the country’s unemployment rate in February this year, from 9.05 percent and 7.21 percent in 2015 and 2014, respectively, Central Statistics Agency (BPS) data show.

Kadin chairman Rosan Roeslani has appeared to agree that improving the country’s workforce needed to be a priority. He said, Kadin signed a memorandum of understanding with the government to help design vocational education training that was applicable and widespread following Jokowi’s trip to Germany, where he met with the German Chamber of Commerce, which plays a large role in vocational training.

Indonesian Employers Association (Apindo) executive director Agung Pambudi said part of the problem in existing vocational programs was the lack of facilities and equipment available at schools due to the high investment needed to purchase them.

He said, One of the ways is to conduct a joint operation or facility so that vocational schools can work directly with the industries. Furthermore, vocational training centers owned by the provincial administration can be merged to improve facilities.

Currently Apindo is working with Kadin and the government to create a national apprenticeship movement involving 2,300 companies that will train and apprentice around 100 people each.

the-jakarta-post_busines-told-to-bridge-skills-gap

Sekolah Dibangun di Daerah-Daerah

Kompas, halaman 12

Sekolah keberbakatan olahraga dikembangkan di sejumlah daerah. Sekolah menengah atas tersebut didirikan untuk mewadahi anak-anak muda yang berbakat di bidang olahraga dan tetap bisa menjalani pendidikan reguler.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh mengatakan, Indonesia berpenduduk banyak, tetapi minim prestasi olahraga. Hal tersebut karena anak-anak yang berbakat olahraga tidak terdidik serius. Bakal alami olahraga tetap perlu dikembangkan secara formal. Lebih lanjut Nuh mengatakan bahwa olahraga memiliki ilmu tersendiri, hal tersebut perlu dipelajari anak-anak yang berbakat olahraga. Selain itu, dirinya ingin anak-anak tidak hanya berkembang bakat olahraganya, tetapi juga tidak ketinggalan pendidikan formal.

Direktur Jenderal Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Achmad Jazidie menambahkan, sekolah olahraga perlu dikembangkan di daerah untuk mewadahi bakat anak-anak muda. Dengan pendidikan khusus, diharapkan prestasi olahraga Indonesia dapat meningkat.

Direktur Pembinaan Pendidikan Khusus Pendidikan Menengah Kemdikbud A Budi Priadi mengatakan, sekolah keberbakatan olahraga dibangun antara lain di Sulawesi Selatan, Papua, Sulawei Tengah, dan Lampung. Menurut rencana akan dikembangkan di setiap provinsi.

Menurut Budi, fokus mengembangkan sekolah keberbakatan olahraga itu karena pendidikan tersebut belum banyak tersedia. Padahal potensi olahraga anak-anak muda Indonesia perlu dikembangkan secara serius. Sementara untuk bidang seni budaya sudah tersebar di sejumlah daerah di jenjang sekolah menengah kejuruan.

Schools to be Established in Regions

Kompas, page 12

Sports talent schools / sekolah keberbakatan olahraga are being developed in a number of regions.    The high school is established to accommodate young people with talent in sports and still could undergo regular education.

Education and Culture Minister Mohammad Nuh said Indonesia has a huge population, but with minimal sports achievements.   This is because students talented in sports are not seriously trained.     Natural talent for sports still needs to be developed formally.  Nuh further said that sports is a science in itself, which should be learned by students talented in sports.    In addition, he wished the young people to  not only develop their talents in sports, but also not to be behind in formal education.  

Secondary Education Director General of the Ministry of Education and Culture (Kemdikbud) Achmad Jazidie added sports schools need to be developed in the regions to accommodate the talents of young people.  With special education, it is expected that Indonesia’s sports achievements would rise.

Kemdikbud Secondary Education Special Education Building Director A Budi Priadi said sports talent schoolsare built in South Sulawesi, Papua, Central Sulawesi, and Lampung. They are scheduled to be developed in every province.

According to Budi, focus on developing sports talent schoolsis because such education are not yet readily available.  When actually the sports potential of Indonesia’s young people need to be seriously developed.   As for arts culture (schools), they are spread in a number of regions in the vocational secondary school level. 

Penelitian Sains Dipadukan Kewirausahaan

Kompas, halaman 12

Pendidikan berbasis penelitian sains yang dikembangkan di sejumlah sekolah mulai dipadukan dengan kewirausahaan. Murid diajak memanfaatkan hasil penelitian yang berguna bagi masyarakat dan dapat diterima pasar.

Contohnya di SMA Santa Laurensia Tangerang, penguatan kompetensi meneliti lewat mata pelajaran Proyek Penelitian berbasis semangat science enterprise. Penelitian murid diarahkan layaknya sebuah bisnis yang memanfaatkan riset dan pengembangan untuk menghasilkan produk bernilai jual.

Semangat mengajarkan murid memadukan sains dan bisnis juga dikembangkan lewat kegiatan Indonesia Science Enterprise Challenge (InaSEC) 2014. Sebanyak 60 peserta dari 16 SMA, yang tersebar di Sumatera Selatan, Lampung, Jakarta, Banten, Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Bali, dan Kalimantan Timur, unjuk kemampuan pada akhir pecan lalu, di Tangerang. Mereka membuat rancangan bisnis dengan memanfaatkan sains.

InaSEC merupakan sebuah perlombaan science business plan untuk remaja usia 16-19 tahun. Tahun ini, tantangan yang harus dipecahkan peserta ialah mencari solusi untuk mengurangi nyamuk penyebab demam berdarah dengan cara yang aman bagi manusia dan lingkungan.

Dua tim terbaik dalam InaSEC 2014, yang digelar Surya University melalui Center for Innovative Learning dengan United in Diversity itu, akan diberangkatkan ke Singapura sebagai perwakilan Indonesia dalam ajang Asian Science Enterprise Challenge (ASEC) pada Agustus mendatang. Syailendra Harahap, President of International Science Enterprise Challenge sekaligus Director Center for Innovative Learning (CIL) Surya University mengharapkan, melalui InaSEC, solusi yang dihasilkan nantinya dapat dibuktikan daya jual dan daya saingnya dengan cara menyusun rencana bisnis.

Peneliti dari CIL Surya University, Janto Sulungbudi, mengatakan, sebagai perlombaan yang mengombinasikan sains dan bisnis, peserta InaSEC membutuhkan pengertian dasar sains. Melalui sains akan lahir suatu penemuan baru yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah yang ada kita sehari-hari, misalnya melalui teknologi baru.

Scientific Research Combined with Entrepreneurship

Kompas, page 12

Scientific research based education developed in a number of schools start to be combined with entrepreneurship. Students are invited to take advantage of the research that is useful for society and accepted by the market.

For example, in Santa Laurensia Tangerang senior high, strengthening research competence through the subject of Research Project based on the spirit of science enterprise. Student research is directed like a business that takes advantage of research and development to produce a marketable product.

The spirit of teaching students to combine science and business is also developed through the activities of the Indonesia Science Enterprise Challenge (InaSEC) 2014. As many as 60 participants from 16 high schools (SMA), dispersed in South Sumatera, Lampung, Jakarta, Banten, East Java, West Java, Central Java, Yogyakarta, Bali, and East Kalimantan, showed their capabilities last weekend in Tangerang.  They made business plans by taking advantage of science.

InaSEC is a science business plan competition for teenagers aged 16-19 years. This year, the challenge participants must solve is to seek a solution to reduce dengue fever causing mosquitoes in a way that is safe for humans and the environment.

Two of the best teams in InaSEC 2014, held by Surya University through the Center for Innovative Learning with United in Diversity, will be flown to Singapore as Indonesia’s representatives in the Asian Science Enterprise Challenge (ASEC) in August. Syailendra Harahap, President of International Science Enterprise Challenge cum Director of Center for Innovative Learning (CIL) Surya University expects that through InaSEC, the resulting solution would prove marketable and competitive by way of formulating business plans.

Researcher from CIL Surya University, Janto Sulungbudi, said since it is a competition that combines science and business, InaSEC participants require a basic knowledge of science. Through science will be born a new invention that can be used to solve existing daily problems, for example through new technology.

Scientific Research Combined with Entrepreneurship

Scientific Research Combined with Entrepreneurship

Penelitian Dukung Pendidikan Karakter

Kompas, halaman 12

Penguatan kemampuan siswa sekolah menengah untuk melakukan penelitian mulai dikembangkan. Pengembangan pembelajaran penelitian itu tak sekadar bertujuan membuat siswa terampil meneliti, tetapi juga membentuk siswa menjadi kreatif, jujur, dan pantang menyerah.

Direktur Center for Young Scientist atau Pusat Peneliti Belia Surya University Monika Raharti mengatakan, potensi peneliti belia Indonesia cukup besar. Sayangnya, sistem pendidikan di Indonesia yang memosisikan guru sebagai pusat pembelajaran menghalangi berkembangnya kreativitas dan inovasi siswa. Monika mengatakan, Pendidikan harus merangsang siswa dengan proyek-proyek yang merupakan inisiatif siswa.

Kepala SMA St Laurensia Tangerang Theja Kurniawan berpendapat, dengan dikembangkannya penelitian di kalangan siswa, suasana belajar jadi menantang. Sebagai contoh, siswa kelas X di SMA St Laurensia mengembangkan ide kreatif penelitian secara berkelompok, yang nantinya dikembangkan menjadi proyek penelitian pribadi di kelas XI dan XII. Ada pula mata pelajaran berbasis proyek penelitian sains dan ilmu sosial. Selain itu, sekolah memberi apresiasi dengan mengadakan pameran tahunan dan mengikutkan siswa terbaik dalam lomba penelitian.

Di SMAN 6 Yogyakarta, pengembangan pembelajaran dengan model penelitian membawa perubahan. Wakil Kepala SMAN 6 Yogyakarta Akhmad Fatoni mengatakan, energi anak-anak muda yang besar dialihkan untuk kegiatan positif dan menantang kreativitas. Fatoni mengatakan, para guru pun harus siap menerima ide-ide kreatif murid. Guru lebih berperan sebagai pembimbing. Harus memberi keleluasaan buat siswa.

Kepala SMAN 1 Yogyakarta Rudy Prakanto mengatakan, penelitian mampu membangun karakter positif siswa. Siswa dituntut kreatif, jujur, dan pantang menyerah. Ada keseimbangan antara pengembangan karakter dan keilmuan.

Researches Support Character Education

Kompas page 12

The ability of high school students to conduct researches has begun to be strengthened. The purpose is not only to make students skillful in conducting researches but also to make students creative, honest, and tough.

Director of the Center for Young Scientist of Surya University Monika Raharti said the potential of young researchers in Indonesia is quite large. Unfortunately, Indonesian education system putting teachers as the learning center has hampered the development of students’ creativity and innovation. Monika said that education should stimulate students with student-initiated projects.

Head of SMA St. Laurensia Tangerang Theja Kurniawan said that with the development of students’ research skills has made the learning environment challenging. For example, tenth graders of the school develop creative ideas on researches in groups, which will then be developed into personal research projects in the eleventh and twelfth grades. There are also research project-based subjects of sciences and social sciences. In addition, the school gives high appreciation by holding annual fairs involving the best students in research contests.

At SMAN 6 Yogyakarta, the development of learning with research model has brought about changes. Vice Principal of the school Akhmad Fatoni said that students’ huge energy is utilized for positive and challenging activities. He added that teachers must prepare themselves to accept creative ideas of students. Acting more as mentors, teachers should provide flexibility for students.

Principal of SMAN 1 Yogyakarta Rudy Prakanto said that research should be able to build positive characters of students. Students must be creative, honest, and tough. There should be a balance between character building and science development.

Researches Support Character Education

Researches Support Character Education