Ujian Berbasis Komputer Dirancang untuk Mencegah Kecurangan

The Jakarta Post, halaman 8

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) akan melaksanakan ujian nasional berbasis komputer di sekolah-sekolah terpilih pada tahun ini, meskipun hasilnya tidak akan menentukan kelulusan siswa.

Kepala Pusat Penilaian Pendidikan (Puspendik) Kemendikbud, Nizam, mengatakan ujian berbasis komputer hanya akan diadakan di 862 sekolah dari 79.399 sekolah menengah nasional.

Nizam mengatakan, pihaknya telah sangat ketat menentukan sekolah percontohan mana saja yang bisa mengikuti tes berbasis komputer tahun ini. Sebagian besar sekolah yang dipilih adalah SMA dan SMK karena siswanya relatif lebih memiliki pengetahuan tentang komputer.

Nizam menambahkan, baik ujian yang berbasis komputer maupun kertas, soal ujiannya hanya diberikan dengan sistem pilihan ganda. Kementerian pun telah melakukan uji coba secara ekstensif terhadap ujian berbasis komputer untuk memastikan bahwa siswa yang mengikuti ujian tersebut tidak lebih diuntungkan dibanding mereka yang mengambil ujian berbasis kertas. Siswa tidak akan mampu untuk berbuat curang dengan surfing di internet, karena semuanya akan diblokir kecuali untuk pertanyaan ujian.

Meningat terbatasnya jumlah komputer di tiap sekolah, siswa akan mengikuti ujian secara bergantian (shift), satu komputer akan digunakan oleh tiga siswa yang berbeda. Dalam setiap shift, siswa akan mendapatkan soal ujian yang berbeda untuk mencegah berbuat curang.

Terlepas dari metode yang detil untuk mencegah kecurangan tersebut, ujian nasional tidak akan digunakan untuk menentukan apakah siswa lulus atau tidak. Tiap sekolah akan memiliki otoritas penuh terhadap keputusan kelulusan siswa. Meskipun demikian, hasil ujian nasional masih tetap akan digunakan sebagai salah satu persyaratan untuk masuk ke universitas.

Mendikbud Anies Baswedan mengatakan, ia berharap ujian berbasis komputer dapat diterapkan secara nasional tahun depan karena akan mengurangi beban keamanan dalam mendistribusikan bahan ujian. Dengan sistem baru tersebut, Anies berharap jadwal ujian nasional bisa lebih fleksibel dan tiap sekolah tidak perlu melakukan ujian secara bersamaan.

Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listyarti mengatakan, Kemendikbud tidak seharusnya memaksakan untuk menyelenggarakan ujian nasional pada tahun ini, baik yang berbasis komputer atau kertas. Retno juga mengungkapkan, banyak sekolah tidak memiliki fasilitas untuk menunjang ujian berbasis komputer, seperti komputer dan koneksi internet, bahkan untuk sekolah-sekolah di Jakarta sekalipun.

Computer-Based Exam Designed to Prevent Cheating

The Jakarta Post, page 8

The Ministry of Education and Culture will implement a computer-based national exam in selected schools this year, although the results will not determine whether a student graduates.

The head of the ministry’s Educational Evaluation Center (Puspendik), Nizam, said the computer-based exam would be held only in 862 out of 79,399 secondary schools nationwide.

Nizam said, his party had been extremely strict on which pilot schools could take the computer-based test this year. Most of the schools selected were senior high schools and vocational high school as the student would be more knowledgeable about computers.

Nizam added, both computer-based and paper-based exam would have only multiple choice questions, and that the ministry had tested the computer-based exam extensively to make sure that students who took the exam would not have any advantage over those taking the paper-based test. Students would not be able to cheat by surfing the internet because everything except for the exam question would be blocked.

Due to limited numbers of computer at each school, students will take the exam in shifts – one computer will be used by three different students. In each shifts, students will get different sets of questions to prevent cheating.

In spite of the elaborate methods to prevent cheating, the national exams will not carry much weight in determining whether a student graduates or not. Individual schools will have sole authority over that decision. However, the national exam results will still be used as one of the requirements for university admission.

The Minister Anies Baswedan said, he hoped the computer-based exam could be implemented nationwide next year because it would reduce the need for extensive security to transport exam materials. With the new system, Anies expects national exam schedules can be more flexible and individual schools would not have to conduct the exams simultaneously.

Federation for Indonesian Teachers Associations (FSGI) Secretary General Retno Listyarti said, the ministry should not insist on having a national exam, computer-based or otherwise, this year. Retno also pointed out that many schools lacked the facilities needed for a computer-based exam, such as computers and internet connection, even schools in Jakarta.

Computer-Based

Computer-Based Exam Designed to Prevent Cheating

Menebus Dosa Pendidikan

Koran Tempo, halaman 9

Dua bulan lalu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan mendapatkan dua dokumen yang dibuat tim khusus, yaitu hasil audit khusus atas implementasi Kurikulum 2013 dan hasil evaluasi Kurikulum 2013. Tugas Anies yaitu menyempurnakan Kurikulum 2013.

Dua dokumen tersebut menunjukkan kisruhnya pelaksanaan Kuirikulum 2013. Salah satu temuan Inspektorat Jenderal Kemendikbud adalah pembayaran buku semester I tahun 2014 yang belum lunas kepada PT Temprina Media Grafika sebesar Rp 150 miliar, meskipun anggaran pembelian telah dikirim ke daerah.

Pada 11 Desember 2014, Anies menghentikan Kurikulum 2013 di sebagian sekolah dengan menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 160 tahun 2014. Anies menilai, meskipun Kurikulum 2013 searah dengan ide Presiden Joko Widodo yang menginginkan kurikulum pembentukan karakter dan toleransi, namun setelah dilakukan evaluasi, banyak celah permasalahan di dalamnya.

Sesuai dengan Nawacita atau sembilan program prioritas Presiden Joko Widodo, selain penyempurnaan kurikulum, bebarapa hal yang harus diselesaikan adalah penyaluran Kartu Indonesia Pintar, perbaikan sistem ujian nasional, penerapan wajib belajar 12 tahun, pelayanan terpadu satu pintu, peningkatan akses pembelajaran, reformasi kementerian, dan sekolah perbatasan.

Anies mengklaim bahwa program kerja 100 hari kementerian sudah berjalan 90 persen, seperti tersalurkannya bantuan kepada 5.907.107 siswa miskin dari target 6.046-921 siswa, ditambah penyaluran Kartu Indonesia Pintar kepada 157.943 siswa. Kemudian, menghilangkan fungsi ujian sebagai penentu kelulusan.

Namun, ada beberapa program yang kemajuannya belum berarti yaitu program wajib belajar 12 tahun, dimana harus mengubah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Nasional yang draft perubahannya baru selesai, dan belum tereliasisasinya program pembangunan sekolah di perbatasan dan pedalaman karena masih memetakan daerah sasaran.

Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia Retno Listyarti menilai pencapaian kerja 100 hari Menteri Anies masih menimbulkan polemik dan belum selesai, seperti penghentian Kurikulum 2013 dan pengahapusan ujian nasional yang membingungkan banyak sekolah.

Sementara itu, Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia, Sulistyo, mengatakan, program kerja Anies belum menyentuh persoalan guru, seperti belum adanya tanda perbaikan mekanisme sertifikasi guru. Pihaknya menuntut Anies merealisasi program kerja yang lebih nyata, yaitu pembentukan Direktorat Guru dan Tenaga Pendidik yang mengurusi kesejahteraan guru.

Atoning for Education Sins

Koran Tempo, page 9

Two months ago, Minister of Education and Culture (Mendikbud) Anies Baswedan obtained two documents made by a special team, namely the special audit results of Curriculum 2013 implementation and evaluation results of Curriculum 2013.   Anies’ task is to perfect Curriculum 2013.

The two documents showed the chaotic implementation of Curriculum 2013. One of the findings of the Inspectorate General of Kemendikbud is that payment of first semester 2014 books had not been settled to PT Temprina Media Grafika to the amount of Rp 150 billion, although the purchasing budget had been sent to the regions.

On 11 December 2014, Anies stopped Curriculum 2013 in some schools by issuing Minister of Education Regulation Number 160 Year 2014. Anies deemed that although Curriculum 2013 was in line with Presiden Joko Widodo’s idea of wanting a character and tolerance building curriculum, however after evaluation was conducted, there were many problem loopholes in it.

In accordance with Nawacita or President Joko Widodo’s nine priority programs, in addition to curriculum perfection/improvement, several matters to be settled are the distribution of Indonesia Smart Cards or Kartu Indonesia Pintar, improvement of the national exam system, implementation of 12 year compulsory education, one-stop service, increasing access to learning, reformation of ministry, and border schools.

Anies claimed that the ministry’s 100 day work program had run 90 percent, such as the distributed assistance to 5,907,107 poor/underprivileged students from a targeted 6,046,921 students, plus the distribution of Kartu Indonesia Pintar to 157,943 students.   Then, eliminating the function of (national) exams as determinant of graduation.

However, there are several programs whose progress are still insignificant, namely the 12 year compulsory education program, which requires a change in Law Number 20 Year 2013 on National Education whose draft had only been completed; and the program of development of schools in borders and hinterlands that had not been realized because they are still mapping the target areas.

Secretary General of the Federation of Indonesian Teachers’ Associations Retno Listyarti assesses the 100 day work achievement of Minister Anies is still polemical and has not been completed, such as the termination of Curriculum 2013 and the elimination of the national exams that confuse many schools.

Meanwhile, Chairman of the Indonesian Teachers Association, Sulistyo, said Anies’ work program had not touched upon teachers’ problems, such as the lack of signs of improvement of the teacher certification mechanism.   His party demanded Anies to realize the work program more tangibly, namely by the formation of Directorate for Teachers and Education Personnel in charge of teacher welfare.

Atoning for Education Sins

Atoning for Education Sins

Kemendikbud Dapat Rp. 7,1 Triliun APBN-P

Republika, halaman 5

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) akan mendapat Rp. 7,1 Triliun yang disiapkan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P). Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan mengatakan, anggaran yang telah disiapkan itu sebagian besar akan dialokasikan untuk membantu siswa yang bersekolah tapi berpotensi untuk putus sekolah. Begitu juga untuk siswa yang sudah putus sekolah.

Anies menjelaskan, saat ini kementerian tengah membahas dan menganalisis model pengalokasian anggaran itu. Salah satu contohnya, bagi siswa yang memiliki Kartu Indonesia Pintar (KIP) apakah bantuan itu diberikan langsung ke siswa atau siswa harus kembali sekolah dan bantuan akan diserahkan melalui sekolah itu. Anies Mengatakan, pihaknya masih memikirkan matang-matang, mengingat saat ini masih cukup tinggi siswa yang putus sekolah karena berbagai hal, salah satunya permasalahan ekonomi.

Anggaran yang disiapkan dari APBN-P itu merupakan alokasi dari subsidi sebelumnya. Menurut konstitusi, Kemendikbud berhak mendapatkan 20 persennya. Oleh karena itu, Kemendikbud akan mengalokasikan sebagian besar dana itu untuk mendukung wajib belajar 12 tahun.

Dalam data perencanaan Kemendikbud ada sekitar 4,9 juta dari 19,2 juta anak yang di luar sekolah akan menerima bantuan itu, ujarnya. Dengan begitu, anggaran yang akan digunakan oleh Kemendikbud berdasarkan APBN 2015 sebesar Rp. 46 triliun dan ditambah APBN-P 7,1 triliun.

Kemendikbud Gets Rp. 7.1 Trillion of APBN-P

Republika, page 5

Ministry of Education and Culture (Kemendikbud) will obtain Rp. 7.1 Trillion prepared through the Revised State Budget (APBN-P).  Minister of Education and Culture (Mendikbud) Anies Baswedan said the prepared budget is mostly allocated to help students in school, yet could potentially drop-out.   Also for students who have dropped out.

Anies explained, currently the ministry is in the midst of deliberating and analyzing the model for the budget allocation.   An example is, for students who own Indonesia Smart Cards or Kartu Indonesia Pintar (KIP) would the assistance be given directly to the student or the student must return to school and the assistance would be handed over through that school? Anies said his party is still carefully thinking, considering currently (the number of) school drop-outs is still quite high due to various reasons, one of which is economic problems.

The budget prepared from APBN-P is an allocation from the previous subsidy.   According to the constitution, Kemendikbud has the right to obtain 20 percent of it.   Therefore, Kemendikbud will allocate most of the funds to support the 12 year compulsory education.

In Kemendikbud planning data there are around 4.9 million out of 19.2 million children out of school who will receive this assistance, he said.   Hence, the budget to be used by Kemendikbud based on the state budget (APBN) 2015 is to the amount of Rp. 46 trillion plus the amended state budget (APBN-P) of 7.1 trillion.

Kemendikbud

Kemendikbud Gets Rp. 7.1 Trilion of APBN-P

Sistem Semi-daring Dirintis Tahun 2015

Kompas, halaman 11

Ujian nasional (UN) dengan sistem semi-daring (online) dimulai tahun ini dengan target 862 sekolah jenjang pendidikan menengah. Khusus untuk sekolah menengah kejuruan, terdapat 2.197 sekolah target sementara. Sekolah-sekolah yang tergolong perintis UN sistem semi-daring itu masih diverifikasi dinas pendidikan kabupaten/kota dan provinsi.

Kepala Pusat Penilaian Pendidikan Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nizam mengatakan, untuk tahun ini sistem semi-daring hanya untuk sekolah yang sudah siap. Kalau sudah berhasil, secara bertahap nanti meluas. Tidak serta-merta semua sekolah pada tahun ini karena infrastrukturnya belum siap.

Dengan UN berbasis komputer tersebut, Nizam berharap pelaksanaan UN akan lebih fleksibel. Bagi sekolah yang siap, bisa menjalani UN tanpa menunggu jadwal pelaksanaan serempak dengan sekolah lain seperti sekarang.

Disebut dengan sistem semi-daring karena pelaksanaannya tak waktu seketika. Pelaksanaannya menggunakan server lokal, tetapi sinkronisasi data dan hasilnya akan menggunakan sistem daring. Itu untuk mengantisipasi terjadinya kecurangan atau bentuk penyimpangan lainnya.

Sementara itu, Direktur Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan Mustaghfirin Amin mengatakan, syarat untuk ikut UN sistem semi-daring ialah jumlah komputer berbanding 3 murid agar waktu ujiannya tidak lama.

Semi-online System Initiated in 2015

Kompas, page 11

The national exam (UN) with semi-online system is started this year with a target of 862 secondary schools. Specifically for vocational high schools, there are 2,197 interim target schools.   The schools classified as semi-online system UN pioneers are still being verified by regency/city and provincial education agencies.

Head of Educational Assessment Center Research and Development Agency Ministry of Education and Culture Nizam said, for this year the semi-online system is only for schools that are ready.   When it is successful, it would be gradually expanded. Not all schools (will apply) this year because the infrastructure is not ready.

With the computer based UN, Nizam expects UN implementation would be more flexible.   For schools that are ready, they could run the UN without waiting for the schedule for simultaneous implementation with other schools as is now the case.

It is called semi-online system because its implementation is not real time.   Its implementation uses a local server, but data synchronization and results will use online system. This is to anticipate fraud or other forms of irregularities.

Meanwhile, Director of Vocational High School Development Mustaghfirin Amin said, the requirement to take part in semi-online system UN is the number of computers versus 3 students in order for the exam time to not take long.

Semi-online System Initiated in 2015

Semi-online System Initiated in 2015

Ijazah Bukan Jaminan

Kompas, halaman 11

Gelar sarjana atau diploma bukan jaminan para lulusan perguruan tinggi mendapapt pekerjaan. Kurangnya lapangan kerja dan pesatnya pertumbuhan program studi tanpa pegendlian mutu merupakan faktor penting yang menentukan nasib alumni perguruan tinggi.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan periode 1993-1998 Wardiman Djojonegoro mengatakan, fenomena penganggur terdidik harus dilihat dari dua sisi. Pertama, terbatasnya jumlah dan jenis lapangan kerja di Indonesia. Belum ada investasi yang memadai yang bisa menyerap tenaga kerja dari lulusan berbagai program studi.

Kedua, pertambahan perguruan tinggi dan program studi yang pesat, tetapi tidak terkendali secara mutu. Keadaan tersebut berdampak pada kualitas pengajaran yang didapat mahasiswa ketika menimba ilmu di perguruan tinggi. Menurut Wardiman, hanya segelintir perguruan tinggi di Indonesia yang memiliki kualitas sesuai dengan standar internasional. Wajar jika para perusahaan atau lembaga hanya menerima lulusan dari perguruan tinggi tertentu.

Hal senada dikatakan mantan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Djoko Susanto. Penjaminan mutu perguruan tinggi sudah ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. UU tersebut merupakan persyaratan minimal. Perguruan tinggi harus menerapkan standar lebih tinggi dari standar nasional tersebut.

Sementara, Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta Haryanto mengatakan, isi dari mata kuliah belum sepenuhnya melibatkan analisis perkembangan keadaan sosial, ekonomi, dan politik. Akibatnya, lulusan hanya memiliki pengetahuan mengenai teori-teori terdahulu, tetapi tidak memiliki pengetahuan terbaru. Menurut Haryanto, semestinya program studi, organisasi ikatan profesi, dan kelembagaan formal terkait setiap bidang jurusan ilmu pengetahuan duduk bersama untuk merumuskan kompetensi. Jadi, selain memiliki latar teori yang baik, mahasiswa memiliki bekal kompetensi yang bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan pasar sesuai dengan program studi yang dia ambil.

Diploma is No Guarantee

Kompas, page 11

A sarjana/undergraduate degree or diploma does not guarantee higher education graduates would obtain jobs.   The lack of job opportunities and the rapid growth of study programs without quality control are important factors that determine the fate of higher education alumni.

Minister of Education and Culture period of 1993-1998 Wardiman Djojonegoro said, the phenomenon of educated unemployed should be viewed from two sides. Firstly, the limited number and type of job opportunities in Indonesia. There is still no adequate investment to absorb the workforce of graduates of various study programs.

Secondly, the rapid increase of higher education institutions and study programs, yet uncontrolled quality-wise.   This condition impacts on the quality of teaching obtained by students when studying in higher education. According to Wardiman, only a handful of higher education institutions in Indonesia have quality in accordance with international standards.   Naturally, companies or institution only accept graduates from certain higher education institutions.

The same is said by former Director General of Higher Education Djoko Susanto. Higher education quality assurance is already determined in Law Number 12 Year 2012 on Higher Education.   The law is the minimum requirement.   Higher education should enforce/apply a higher standard than the national standard.

Meanwhile, Dean of the Faculty of Education Science State University of Yogyakarta Haryanto said, the content of the courses have not fully involved analyses of the development of social, economic, and political conditions.   As a result, graduates only have knowledge of earlier theories, but do not have the latest knowledge.   According to Haryanto, study programs, professional association organizations, and related formal institutions of every field of science major should sit down together to formulate competencies. So in addition to having good theoretical background, students have a stock of competencies that could be used to meet market demands in line with the study programs they took up.

Diploma

Diploma is No Guarantee